Mohon tunggu...
Sang Ayu Oka
Sang Ayu Oka Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

hobi memasak dan membaca webtoon

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Harmonis dengan Tri Hita Karana

23 Juni 2024   05:00 Diperbarui: 23 Juni 2024   05:38 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengingat nilai-nilainya yang bersifat universal, istilah Tri Hita Karana berkembang luas dan menjadi landasan filosofi berbagai tatanan kehidupan. Pada hari Kamis, tanggal 11 Oktober 2018 di Bali diadakan Tri hita karana (THK) Forum on Sustainable Development. Pada forum tersebut, Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia memberitahukan mengenai filosofi Tri Hita Karana. Forum Tri Hita Karana tersebut merupakan konferensi terbesar di dunia dengan tema "Blended Finance and Innovation for Better Business Better World". Presiden Jokowi menggugah kesadaran para peserta dan delegasi bahwa pembangunan berkelanjutan seharusnya bermuara pada kebahagiaan. Dengan pernyataan tersebut memperjelas pandangan filosofi Tri Hita Karana mengenai keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam merupakan kunci kebahagiaan.

Bagi masyarakat hindu di Bali Tri Hita Karanadianggap  sebagai filsafat hidup  Tri Hita Karana sebagai filsafat sama dengan sikap hidup. Artinya, Tri Hita Karana berkaitan dengan usaha untuk mendalami makna dan nilai-nilai suatu realitas yang terkait dengan pengalaman manusia dalam bidang parhyangan, pawongan, dan palemahan untuk menjadikan manusia sebagai insan yang arif dan bijaksana. Tri hita karana sebagai filsafat mengacu pada metode, yang meliputi cara berpikir mendalam, hati-hati, dan teliti dalam memikirkan seluruh pengalaman manusia. Tri Hita Karana sebagai filsafat berkaitan dengan kelompok persoalan ber-parhyangan, ber-pawongan, dan ber-palemahan. Pada dasarnya, sebagai filsafat Tri Hita Karana merupakan kelompok teori atau sistem pemikiran, yang memuatmengenai pengetahuan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan lingkungan alam. Tri Hita Karana sebagai filsafat mengacu kepada analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah parhyangan, pawongan, dan palemahan. Menganalisis bermakna menetapkan arti secara keseluruhan dan memahami keterhubungan di antara arti-arti tersebut. Tri Hita Karana sebagai filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pendangan yang menyeluruh tentang parhyangan, pawongan, dan palemahan dengan mengambil teori-teori ilmu, etika, maupun agama sehingga mendapatkan pemahaman yang bersifat holistik. Tri Hita Karana merupakan asas kerohanian bagi masyarakat Bali yang juga bermakna sebagai pandangan hidup masyarakat Bali. Tri Hita Karana memuat konsep dasar tantang kehidupan yang diinginkan karena dianggap baik secara tekstual dan terbukti secara empirik. Tri Hita Karana sebagai filsafat hidup atau pandangan hidup berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan sosial, seperti rela berkorban, memberikan pelayanan terbaik, dan kasih sayang. Tri Hita Karana tidak saja sebagai filsafat praktis, tetapi juga filsafat kritis; yang memuat seperangkat ide untuk mengkritisi suatu kondisi dan melakukan perbaikan agar sesuai dengan kondisi yang diidealkan oleh Tri Hita Karana.

Penerapan tri hita karana tidak hanya di lingkungan masyarakat, bahkan penerapan tri hita karana juga dapat diterapakan dalam kenegaraan seperti, penerapan tri hita karana dalam 4 pilar kebangsaan. Namun, meskipun bisa diterapkan di dalam kenegaraan penerapan tri hita karana juga memicu tantangan tersendiri yakni Dalam penerapan Tri hita karana dalam mewujudkan 4 pilar kebangsaan juga akan mengalami beberapa tantangan mulai dari tantangan globalisasi hingga penerapanya. Menjaga keseimbangan tradisional di tengah arus globalisasi menjadi Tantangan utama yang harus dihadapi dalam menjalankan filosofi Tri Hita Karana. Dengan kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat, nilai-nilai lokal sering kali dihadapkan pada tekanan untuk beradaptasi dengan norma-norma global yang berbeda. Pengaruh budaya luar yang masuk dapat mengancam keseimbangan antara Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun