Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, khususnya TKI blue collar merupakan PR pemerintah yang membutuhkan perhatian khusus. Sebagaimana yang disampaikan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dalam reshuffle kabinet jilid II pada Oktober yang lalu, bahwa untuk tiga tahun ke depan, masalah TKI akan menjadi PR besar bagi pemerintahan Indonesia. Bagaimana tidak, lebih dari dua juta rakyat Indonesia mengadu nasib di luar negeri dan menjadi penyumbang defisa kedua tertinggi sesudah minyak dan gas, namun peraturan dan aplikasi perlindungan yang ada masih jauh dari harapan. Salah satu PR besar bagi pemerintah saat ini adalah revisi UU no.39 Tahun 2004 Mengenai Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Sejauh ini, keberadaan UU ini belum dirasakan keberpihakannya kepada TKI terutama dari segi perlindungan. Mencoba memahami permasalahan TKI dan mendapatkan masukan secara langsung dari pihak-pihak terkait untuk perbaikan UU tersebut, Ledia Hanifa, salah seorang Anggota Komisi IX DPR RI dari F-PKS, dalam kunjungannya ke Jepang untuk menghadiri undangan Asia Africa Parliamentary meeting on ODA On Population and Development di Tokyo, Jepang pada 24-29 Oktober 2011 yang lalu, menyempatkan diri untuk bertemu dengan perwakilan trainee yang ada di sana. Tidak hanya di Tokyo Jepang, dengan meronggoh kantong pribadi, Ledia Hanifa pun singgah ke Taiwan, salah satu negara tujuan favorit TKI. Pada 30 Oktober 2011, dalam rangka mengumpulkan aspirasi dan masukan dari TKI di Taiwan diadakan Dialog TKI yang di selenggarakan di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei yang di komandoi oleh KMIT (Keluarga Muslim Indonesia di Taiwan). Pertemuan yang dihadiri oleh lebih 100 orang perwakilan TKI, Pemerintah dan Mahasiswa di Taiwan ini memberikan banyak input dan catatan merah terhadap permasalahan TKI yang ada, khsususnya di Taiwan. Beberapa poin utama yang disampaikan yakni terkait dengan kasus-kasus overcharging mulai dari saat persiapan keberangkatan, saat berada di negara tujuan kerja hingga pulang ke tanah air. Proses re-entry hiring yang masih melibatkan para agen, direct hiring yang tidak tercover oleh UU terkait, penandatanganan kontrak kerja yang tidak sesuai prosedur yang ditetapkan UU dan agensi yang begitu powerfull membuat para TKI tidak berdaya dan dijadikan komoditi yang terus menerus di eksploitasi. Banyak di antara pekerja, khsusunya yang bekerja di rumah tangga bekerja lebih dari 8 jam sehari dan tidak dihitung lembur, juga tidak memiliki day off. Bagi ABK (Anak Buah Kapal) permasalahan yang dihadapi lebih komplit lagi, lengkap dengan berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh agen dan majikan, hingga pemulangan secara semena-mena. Permasalahan kesulitan dalam menjalankan kewajiban beragama juga jadi permasalahan krusial yang dikeluhkan oleh TKI yang berada di Taiwan seperti : dilarang shalat oleh majikan, tidak boleh berpuasa, tidak di ijinkan menggunakan hijab bahkan beberapa diantaranya di paksa untuk makan babi. Selain merangkum berbagai masukan dari para pekerja yang hadir di acara Dialog TKI yang juga bekerjasama dengan FORMMIT (Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan), bersama dengan Sri Setiawati, Kepala Bagian Ketenagakerjaan KDEI dan perwakilan FORMMIT,Yuherina Gusman dan Yessi Mulyani, diadakan kunjungan ke salah satu Shelter TKI yang berada di Taoyuan. Ada sekitar 12 TKI Indonesia bermasalah yang di tampung di shelter tersebut. Dalam sharing hangat dan penuh dengan nuansa kekeluargaan, satu persatu permasalahan penyebab tingginya angka kaburan di Taiwan terungkap. Salah job merupakan penyebab utama tingginya angka kaburan TKI di Taiwan, selain sebagai tindakan traficcking juga wujud pengeksploitasian TKI Indonesia dalam modern slavery. Pelecehan seksual hingga kasus pemerkosaan juga menjadi faktor pemicu larinya para pekerja dari majikannya. Yang juga perlu diperhatikan yakni tekanan mental yang dihadapi pekerja selama berada di luar negeri. Dari dialog dan sharing singkat namun padat tersebut, diharapkan kunjungan langsung Anggota DPR ini mampu membawa banyak “oleh-oleh” untuk perbaikan dan pembenahan UU penempatan dan perlindungan TKI di negara manapun mereka mengabdi nantinya. (yuher/hdn) Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/11/16118/anggota-dpr-kumpulkan-aspirasi-tki-di-taiwan/#ixzz1cbEwfO6Q
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H