Hubungan baik yang terjalin antara dua lembaga negara, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seharusnya dapat saling bersinergi sesuai dengan nota kesepahaman (MoU) antara kedua belah pihak yang telah disepakati pada 2006 lalu, yang berisi tentang kerjasama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kerjasama yang juga mencakup dalam hal pertukaran informasi, bantuan personil, pendidikan dan pelatihan, dan pengkajian serta koordinasi tersebut harusnya tidak dirusak oleh ego dari masing-masing lembaga yang memiliki peran sentral dalam upaya penegakan hukum, khususnya terkait penanganan bentuk pidana korupsi yang sangat marak di Indonesia.
Belum lama berselang, saya membaca pemberitaan terkait KPK yang menolak/mengabaikan hasil audit BPK terkait beberapa kasus korupsi. Sebutlah dalam penerbitan SKL (Surat Keterangan Lunas) BLBI, serta yang belum lama berselang di dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras  yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama waktu masih menjabat sebagai Gubernur DKI.
Ini fatal sih. Artinya, setiap lembaga kan sudah memiliki tugas dan wewenangnya masing-masing. Tapi kenapa ada lembaga (KPK) yang menampik hasil temuan lembaga lain yang harusnya bisa menjadi rujukan. Dalam hal ini, BPK yang diatur dalam undang-undang untuk memeriksa/audit, merupakan satu-satunya lembaga yang berhak menyatakan ada atau tidaknya kerugian yang melibatkan negara.
Hubungan kedua lembaga ini harusnya saling harmonis. Ada kalanya KPK menemukan kasus korupsi berdasarkan laporan serta audit keuangan dari BPK. Karena memang tugas BPK salah satunya mengawasi pengelolaan uang negara. Nah jika ada laporan audit dari BPK yang tidak dilanjuti oleh KPK, bukan tidak mungkin akan berimbas pada menghilangnya tingkat kepercayaan publik pada BPK.
Dalam contoh kasus SKL BLBI yang saya sebutkan diatas, bahwa pada tahun 2006 sebenarnya BPK telah mengeluarkan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) terkait penerbitan SKL untuk BDNI (Bank Dagang Negara Indonesia). Hasil audit yang telah dilakukan sebanyak empat kali menyatakan bahwa tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan. Menurut laporan tersebut, BDNI malah dinyatakan melakukan kelebihan pembayaran. hukum.rmol.co
Terlebih, menurut praktisi hukum Administrasi Negara, Irman Putra Sidin, penyelesaian kebijakan penerbitan SKL terhadap para debitur BLBI tidak bisa dipidanakan, karena dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus tersebut dari sisi administrasi negara harus terlebih dahulu diuji melalui PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara), karena sebuah tindak pidana tidak dapat berdiri sendiri melainkan terikat dengan hukum lain.
Irman bahkan mengatakan bahwa penyelesaian kasus terhadap bank atau pemiliknya yang tersangkut penerbitan SKL BLBI tidak dapat dipenjara karena masuk dalam ranah piutang negara. Dimana hal tersebut telah diatur oleh hukum HAM internasional yang menyebutkan tidak boleh adanya pemenjaraan dalam perkara kasus utang piutang. tribunnews.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H