Para pihak dari perusahaan manufaktur pesawat tersebut memang bukan pihak yang terkait langsung dalam peristiwa kecelakaan pesawat, namun kepakaran mereka bermanifestasi menjadi sebuah produk pesawat terbang berkaitan langsung dengan peristiwa kecelakaan. Sehingga di sini terdapat 2 (dua) peristiwa yang berbeda namun saling terkait, yaitu peristiwa kecelakaan pesawat dan peristiwa pembuatan pesawat.
Oleh karena itu penggunaan dan pemaknaan frasa “saksi ahli” yang berlaku saat ini sudah saatnya dirombak. Pakar/ahli yang hanya menyaksikan suatu kasus melalui suatu media tanpa terlibat didalamnya tidak bisa kita sebut sebagai “saksi ahli”. Mungkin saja akan ada pertanyaan seperti “kan mereka menyaksikan peristiwa kasus yang terjadi, karena frasa “menyaksikan” berasal dari kata “saksi”!” Benar mereka melihat dan menjadi “saksi”, namun dari segi terminologi “saksi” yang dimaksud bukan makna yang disepakati dalam dunia hukum yang menyatakan “saksi” sebagai pihak yang mengalami langsung suatu peristiwa. Dilihat dari kalimatnya, makna kata sākṣī yang berasal dari bahasa Sansekerta (yang dijelaskan pada sub judul ke-2) boleh jadi diperuntukan bagi orang yang mengalami langsung suatu peristiwa.
Ini adalah masukan untuk masyarakat, terutama media massa, untuk mengkaji kembali penggunaan frasa “saksi ahli”. Bahkan banyak pakar, akademisi, sampai praktisi hukum kurang setuju dengan penggunaan frasa tersebut yang diperuntukan bagi pakar yang notabene pihak luar yang tidak terlibat dalam suatu kasus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H