WISATA sadar sampah? Apa pula maksudnya ini. Apakah bermaksud wisata membersihkan sampah di DTW (Daerah Tujuan Wisata)? Atau wisata berwawasan sampah? Artinya DTWnya adalah sampah semua, mulai dari sampah organik, anorganik sampai berupa-rupa sampah masyarakat. Ah... ada-ada saja.
Tapi ndak apa-apa. Mari kita coba telusuri dunia wisata itu sendiri. Dalam KBBI daring dijelaskan bahwa wisata adalah bepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan sebagainya).Â
Bisa juga disebut bertamasya atau piknik. Selanjutnya wisata itu sendiri berkembang menjadi beberapa jenis di antaranya wisata alam, artinya perjalanan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan tata lingkungannya sebagai objek tujuan wisata.Â
Wisata bahari berarti bepergian menikmati alam laut. Wisata budaya yang berarti bepergian bersama-sama dengan tujuan mengenali hasil kebudayaan setempat. Ada pula wisata buru di mana kegiatan wisata memanfaatkan satwa sebagai objek kegiatan buru. Ada juga wisata studi yakni melakukan perjalanan wisata sambil belajar. Juga kita temui wisata karya yang artinya kunjungan kerja. Banyak lagi perkembangan wisata sesuai dengan kebutuhan dan minat dari wisatawan itu sendiri.
Kalau begitu, boleh juga digagas dan dikembangkan wisata sadar sampah. Siapa takut. Nah, dalam tulisan ini wisata sadar sampah adalah gabungan dari wisata budaya, wisata studi, wisata karya, dan wisata alam.
Dasar Membangun DTW Sadar Sampah
Untuk membangun perlunya DTW Sadar Sampah maka eloknya kita bahas dulu timbulan sampah. Kisah timbulan sampah kita mulai dari kisah tumbuhan pisang (Musa sp.). Pisang merupakan tanaman istimewa yang banyak dijumpai di sekitar permukiman.Â
Dan ternyata pisang merupakan tanaman surga seperti yang tertera dalam QS. Al-Waqiah 56:27-29 yang artinya  dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya)". Subhanallah.
Pada tahun 1960-an sampai tahun 1970-an, kita dapat melihat daun pisang digunakan untuk pembungkus makanan kecil atau jajanan seperti lapek pisang, lapek sagu, lapek bareh. Malah daun pisang juga menjadi pembungkus nasi ramas atau nasi ampera. Sebelum nasi ini dibungkus, daun pisang dipanaskan sebentar di atas bara api ataupun api yang menyala di atas tungku. Istilahnya didiangkan sejenak.Â
Daun pisang yang terkena panas api akan terlihat mengilat. Kalau istilah masyarakat awam, keluar minyaknya. Setelah itu barulah daun pisang itu digunakan untuk membungkus nasi ampera atau nasi ramas.Â
Nasi yang dibungkus dengan daun ini bila kita buka untuk disantap, terasa harumnya. Tentu bukanlah seharum bunga melati, bunga ros, bunga kamboja, atau parfum yang mudah didapatkan di toko penjual minyak wangi seperti sekarang ini. Entah kenapa, daun pisang yang dipakai untuk membungkus nasi itu dipakaikan istilah harum. Entahlah.
Daun pisang muda digunakan untuk membungkus atau lapisan lemang dan lapek bugih. Ada juga kita temui daun pisang yang sudah tua, menguning, dan kering digunakan untuk membungkus galamai payakumbuh, kipang kacang, dan saka dari tebu. Istilahnya daun karisik. Kita juga menemui daun pisang digunakan untuk menjadi payung ketika orang berjalan di tengah hujan yang turun membasahi bumi. Â Â
Yang tidak kalah pentingnya adalah pelepah pisang. Di samping untuk membukus saka gulo anau, pelepah pisang juga dimanfaatkan sebagai tali pengikat. Barang-barang kecil terutama jajanan yang diceritakan di atas diikat dengan tali pelepah pisang. Caranya, pelepah pisang itu dipisahkan kira-kira 1 cm dan selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari. Setelah kering, tali pelepah pisang dapat digunakan.
Kadang-kadang ketika kita sedang asyik bermain sepak tekong atau main gasing atau main kampar (ada juga yang menyebutnya main gundu) maka ada teman yang memanfaatkan tali pelapah pisang ini.Â
Terutama bagi kawan-kawan yang menggunakan tali untuk mengikat pinggang celananya. Dengan tergesa-gesa, kawan tersebut merenggutkan pelepah pisang yang sedang tumbuh berdiri dan memisahkan pelepah pisang itu kira-kira 1 cm. Setelah itu langsung dipakaikan di pinggangnya untuk mengeratkan celananya yang sering melorot ketika gundunya dilemparkan dalam permainan kampar tersebut. Kalau dingat-ingat---lucu juga rasanya.
Pembungkus dan tali pengikat hanya dimanfaatkan sekali pakai. Setelah itu dibuang sembarangan tempat dan akhirnya menjadi sampah. Malahan ada yang membuangnya ke sungai. Karena dia bersifat organik dan mudah membusuk. Lama kelamaan sampah tersebut mengalami proses penguraian. Sampah tidak menjadi permasalahan pada masa itu. Apalagi ketika itu, jumlah penduduk relatif tidak tidak terlalu banyak. Jumlah timbulan sampah belum mengganggu keasrian lingkungan.
Sayangnya membuang sampah sembarangan bahkan ke sungai telah terlanjur menjadi kebiasaan yang tidak dapat dielakkan. Â Bahkan pada saat sekarang, kebiasaan tersebut dengan kasat mata kita ditemui di sekitar kita.
Memasuki masa tahun 1990-an, kehadiran sampah dirasakan mulai mengganggu kehidupan manusia. Kebiasaan membuang sampah sembarangan turut berkontribusi negatif terhadap permasalahan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh Padang Ekspres (2017), yang menampilkan foto ukuran setengah halaman dan terkesan mencolok dengan keterangan gambar :
Sampah Kiriman Kotori Pantai Padang. Anak-anak bermain di antara tumpukan sampah di pinggir Muaro Lasak, Pantai Padang, Minggu (26/11/2017). Pantai Padang kembali dapat kiriman dari hulu sungai setiap kali curah hujan tinggi.
Berita ini diperkuat lagi oleh Padang Ekspres (2017) yang menampilkan foto setengah halaman dengan keterangan gambar:
SAMPAH MENUMPUK: Warung dan pantai di sekitar Pantai Muaro Lasak terlihat sepi setelah ramai pengunjung saat libur Natal yang berakhir Selasa (26/12). Sampah yang dihanyutkan air sungai dari hulu saat hujan beberapa hari lalu masih menumpuk di sepanjang pantai hingga Kamis (28/12).
Dari waktu ke waktu, timbulan sampah semakin meningkat volumenya. Untuk timbulan sampah di Kota Padang, Harian Haluan (2016), memberitakan bahwa volume sampah bertambah hingga 20 persen. Hal ini dipicu oleh meningkatnya sampah pasar dan sampah rumah tangga. Bila biasanya sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir TPA Aia Dingin Padang sebesar 400-500 ton per hari, kini menjadi 550-600 ton per harinya.
Di samping itu, jenis sampah mulai semakin beragam. Sampah organik hanya salah satunya. Telah lahir sampah anorganik yang didominasi oleh plastik, kaleng (seng), kaca, besi, dan kawat serta sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Â Persoalan sampah semakin pelik. Jargon buanglah sampah pada tempatnya di tengah masyarakat mengandung pengertian membuang sampah dari tempat permukimannya atau menjauhi sampah dari lingkungan sekitarnya. Masyarakat seenaknya membuang sampah asal tidak terlihat lagi di halaman rumahnya.Â
Pokoknya jauh dari kehidupannya dan tidak terlihat di pelupuk matanya. Terbukti, kita tidak sulit menemui masyarakat membuang sampah dari mobilnya ke jalan raya. Masyarakat merasa tidak bersalah membuah sampah ke sungai. Masyarakat membuang sampah ke TPS dengan melemparkannya. Entah masuk, entah berceceran di luar TPS yang penting jauh dari dirinya.
Memperhatikan kisah di atas, memang sulit untuk membangun kesadaran masyarakat dalam memperlakukan sampah yang tidak merugikan orang lain dan lingkungan. Bermacam program pemerintah seperti 3R., bank sampah, LPS (Lembaga Pengelolaan Sampah) yang mengawasi disiplin kebersihan warga di Kota Padang belumlah membawa hasil yang signifikan. Untuk itu DTW Sadar Sampah dapat menjadi salah satu solusi membangun kesadaran masyarakat terhadap perlakuan dalam menyikapi kehadiran sampah yang diproduksi sendiri oleh masyarakat tersebut.
Kegiatan DTW Sadar Sampah
Pada dasarnya, kegiatan di DTW Sadar Sampah adalah kegiatan membangun budaya baru dalam menyikapi kehadiranan sampah. Kegiatan tersebut berupa berwisata sambil belajar. Di antaranya, pertama, wisata budaya yaitu wisata membangun budaya pengelolaan sampah. DTW Sadar Sampah dihadirkan untuk membangun budaya "Buanglah sampah pada tempatnya" menjadi "Manfaatkanlah sampah karena sampah tidak bisa dimusnahkan.
Budaya baru ini dikembangkan berdasarkan hukum kekekalan energi yang berbunyi bahwa jumlah energi dari sebuah sistem tertutup tidak akan berubah---ia akan tetap sama. Energi tersebut tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan oleh manusia. Namun ia dapat berubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Seiring dengan hal ini maka tidak dapat dielakkan bahwa semua benda yang ada dipermukaan bumi ini mengandung energi. Contoh, bila kita membakar sampah bukanlah berarti sampah itu hilang atau musnah melainkan dia berubah bentuk menjadi energi panas (energi kalor).Â
Seiring dengan ini, bila sampah organik kita fermentasi, dia akan berubah bentuk menjadi biogas. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk di antaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau  limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik.Â
Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida di mana kandungan tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik. Sedangkan residu dari aktivitas fermentasi ini adalah pupuk yang kaya nitrogen, karbon, dan mineral.Â
Kedua, wisata studi. Wisata studi adalah perjalanan untuk mempelajari tentang sistem pengelolaan sampah. Dalam kegiatan wisata ini akan ditampilkan pemanfaatan residu biogas berupa pupuk organik yang dimanfaatkan untuk pupuk tanaman di kebun bunga, buah, dan sayuran yang terdapat di lokasi DTW Sadar Sampah.
Selanjutnya, beberapa sampah anorganik seperti sampah plastik berupa botol, kaleng bekas, ban bekas, pipa bekas dan lain sebagainya---di mata seorang seniman dapat disulap menjadi seni instalasi yang dapat memperindah lingkungan. Tidak jarang lokasi ini menjadi tempat favorit untuk swafoto.
Ketiga, wisata karya. Wisata karya adalah perjalanan untuk menguasai teknik pengolahan sampah menjadi karya yang bernilai jual. Salah satu daya tarik penting dari wisata karya adalah  pusat penghasil cendera mata (handy craft) yang berbasiskan sampah anorganik. Pengunjung dapat melihat langsung dan belajar mengolah sampah yang tidak berguna menjadi barang yang bernilai jual.  Â
Keempat, wisata alam. Wisata alam adalah perjalanan untuk memanfaatkan alam yang masih asli ataupun alam buatan sebagai objek wisata. Salah satu bentuk pemanfaatan tersebut adalah kegiatan berfoto. Berfoto merupakan kegiatan yang tidak pernah absen dalam wisata baik foto bersama maupun swafoto. Dalam hal ini, DTW Sadar Wisata akan mengembangkan semboyan "Jangan ambil sesuatu kecuali foto dan "Jangan tinggalkan sesuatu, kecuali kenangan".
Khusus untuk swafoto merupakan kecendrungan yang terus menyala di hati pemilik telpon genggam di mana setiap orang merasa tidak lengkap bila tidak memilikinya. DTW Sadar Sampah menyediakan lokasi tempat berswafoto. Instalasi seni yang dibuat dari barang bekas menjadi lokasi foto yang aneh dan menakjubkan sebagai latar belakang ataupun latar depan untuk berfoto.Â
Seperti yang dibuat Gardu Action, sebuah gerakan spontan para pemuda karang taruna Desa Mancingan. Barang yang sudah dianggap tidak berguna dikumpulkan. Dengan ide kreatif mereka bisa membuat sebuah tempat wisata baru yang menarik. Gardu Action ini terletak kawasan Pantai Parangkusumo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Salah satu hal yang menarik adalah banyaknya instalasi seni dari barang bekas yang tersebar di berbagai tempat. Instalasi tersebut memiliki beragam bentuk mulai dari tokoh kartun, hewan, hingga benda-benda abstrak.Â
Yang paling menarik adalah instalasi yang berbentuk sayap kupu-kupu. Dengan latar belakang jingga matahari tenggelam, siluet gesture tubuh dihiasi sayap kupu-kupu akan menciptakan foto nan cantik. Selain bisa berswafoto atau foto bersama di antara instalasi seni, pengunjung juga bisa melakukannya di atas gardu pandang yang menghadap ke laut. Dari atas gardu pandang bisa menebarkan pandang melihat garis pantai yang membentang.
Secara ringkas, unsur terkait dalam membangun DTW Sadar Sampah dapat dilihat pada gambar berikut.
Sungguh sangat bijaksana bila DTW Sadar Sampah dapat dibangun di Sumatera Barat. Paket kegiatan wisata dimulai dengan pertemuan wisatawan dengan si tuan rumah, pengelola DTW Sadar Sampah.Â
Pengunjung diajak berdiskusi dan mengeluarkan pendapatnya tentang jenis sampah, ancaman sampah terhadap lingkungan dan kesehatan, nilai yang tersimpan di dalam sampah dan dilanjutkan dengan pemutaran film tentang sampah itu sendiri. Setelah itu peserta diajak mengunjungi lokasi pengolahan sampah organik menjadi biogas dan pupuk organik serta pemanfaatan biogas untuk menghasilkan energi kompor gas dan listrik. Sedangkan residu biogas dapat dilihat manfaatnya pada kebun pertanian yang telah dibangun di DTW Sadar Sampah.
Selanjutnya, perserta bebas untuk berswafoto, menikmati kuliner dan hiburan lainnya yang telah tersedia. Bagi yang berasal dari luar kota atau yang ingin mendalami teknik pengolahan sampah lebih lanjut, pihak pengelola DTW Sadar Sampah akan menyiapkan paket pendalaman pengolahan sampah serta tempat menginap bagi perserta. Untuk tempat penginapan, bisa saja pengelola bekerjasama dengan penduduk yang berada di sekitar DTW Sadar Sampah yang bersedia memanfaatkan kamar di rumahnya atau faviliun di rumahnya sebagai tempat menginap wisatawan.Â
Sarana Kegiatan DTW Sadar Sampah
Ada dua jenis sarana yang perlu disediakan. Pertama, perangkat lunak yang terdiri dari fasilitator yang akan mendampingi wisatawan. Tentulah fasilitator ini memiliki kualifikasi tersendiri, baik sebagai guide dan tentu orang yang juga mengetahui tentang pengelolaan sampah. Yang tidak kalah penting adalah orang yang mencintai lingkungan yang asri dan sayang kepada sesama manusia.Â
Kedua, perangkat keras yang terdiri dari infrastruktur seperti tempat pengolahan sampah, ruangan tempat pertemuan dan pemutaran film, lokasi swafoto, restoran, dan sebagainya. Yang tidak kalah penting, lokasi ini memiliki manajemen sanitasi yang baik serta lengkap dengan peta jaringan pembuangan limbah padat dan cair.
Catatan Penutup
Buanglah pikiran yang telah terjebak sekedar membuang sampah. Sampah tidak perlu dibuang karena sampai masih memiliki nilai. Orang kreatif, pencinta lingkungan, dan pandai bersyukur dapat menyulap sampah menjadi harta tak ternilai harganya. Kebiasaan "Buanglah sampah pada tempatnya" didorong menjadi budaya baru yaitu  "Manfaatkanlah sampah karena sampah tidak bisa dimusnahkan". Perlu juga dipatrikan di dalam hati bahwa sampah juga rezki dari Allah. Dan memang, ternyata sampah bisa menjadi modal dasar untuk mengembangkan wisata budaya, wisata studi, wisata karya, dan wisata alam. Subhanallah.
Padang, 24 Januari 2018
Ditulis dari beberapa sumber.
Catatan: Tulisan ini merupakan Juara Kedua Lomba Karya Tulis Lingkungan, Kategori Umum, Dalam Rangka Hari Pers Nasional, Hari Sampah, Bulan Mutu dan K3 Tahun 2018 yang diselenggarakan Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Sumatera Barat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H