Desa Buntu, Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah untuk mengikuti program Local Immersion/Live In yang direncanakan. Program ini dirancang untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan siswi kelas X selama 4 hari, mulai dari tanggal 4 hingga 7 Maret 2024.
Â
Tiba di Desa Buntu, penulis segera sadar akan kondisi jalanan yang sempit dan rumit, dengan banyak gang yang membuat navigasi menjadi sulit. Selain itu, penulis juga menyaksikan banyaknya sampah yang berserakan di berbagai sudut jalan. Meskipun situasi ini mirip dengan kondisi di kota, namun kendaraan seperti truk sampah akan mengalami kesulitan melewati jalanan sempit tersebut.
Pada hari pertama, tanggal 4 Maret 2024, penulis dan rekan-rekan menjalankan kegiatan community service di Desa Buntu dengan membantu membersihkan sampah-sampah yang tersebar di berbagai sudut jalan. Kami berkeliling untuk memastikan bahwa jumlah sampah yang tergeletak dapat dikurangi.
Â
Penulis menyadari bahwa manajemen sampah yang buruk dapat berdampak negatif pada lingkungan sekitar, termasuk kualitas udara, air, dan tanah. Anak-anak yang sering bermain di jalanan juga berisiko tinggi terkena penyakit, terutama jika sanitasi di daerah tersebut masih kurang memadai.
Â
"Ibu Sumi menyampaikan, 'Sangat dibutuhkan truk sampah di sini, tapi sulit karena banyak anak kecil dan jalanan yang sempit.' Ia, yang memiliki seorang anak, merasa terganggu dengan keberadaan sampah di sudut-sudut jalan karena bau tak sedap yang ditimbulkannya.
Dalam masalah ini, teori konflik milik Karl Marx mengungkapkan bahwa masyarakat terbagi menjadi kelompok - kelompok yang bersaing untuk sumber daya dan kekuasaan. Teori ini menyoroti konflik yang muncul antara masyarakat lokal dan faktor - faktor eksternal seperti manajemen sampah. Ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya, seperti akses fasilitas pengelolaan sampah, menciptakan ketegangan antara kelas sosial.
Masyarakat lokal, seperti yang diwakili Ibu Sumi, merasa terganggu dengan kondisi jalanan dan keberadaan sampah. Namun sulit untuk memperbaiki situasi tersebut karena keterbatasan akses terhadap sumber daya seperti truk sampah dan infrastruktur pengelolaan sampah yang kurang memadai. Dengan menggunakan lensa teori konflik, dapat dipahami bahwa dinamika sosial yang terlibat dalam manajemen sampah di Desa Buntu dan mempertimbangkan solusi yang dapat mengatasi konflik tersebut untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H