Saat kita membicarakan kasus korupsi di Indonesia, niscaya akan banyak sekali yang terlintas dalam benak, mengingat praktik-praktik kotor yang dilakukan oleh berbagai oknum tersebut sangatlah banyak di negeri ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya dapat menjadi lembaga negara yang mampu memberantas semua tindak pidana korupsi, di Indonesia.
Mengapa saya menggunakan kata 'seharusnya'? Karena fakta berbicara lain, lembaga anti rasuah (KPK) tersebut belum juga menunjukkan hasil yang signifikan terkait penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan terkait korupsi, terutama yang memiliki skala merugikan negara dengan jumlah nominal yang sangat besar. Pertanyaan besarnya, akankah KPK mampu dan mau menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut?
Jika menyebutkan kata-kata 'mega korupsi' maka benak saya akan langsung otomatis tertuju pada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Karena sampai hari ini, total kerugian negara yang diakibatkannya masih memegang rekor sebagai yang terbesar di republik ini. Dengan tiga tahap penyaluran yang mencapai Rp 431,6 triliun, serta beban biaya yang dikeluarkan negara untuk penarikan dan pengembalian aset yang totalnya sebesar Rp 600 triliun. (Sumber)
Pekerjaan rumah KPK ini memang tidak mudah, mengingat banyaknya jumlah obligor (22 penerima) yang turut mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2004 silam. Dari sekian banyak obligor tersebut, seharusnya KPK menempatkan skala prioritas untuk pengusutan dan penetapan tersangka. Kalau saya jadi KPK gampang saja, karena yang paling pertama untuk saya usut adalah obligor penerima dana likuiditas terbesar sebanyak Rp 52,7 triliun, yaitu Anthony Salim / Salim Grup.
Pertanyaanya, apa iya KPK berani memperkarakan Anthony Salim lewat skandal BLBI? Harusnya berani, kalau memang benar KPK merupakan lembaga independen. Dan, kalau benar KPK memang lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan Komisi Perlindungan Korupsi.
Sepak Terjang Anthony Salim / Salim Grup
Bayangkan jika dari satu lini bisnis saja (tepung) Salim Grup telah membebani perekonomian nasional. Belum cukup sampai disitu, mereka pun lantas membangun imperium bisnis mie lewat PT Indofood Sukses Makmur. Karena memiliki kewenangan monopoli seperti yang saya sebutkan diatas, sudah barang tentu merek dagang Indomie langsung merajai pasar dalam negeri dengan skala yangs angat cepat, mengalahkan para kompetitornya.
Membicarakan sepak terjang Anthony Salim beserta kerajaan bisnisnya memang tidak akan cukup melalui tulisan pendek ini. Namun saya ingin memberi highlight kepada bisnisnya di perbankan melalui PT BCA. Karena dari situ mereka menyelewengkan dana puluhan triliun rupiah lewat mega skandal BLBI. Bermula saat tahun 1997 (krisis moneter) yang menerpa Indonesia, sehingga BCA mengalami kesulitan likuiditas yang menjadi cikal bakal terjadinya dana kucuran ratusan triliun tersebut.
Namun parahnya, limbungnya BCA kala itu bukan melulu karena ada rush dari nasabah, melainkan karena pengelolaan bank yang tidak prudent. Hal tersebut ditandai dengan pemberian kredit secara besar-besaran kepada perusahaan yang notabene masih satu grup atau memiliki afiliasi kepada Salim Grup. Penyelewengan dana BLBI yang harusnya dipakai untuk mengembalikan dana nasabah pun digunakan untuk berbagai kepentingan seperti membayar hutang, transaksi surat berharga, penempatan baru di pasar uang antar bank, hingga untuk ekspansi kredit. (Sumber)