Implementasi Transformasi Literasi Kurikulum Merdeka
Oleh : Drs. Yufrizal, MM
Pamong Belajar Ahli Madya
SKB Kota Bandung
Pendahuluan
Menurut Gerakan Nasional Revolusi mental ada Enam dampak dari rendahnya budaya literasi adalah kurangnya pengetahuan, meluasnya kemiskinan, tingginya angka putus sekolah, meningkatnya angka kriminalitas, rendahnya produktivitas kerja dan rentannya seseorang dalam menyikapi informasi.
Dari sisi lain, kata literasi sudah sangat menggaung di tengah masyarakat, baik dikalangan dunia pendidikan maupun secara global. Literas menjadi ikon dalam gerakan-gerakan kebijakan pendidikan dari usia dini sampai ke masyarakat awam.
 Kata literasi sangat familiar, sehingga dalam kurikulum merdeka yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi juga mendasarkan Transformasi literasi melalui Merdeka Belajar. Bahkan dalam Perngatan Hari Aksara Internasional yang digelar di Lombok tanggal 8 September 2022 juga bertema Transformasi Literasi Dalam Kontek  Merdeka Belajar.
Pentingnya proses pendidikan mengimplementasikan literasi menuntut kepada para pendidik dan pengambil kebijakan di pendidikan untuk memiliki pemahaman konsep yang benar terhadap implementasi literasi. Bukan sekedar istilah literasi yang di pajang dan ditulis di dinding-dinding sekolah.
Faktanya, pemahaman terhadap literasi itu sendiri masih sangat dangkal, bahkan ada yang menganggap literasi itu membangun pohon literasi di dinding kelas, membuat pojok baca dengan beberapa buku yang tersusun tanpa boleh disentuh.
Jika literasi merupakan suatu strategi atau kemasan dalam mewujudkan Merdeka Belajar sesuai dengan kebijakan pemerintah tentu banyak elemen yang perlu memahami dan mampu mengimplementasikan cara dan gaya mengajar yang nantinya mampu menghasilkan generasi muda yang handal. Memiliki karakater pancasilais dan menguasai cara berpikir kristis dan tentunya mengusai dunia digital.