POLITIK DINASTI MENUJU MERITOKRASI DI INDONESIA
Indonesia saat ini masih mencari formulasi politik yang tepat untuk dijadikan sistem politik yang kuat dan mampu untuk menjadi sistem yang bisa memberikan peluang kepada siapapun untuk berkontribusi secara aktif dalam kancah politik indonesia. Sejatinya politik merupakan ruang untuk individu menyalurkan gagasan dan ide serta perwujudan dari ide tersebut ke dalam perilaku politik yang beretika dan mampu menjadi teladan serta menghasilkan sebuah kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Sistem politik yang dibangun tentu harus sebuah sistem seperti yang dikatakan di atas bahwa sistem tersebut mengandung keadilan bagi siapapun untuk berpartisipasi dan mempunyai peluang yang sama.
Di Indonesia pada era orde baru, sistem politik lebih cenderung bersifat oligarki yaitu negara dikuasai oleh beberapa orang saja dan bertumpu hanya di pusat saja. Namun saat ini sistem politik indonesia lebih bersifat dinasti. Kita harus memahami terlebih dahulu bahwa yang dimaksud sistem politik dalam karya ilmiah ini bukanlah sebuah sistem yang tertulis dan termaktub dalam undang-undang, namun lebih pada praktek politik yang dilakukan oleh kalangan politisi dan golongannya. Praktek politik dinasti yang saat ini telah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia yang dipelopori tentunya oleh partai politik sebagai lembaga yang sah dalam menjalankan praktek politik.
Harus kita akui bahwa saat ini praktek politik dinasti sering kita lihat dalam perguliran demokrasi indonesia dimana sistem partai lebih mengakomodir pihak-pihak tertentu yang dianggap dapat memberikan keuntungan yang lebih bagi partai atau berdasarkan garis keturunan saja, terlepas apakah individu tersebut mempunyai kapasitas lebih atau tidak. Proses politik yang seperti ini sedang dialami Indonesia diberbagai daerah, salah satu contoh yang kekinian adalah provinsi Banten dengan Gubernurnya Ratu Atut atau patai Demokrat yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono diidentifikasi akan menurunkan tahta partainya ke pada istrinya Ani Yudhoyono atau anaknya Edi Baskoro.
Banyak pihak yang menengarai bahwa proses politik dinasti akan mengurangi makna dari demokrasi yang dianut di Indonesia saat ini. Banyak sekali anak bangsa yang berpotensi untuk berkembang dan berkontribusi dalam memberikan perubahan ke arah positif melalui jalan politik yang harus rela menelan ludah karena tidak dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan. Namun peluang itu masih selalu ada dan masih bisa berproses dari politik dinasti menuju politik yang lebih terbuka, kredibel, dan demokratis.
Tentunya sudah banyak dibicarakan lawan dari politik dinasti yaitu proses politik meritokrasi. Dalam wikipedia.com meritokrasi Berasal dari katameritatau yang berarti manfaat.meritokrasisebenarnya menunjuk kepada bentuksistem politikyang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin, tetapi tetap dikritik sebagai bentuk ketidakadilan yang kurang memberi tempat bagi mereka yang kurang memiliki kemampuan untuk tampil memimpin.
Lebih jauh Dalam kaitan ini Lawson dan Garrod (2002) mengemukakan bahwa meritokrasi adalah:
“A social system in which reward and positions are allocated justly on the basis of merit, rather than ascriptive factors such as genders, ethnic group or wealth. It is often claimed that modern industrial societies are more meritocratic than in the past, and that the education systems in such societies are also meritocratic. However, there is much evidence to show that ascriptive factors such as those listed above exert a considerable influence on an individual’s life chances”.
Dari pernyataan diatas bisa kita serap bahwa meritokrasi merupakan Sebuah sistem sosial di mana penghargaan dan posisi dialokasikan adil pada berdasarkan kinerja, bukan faktor askriptif seperti jenis kelamin, kelompok etnis atau kekayaan. Dan jauh lebih dari pada itu sudah cukup banyak bukti yang semakin mempersepsikan bahwa meritokrasi adalah sistem politik yang bagus. Pada dasarnya dapat dilihat bahwa modernisasi di banyak negara tidak mungkin dapat terwujud tanpa penggunaan azas-azas meritokrasi yang kuat (Young, 1958; Brooks, 2002).
Kita harus sepakat bahwa sistem politik yang lebih terbuka dan lebih demokratis akan memberikan ruang-ruang kepada publik untuk lebih giat dalam berpartisipasi membangun demokrasi indonesia ke arah yang lebih dewasa dan substansial. Persoalannya hari ini adalah bagaimana membangun transisi proses politik dinasti menuju proses politik meritokrasi ditengah kondisi proses politik dinasti dimana partai sampai proses pilkada dijalankan dengan praktek-praktek tersebut yang membuat produk demokrasi menjadi tidak sehat maka sudah saatnya membangun pondasi demokratisasi dengan jalan meritokrasi. Proses transisi bisa dimulai melalui Undang-undang yang berkaitan dengan kepartaian dan pemilu.
Referensi :
1. Brooks, David. “The Merit of Meritocracy”. The Atlantic Monthly,2002
2. Lawson, D & J. Garrod. The Complete A-Z Sociology Handbook. Penguin. Boston. 2002
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H