Menurutnya, perubahan konteks Sosial-Ekonomi pada era itu menjadi pemicu munculnya berbagai aksi perampokan yang dilaksanakan oleh para ‘jago’ atau pendekar yang berasal dari pinggir Batavia atau Ommlanden. Kepemilikan lahan yang di luar Batavia yang diserahkan kepada pengusaha-pengusaha asal Tionghoa, Eropa, dan Arab menciptakan ketidakadilan yang semakin besar dikalangan warga.
Olehkarenanya, munculah para bandit-bandit yang melakukan perampokan kepada tuan tanah atau mereka yang memiliki kesejahteraan berlebih. Menurut penjelasan Van Till, Si Pitung merupakan bandit yang melakukan perampokan dan pemerkosaan terhadap perempuan.
Aksi si Pitung berlangsung selama enam bulan. Schout Hinne yang pada waktu itu berhasil menghentikan sepak terjang Si Pitung berhasil mendapatkan simpati dan polularitas yang baik dari kalangan Eropa yang tinggal di Batavia kala itu.
Pada tahun 2011, Van Till Kembali menerbitkan karyanya yang berjudul “Banditry in West Java 1869-1942”. Pada buku ini Van Till juga membahas khusus tentang si Pitung dengan membandingkan berbagai data yang ada, mulai dari dokumen media masa, artikel, buku, tradisi lisan, dan juga film.
Salah satu penjelasan yang menarik dari tulisan ini ialah mengapa Si Pitung menjadi begitu popular dikalangan masyarakat Betawi, padahal ada banyak ‘jago’ atau pendekar lain yang bermunculan pada era tahun tersebut. Ia menjelaskan penggunaan senjata api jenis revolver yang digunakan oleh Pitung dan teman-temannya menjadi salah satu factor yang menyebabkan dirinya begitu fenomenal.
Terlepas dari perspektif yang digunakannya, karya-karya Van Till yang menyuguhkan berbagai data dan sumber memperkaya kazanah intelektual di Indonesia tentang legenda Si Pitung.
Bagi masyarakat Jakarta, nama Si Pitung tetap hidup sebagai simbol identitas kebetawian, terutama bagi mereka yang masih menekuni seni bela diri pencak silat.
Pitung dan silat Betawi bagaikan satu kesatuan, dua sisi dalam mata uang. Pitung menjadi tokoh panutan bagaimana ilmu bela diri silat Betawi harus difungsikan untuk membela kaum lemah, bukan sebatas ajang pamer kebolehan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI