Mohon tunggu...
Yuli Kaniasari
Yuli Kaniasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ordinary woman

Orang biasa yang haus ilmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Angkotter Sejati

1 November 2012   01:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:08 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jalur III

Dari mulai subuh hari, sejak malam hari malah.. perasaan galau tak terelakan.. bete ga karuan bikin segala sesuatu  menjadi ga enak di denger, ga enak dipandang, ga enak di nikmati bahkan buat makan pun ga semangat meskipun abis semangkuk bubur ayam pas sarapan pagi. Tapi tetep ajaa ga bisa dipungkiri kalo hati ini memang lagi ga enak.


Setiap fikiran negatif buru-buru di tepis, setiap prasangka buruk cepet-cepet di ralat, setiap doa yang terucap selalu melalui proses pertimbangan yang bener-bener dibutuhkan perasaan ikhlas, biar doa itu menjadi baik adanya, apapun yang terjadi selalu berharap yang terbaik untukku untuknya untuk semuanya..


Maka semangatlah yang muncul untuk tetap bertahan melawan kesedihan, kebencian, keangkuhan, dan selalu percaya bahwa Allah sedang menguji kesabaranku, menguji ketabahanku, walau sesekali aku berusaha banting  pintu buat menyalurkan emosi yang terpendam, tapi ternyata memang ga bisa sebab kebetulan pintunya memang udah rusak jadi ga ngaruh hehe..


Hari menjelang siang saat aku keluar dari kamar, celingukan kiri kanan kali aja ada "sesuatu" yang aneh di ruang tengah ataupun di dapur.. hhmm.. gada yang aneh juga.. akhirnya kuputuskan untuk bersiap-siap pergi, seperti biasanya setiap hari jum'at dan minggu pergi nengokin anakku di pesantren. Hari ini ada yang berbeda, sebab aku banyak sekali membawa barang bawaan dari mulai sepatu, obat amandel, makanan, senter, sampe ga ketinggalan panci.. soalnya Jum'at minggu ini anakku mau mengikuti acara perkemahan lomba ketrampilan Pramuka. setelah di kumpulin ternyata mirip seperti orang yang baru di usir dari kontrakan hehe ribedd... ga lupa juga buku novel yang baru dibeli kemaren aku bawa biar diperjalanan bisa dibaca niru-niru gaya ponakan.


Hari mendung tak menyurutkan niatku, dengan semangat full aku naik angkot seperti biasanya, rasa risi mulai mengganggu saat seisi penumpang serempak memandang ke arahku.. "Kenapa sih pada ngeliatin?" bisikku dalam hati. Dengan gaya cuek bebek aku duduk di pojokan sambil menyamankan diri bebenah barang bawaan. Akhirnya kubuka buku novel yang udah dipersiapkan tadi, dengan gaya sok imut aku mulai membaca halaman demi halaman sambil sesekali menyeka air mata, bukan karena bukunya menceritakan kesedihan tapi memang matanya kelilipan. Ga berapa lama hujan pun turun dengan derasnya, keasyikan itu harus terhenti karena tiba-tiba angkot yang kutumpangi didapati bocor dimana-mana, kontan seisi penumpang yang kebanyakan perempuan teriak-teriak "Bocoooorr.. bocooorr..!" sambil ga lupa mukul-mukul kaca mobil, jewer kuping, saling jambak rambut geser kiri geser kanan menghindari bocor dari arah jendela dan dari atap mobil.. xixixi lebay dot com.
Akhirnya aku keluarkan panci yang kubawa buat nadahin air hujan yang netes dibelakangku "Amaaann" pikirku..
ga lama si nenek salah satu dari salah tujuh penumpang angkat bicara "Neng pinjem pancinya dong, disini bocor juga!" Ujar si nenek.
Dengan senyum menyeringai seperti kuda ngeliatin giginya, aku kasiin juga itu panci, "Ni Bu.. tapi aernya udah penuh" jawabku santai..
Akhirnya dengan berbasah-basah ria, aku ikhlasin juga itu panci demi si nenek yang ga mau basah bajunya sebab mau pergi ke kondangan.


Turun di perempatan jalan kembali orang-orang memandangi dengan penuh pertanyaan, mungkin mereka keseringan ngisi TTS dan ga pernah bisa jawab kali yaa..
Mereka terheran-heran karena turun dari angkot tapi bajunya kok basah, sebab pada saat itu diperempatan tempat aku berhenti memang belom turun hujan.
Tapi dengan santai aku terus berjalan, anggap aja aku lagi jalan di catwalk.. pede abis.


Didalam pesantren, seperti biasanya hilir mudik santri yang baru keluar dari masjid setelah sebelumnya Shalat Ashar berjamaah. Kucari-cari anakku kesetiap sudut mirip seperti mencari uang receh yang jatuh kelantai kemudian bergelinding entah kemana. Sambil menunggu anakku, aku menyempatkan ngobrol-ngobrol bareng orang tua santri  lainnya yang kebetulan sama-sama melakukan kunjungan.
Anakku akhirnya muncul juga dengan senyum kecilnya, mendekatiku dengan perasaan senang sebab panci yang dipesannya kubawa juga.


Setelah lama berbicang bersama anakku dan ponakanku yang juga menimba ilmu di pesantren, akhirnya kuputuskan untuk pulang, karena hari menjelang maghrib.
Semua perlengkapan yang kubawa tadi telah kuserah terima-kan berikut panci yang udah menjadi dewa penolong sesaat. Panci kecil membawa berkah.
Dan semoga benar-benar membawa berkah.


Berjalan keluar halaman pesantren dengan perasaan yang masih diliputi rasa bimbang, sedih, sebel bercampur aduk. Entahlah kenapa hari ini begitu menyebalkan bagiku. Dengan berat hati kuajak paksa kaki ini untuk melangkah, sesaat terpikir untuk pergi entah kemana.. kemana saja kaki berjalan, agar perasaan ga karuan didada ini hilang, walau pada akhirnya menyerah juga sebab terlalu banyak supir angkot yang menawarkan aku untuk ikut didalamnya.
(Hhmm... memang mau nya supir angkot ya begitu hehe)


Turun naik penumpang sepanjang perjalanan mewarnai suasana didalam angkot, yang tua yang muda yang bau keringet juga ada.. ga ketinggalan pengamen yang bergantian nyanyi meskipun suaranya sember ga enak didenger membuat uang recehanku berangsur-angsur habis, meskipun fasilitas angkot udah dilengkapi musik full stereo mega bass... ga ngaruuuuhh.. mereka cuma butuh uang meskipun sekedar recehan, mereka cuma butuh buat makan meskipun kadang-kadang ada juga cuma buat ngasah bakat (bakat ngamen maksudnya hehe.. maaf )
Setelah hampir mendekati rumah, penumpang mulai bergantian turun, aku yang selalu ngambil posisi pojok bergeser ke depan duduk manis dibelakang Om sopir, ga sengaja kuperhatiin Om sopir dari belakang, sambil menebak-nebak  sesaat aku bertanya didalam hati (sebab gada orang lagi di dalam angkot yang bisa aku tanya) "Ini Om sopir kok gaul banget ya gayanya".. saat aku bilang stop persis didepan gang rumahku, aku turun sambil iseng menatap wajah Om sopir penasaran, "Busyeeeett... cakep bangeeett" bisiku dalam hati..
Dengan penuh penyesalan akhirnya aku turun dari angkot. Meski kondisi hati kacaupun ternyata masih sempet-sempetnyaa mata ini jelalatan hehe... Ya Allah maafkan aku yang selalu mengagumi cowok cakep.. hihi... itu bukan salahku.. tapi salahnya Om sopir kenapa cakep...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun