*
* Setelah Hujan Reda, badai terkurung manik-manik menjelma mutiara.
Jika larut dalam takzim doa kepada Nya..
seutas nafas dipertaruhkan jiwa.
Terjagalah mengambil wudhu,
dalam syair-syair dititipkan gurat rindu dan asa ….
Senantiasa merebahlah engkau di sajjdah Nya.
Dan ketika seuntai kata menemuimu di ujung daun,
Dibisikannya kepada mu,
Engkau bukan apa-apa, angin bukanlah sahabat
Apalagi badai …
Engkau tak bersandar di akar, engkau tak berdahan
Menua kau dalam biarkan engkau,
Terhentak, dalam getar getir menuai petir,
Dan sahabatmu bukanlah hujan, yang tak berhalang lalu,
Ia susupi tiap lorong rahasia, tak berkutik engkau dari jamah
Menimbunkan sumpah dan salah ….
Kepadamu semua lagu di “sumbang” kan ….
Atau tengadah kau meniti jurang …
**
Dan seuntai sajak lama tak terguratkan,
Menjadi darah mengalir, bernafas dalam kecewa
Beranak pinak bersuku-suku menjadi batu
Untuk meredam dendam, karena ada rahasia dosa
Yang enggan ….
Menjadi puisi tiap jejak motivasi, kau baca dalam hati
Bait di sanubari ritma berderai airmata,
Tak harus engkau baca di negerimu sendiri..
*Sebuah puisi tak sempat kubacakan dinegeriku sendiri,
Karena tidak akan ada yang peduli ……..
BANDUNG, 27 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H