Kenangan masa kecil di Pasaman
Teringat masa kecil dulu di Pasaman, Propinsi Sumatera Barat hal yang sangat ditunggu-tunggu setelah hari raya Idul Fitri adalah acara “Malapeh Larangan” yaitu suatu acara membongkar ikan larangan di sungai.
Disebut dengan istilah ikan larangan karena disepanjang area sungai yang sudah disepakati masyarakat dengan pimpinan adat tidak boleh mengambil ikan atau menangkap ikan dengan cara apapun dan oleh siapapun.
Dalam kesepakatan tersebut ditentukanlah area sungai yang di larang, sanksi-sanki serta denda bagi yang melanggar atau ketahuan menangkap ikan.
Pada sungai yang di larang itu diberi tanda pancang atau bendera sebagai pertanda batas-batas yang tidak boleh diambil ikannya.
Dahulu untuk pengamanan agar ikannya tidak diambil diberi jampi-jampi oleh paranormal sehingga yang berani mengambil ikan di daerah tersebut akan mendapat sanksi bisa berupa ngak bisa keluar dari daerah itu, atau bahkan yang lebih ekstrimnya bisa mendatangkan penyakit kalau ikannya di makan.
Tetapi sejalan dengan perkembangan zaman, pengamanan seperti itu sudah jarang dilakukan, lebih mengutamakan kebersamaan dan saling memiliki.
Hal yang sangat ditunggu-tunggu itu adalah pesta “Malapeh Larangan “ /pembongkaran ikan larangan itu. masing-masing daerah yang memiliki kawasan ikan larangan akan membongkar ikan larangan dalam waktu yang tidak bersamaan, sehingga masyarakat dapat pula berbaur ke daerah lainnya.
Acaranya biasanya sangat ramai, baik sebagai peserta yang ingin menangkap ikan maupun yang sekedar beramai-ramai. Tentunya untuk kuliner ada pula yang berjualan sepanjang sungai.
Panitia juga menyediakan bonus biasanya ikan berpita, yaitu beberapa ikan ditandai dengan memberi pita, kemudian dilepas lagi ke sungai. Siapa yang mendapatkan ikan ber-pita akan mendapat hadiah yang telah ditentukan
Setiap peserta yang akan ikut menangkap ikan terlebih dahulu mendaftarkan diri ke panitia dan membayar uang pendaftaran yang besarnya biasanya berbeda untuk masing-masing alat tangkap. Mereka diberi nomor dan tanda pengenal.
Uang hasil pendaftaran tersebut dikumpulkan oleh panitia yang digunakan untuk pembangunan masjid didaerah itu sesuai kesepakatan yang telah dibuat pada awalnya.
Begitu pula dengan denda atau sanksi yang diberikan kepada masyarakat yang berani mengambil ikan sewaktu masih dalam larangan, semuanya bermuara ke pembangunan masjid atau tempat ibadah.
Indah memang rasanya mengingat itu, semua bergembira, masyarakat berbaur. Pembangunan masjid dapat diangsur pula, tetapi dibalik itu semua masih ada lagi positifnya seperti :
1.Terjaganya kelestarian ikan dan sungai, karena tidak ada yang mengambil ikan sembarangan dan tidak boleh menggunakan alat setrum atau racun,
2.Rasa saling memiliki dan mencintai alam dan tentunya rasa kebersamaan
3.Mendidik masyarakat taat akan tata aturan yang disepakati, karena sanksinya biasanya berupa denda dan sanksi psikologis, karena yang ketahuan mengambil ikan larangan akan diumumkan kepada masyarakat.
Sekarang ini kami sudah bermodisili di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat sudah duapuluh tahun. Ingin pula rasanya mengikuti pesta ikan larangan di daerah ini, tetapi disini belum ada kawasan ikan larangan seperti yang pernah kami alami masa kecil dulu.
Solokselatan24feb15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H