"Kemarin memang ada yang bilang katanya melihat Si Supri berdiri lama sekali di bawah pohon itu sambil komat kamit. Dikira bakal kesurupan. Eeh, tidak lama kemudian malah dia tebang itu pohon !"
"Ooo, waktu komat-kamit itu pasti sedang baca mantra ya ?"
"Iya, iya, betul. Malah katanya sampai dipeluk-peluk segala itu pohon. Aneh ya ?"
"Waduh, masa sih ? Â Saya saja setiap lewat di depan pohon itu, perasaan langsung tidak enak. Merinding seluruh badan. Si Supri malah berani memeluk ? Benar-benar sakti !"
"Tak disangka ternyata kesaktiannya tinggi sekali ya dia. Kalau tidak, mana mungkin bisa mengalahkan penunggu pohon tua itu."
"Berguru dimana ya Si Supri ? Â Saya juga mau kalau bisa sesakti itu."
"Eh, eh, kabarnya potongan-potongan kayunya nanti mau dijadikan perabot rumah lho ? Â Berani sekali !"
"Ih. Masa ? Kenapa tidak dibakar saja sih ? Â Memangnya tidak takut kualat apa ? Kalau saya sih tidak akan mau menyimpan barang seperti itu dirumah."
"Yah, biar saja lah. Yang penting sekarang desa kita tidak akan dijuluki sebagai desa angker lagi. Betul kan ?"
"Betuul !"
Â