Mohon tunggu...
Yuli Kaniasari
Yuli Kaniasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ordinary woman

Orang biasa yang haus ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dimimpiku, Ku Lihat Senyummu, Ibu

7 November 2012   17:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:47 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth



Satu Bulan telah berlalu Bapak pergi ke alam baka, tapi masih kulihat kesedihan tersirat diwajahmu.
Tak ada ceria dalam setiap candamu, hanya mendung yang selalu menghiasi wajahmu Bu.. aku mengerti beban yang ada didalam hatimu, aku mengerti sesak didalam dadamu, seakan kau ingin membuang jauh-jauh mimpi burukmu, cepat atau lambat semua harus kembali dengan kehidupannya masing-masing.

Dua bulan terlewati, beban itu terasa semakin berat dipundakmu Bu,  kenyataan hidup yang kau terima begitu menyakitkan, semua masalah seolah bertubi-tubi datang tanpa ada perlawanan, namun kau tetap berusaha tegar, berusaha kuat meski hatimu terkoyak.

Ingin aku katakan.. "Bapak memang tidak meninggalkan apa-apa untuk kita, hanya setumpuk masalah yang semakin meruncing, namun Ibu tak perlu khawatir, Bapak juga mewariskan pelajaran hidup untuk kita, Bapak telah mengajarkan kita bagaimana menjadi orang yang baik, mengajarkan kita tentang filosofi hidup, selalu berbuat baik, memberi yang terbaik tanpa harus mengharap balas jasa. Bapak telah selesai mengajarkan kita untuk menjadi orang baik dimata Tuhan".

Tiga bulan menyisakan tangis, kau harus bangkit Bu !.. bangkit melawan kesedihan..

Empat bulan beranjak pergi, kau isi hidupmu dengan setumpuk kesibukan, agar rasa  duka itu bisa cepat-cepat hilang dari hatimu, adik-adik harus bisa menggapai cita-citanya, dan ibu tak usah khawatirkan anak-anakmu, kami sudah memilih jalan hidup.

Lima bulan berhasil kau lalui Ibu, aku dengan terpaksa akan meninggalkanmu, aku dan adikku harus pergi meninggalkan Ibu, sejujurnya aku tak tega melihatmu menanggung beban sendirian saja, tapi kami harus pergi untuk melanjutkan hidup kami, kau hanya tinggal menunggu saat wisuda adik bungsu dibulan ke tujuh Bu.. walau demikian kami akan selalu ada untuk Ibu.

Bulan ke enam tiba kepergianku, kulihat harapan diwajahmu saat kau mengantarkan aku ke bandara, aku melihat setitik bahagia diwajahmu ketika aku katakan "Aku akan kirimkan tiket untukmu agar bisa ikut denganku setelah selesai wisuda nanti", dan Ibu hanya memelukku erat.

Dua minggu begitu cepat berlalu sejak aku meninggalkan ibu, aku melihatmu dimimpiku, melihatmu hendak masuk gerbang dengan penuh cahaya yang menyilaukan, lalu kau tersenyum penuh bahagia Ibu, senyum yang tak pernah aku lihat sejak kepergian Bapak.
Tapi aku segera terjaga dari mimpi saat adikku menerima telepon dan mengatakan bahwa baru saja kau telah pergi meninggalkan kami menyusul Bapak ke alam baka. Kau pergi tanpa sempat menghadiri wisuda adik, Kau pergi dengan membawa sepenggal cinta yang Bapak tinggalkan dihatimu.
Kau pergi tanpa sempat berkata-kata,
Dimimpiku.. aku melihat senyummu yang terakhir, senyum bahagia karena Allah lebih menyayangimu Bu.. Allah telah menjemputmu untuk kembali bersatu dengan Bapak InsyaAllah..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun