Zaman globalisasi merupakan suatu gambaran nyata akan adanya perubahan, dimana perubahan itu meliputi sebuah rancangan yang memicu akan adanya peradaban baru dimuka bumi ini. Kehidupan di zaman yang semakin modern dan canggih ini, manusia dituntut penuh untuk terus belajar dalam menapaki akan sebuah perubahan. Perubahan yang memiliki mobilitas yang tinggi akan suatu negara dengan sumber daya manusia yang tercukupi. Kehidupan berbangsa dalam suatu negara memiliki fundamental yang berbeda dengan sistem yang negara tersebut jalankan. Dimana kehidupan akan kesejahtraan suatu masyarakat dalam era reformasi ini terdapat pada pemimpin yang adil dan jujur dalam menggapai kesejahtraan yang nyata. Kehidupan berpolitik dalam suatu negara yang memicu akan sebuah konflik tidak heran lagi terdengar ditelinga kita. Kebebasan berargumen akan suatu pemikiran dalam kehidupan berpolitik memiliki mobilitas kebebasan akan kuasasaan. Indonesia yang merupakan mayoritas masyarakatnya dihuni oleh agama Islam tentu tidak dapat menegakan hukum Islam yang sesungguhnya dengan adanya perbedaan dalam hal keyakinan. Adanya agama Islam, Budha, Hindu, Kristen dan lainya, kita sebagai muslim perlu belajar akan adanya pluralisme di negara kita. Perbedaan pendapat dari setiap golongan merupakan gambaran perbedaan akan suatu paham dalam menapaki pluralisme dinegara kita ini. Dalam konteks sejarah Islam, Perbedaan pendapat dikalangan sahabat tentang siapa pengganti pemimpin setelah Rasul, memicu pertikaian yang tidak bisa dihindari. Semua terbungkus dalam isu-isu yang bernuansa politik, dan kemudian berkembang pada persoalan keyakinan tentang tuhan dengan mengikutsertakan kelompok-kelompok mereka sebagai pemegang “predikat kebenaran”.Suatu kelompok dalam pemahamannya yang sangat ekstrim (berlebihan) dan saling bertolak belakang. Kelompok ini muncul di akhir era para sahabat. Diantara kelompok tersebut adalah Qadariyah dan Jabariyah. Pemikiran Qadariyah ini bercorak liberal, sedangkan Jabariyah mempunyai corak pemikiran tradisional. Qadariyah merupakan sebuah firqah yang memiliki pemikiran bahwa manusia mempunyai kekuatan atas perbuatannya dan berkeyakinan bahwa Tuhan belum membuat ketentuan terhadap makhlukNya. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Tuhan. Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan segala-galanya. Takdir adalah sesuatu yang harus kita imani, dan ini merupakan salah satu rukun dari enam rukun iman. Kehidupan berbangsa dan beragama merupakan dua unsur yang harus dipadukan dengan mobilitas yang tinggi keduanya merupakan fundamental kokohnya suatu negara. Kehidupan berpolitik dalam suatu negara demokrasi tidak dapat dipisahkan dengan adanya kebebasan berpendapat dan berbedanya pemikiran yang banyak memiliki unsur kekuasaan. mengutip dari status sosial media Dr. Asep Salahudin, MA, “Apabila seorang anak sudah duduk di kelas 5 Sekolah Dasar, paling lambat di kelas 6, ajaklah dia ke Kebun Binatang. Begitu menginjak pintu gerbang segera bisikkan di kupingnya, “Kamu tidak mau dijebloskan ke dalam kandang seperti makhluk-makhluk itu, bukan?” Nah, jadilah kamu manusia yang paham politik. Manusia yang tidak berpolitik itu namanya binatang, dan binatang yang berpolitik itu namanya manusia. Dengan kita memahami akan suatu paham yang padu satu samalainnya menjadikan sebuah paham yang memiliki pemikiran akan sebuah kerukunan hidup berbangsa dan beragama . Dan kita dapat menjadikan negara kita yang “Baldatun thoyyibatun warobbul Ghofur”.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI