Sosok cahaya itu berpendar-pendar menyilaukan. Tidak ada bentuk wajah disitu. Tapi aku bisa merasakan ia sedang mengamatiku.
Aku mundur ketakutan. Punggungku membentur batu tempatku berpegangan sebelumnya. Aku melompat lagi ke samping. Tapi malah hilang keseimbangan dan terjatuh. Lututku mendarat tepat diatas batu-batu tajam.Â
Cahaya itu bergerak mendekat.
Aku semakin panik dan berusaha berdiri. Namun kakiku terasa lemas. Kubuka mulut hendak menjerit minta tolong. Tapi tak ada suara yang keluar. Akhirnya dengan sekuat tenaga kutarik tubuhku menggunakan kedua lenganku yang gemetar.
Apakah makhluk bercahaya ini sama dengan yang kulihat malam itu ? Apakah ini minema ? Apa ia mau menculikku seperti yang ia lakukan terhadap ayah Andri ? Atau membunuhku seperti anak remaja itu ? Â
Aku tak mau mati disini !
Sampai di tepi sungai, kupaksa kedua kakiku untuk berdiri dan segera berlari.
Tapi aku masih tetap bisa merasakan pancaran cahayanya dari belakang. Dia mengejar !Â
Aku berlari sekencang-kencangnya, berusaha secepat mungkin sampai di desa, sebelum makhluk ini sempat menyambar tubuhku. Kalau sudah memasuki area pemukiman yang ramai penduduk, ia pasti tak akan berani menculikku kan ?
Kupacu lariku lebih cepat lagi. Tak kupedulikan otot-otot kakiku yang sudah menjerit memprotes. Pokoknya aku tidak mau dibawa pergi oleh makhluk ini.