Mohon tunggu...
Yudye
Yudye Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Menuju tak terbatas dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Siapa Sangka? Plasenta Janin Manusia Juga Dimakan Sebagai Sup Kesehatan!

26 Mei 2024   18:05 Diperbarui: 26 Mei 2024   18:05 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia digemparkan dengan berita mengerikan sekitar Juni 2008 bahwa ada restoran di Cina yang secara terang-terangan menjual sup janin. Bahan baku makanan ini adalah embrio manusia, terlepas dari namanya Spare Rib Soup. Di provinsi Guang Dong, sup janin manusia yang dibuat tersebut dipercaya bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan seksual. Salah seorang pelanggan mengatakan bahwa harganya adalah CHY 4.000 (setara dengan USD 600 atau Rp 5 juta) per porsi.

Selain itu, sup janin ini tidak selalu tersedia setiap hari. Untuk menikmatinya, Anda harus memesan terlebih dahulu. Wanita yang ingin menggugurkan kandungannya biasanya jadi target untuk dibeli janinnya. Usia janin juga mempengaruhi harganya.

Restoran yang terang-terangan menyajikan sup janin dipercaya sebagai bukti bentuk kepedulian orang Cina terhadap kesehatannya. Selain itu, kebijakan pemerintah Cina yang mewajibkan setiap keluarga memiliki satu anak saja juga menyebabkan lebih banyak aborsi dan gagasan untuk memasak janin yang digugurkan.

Faktanya,
orang-orang di Shanghai, Cina, suka memasukkan plasenta rusa untuk meningkatkan kinerja stamina keperkasaan. Di sisi lain, ada yang mengatakan bahwa plasenta manusia tidak hanya dapat meningkatkan gairah berhubungan, tetapi juga dianggap dapat mengurangi depresi setelah melahirkan. Plasenta biasanya dimasak sebagai sup dan juga dimasak seperti daging biasa, seperti dipanggang, dikukus, atau cara lainnya.

Ini karena meskipun tampak seperti hati, tekstur plasenta lebih mirip spons. Jika plasenta tidak dikeringkan terlebih dahulu, biasanya masih ada darah di dalamnya. Ini jelas sangat berbahaya karena ada kemungkinan bahwa penyakit kuman masih tersebar di sana.

Bagaimana pendapat Anda setelah mengetahuinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun