Semalam saya menonton acara reality show di salah satu stasiun tv, yang mendatangkan orang-orang yang luar biasa. Salah satu dari mereka ada yang menohok hati saya.
Berapa banyak siyh diantara kita yang masih sadar untuk berbagi dengan orang lain di saat hidup kita sendiri sedang sulit? Mungkin jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
Memberi di saat kita berlimpah, itu hal yang biasa-biasa saja. Tapi, memberi dalam keadaan kekurangan, itu sungguh luar biasa. Beliau mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak jalanan dengan menggaji satu orang guru. Padahal untuk kebutuhan hidup sehari-harinya saja belum tentu terpenuhi. Beliau tinggal di pinggiran rel kereta api dan mata pencahariannya hanya sebagai seorang pemulung. Beliau mampu berbagi dengan orang lain di tengah segala kekurangannya. Hebat kan!?!
Saya yakin, tidak semua orang mampu melakukan hal itu dengan "ikhlas" (termasuk saya). Darinya, saya belajar untuk lebih peduli dengan apa yang ada di sekitar kita. Belajar menghargai keadaan seburuk apapun dengan "legowo", dan juga memberikan sebuah pelajaran hidup, bahwa memberi saat kita kekurangan adalah jauh lebih berharga daripada memberi saat kita berkelebihan.
Dan saya meyakini bahwa lima dikurang lima hasilnya tidak sama dengan nol, tetapi bisa lima puluh bahkan mungkin lebih.
***
Dia Ada (Di Sekitarmu)
terik yang masih sama:
sosok renta lunglai ditelan usia
yang ditertawakan oleh impian
raut wajahnya terselubung seribu sembilu
terpandang tegas kepadamu, tatkala
tengadahnya memohon sekedar receh
berpinta kepadamu sekeping koin
berlambang "ikhlas"
jangan palingkan wajah sempurnamu
hanya karena bau anyir borok tubuhnya
atau semilir bau apek baju terbawa angin
yang mungkin menjijikan bagimu
dialah deruan bayu yang menyadarkanmu
agar tetap melutut ke bumi
dialah jembatan menuju surgaNya
masihkah kau tak akan peduli?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H