Pada hari Sabtu (6/3/2021) seorang remaja yang masih berstatus pelajar sekolah menengah pertama di salah satu Kabupaten Provinsi Bengkulu ditemukan meninggal dunia karena bunuh diri.Â
Adapun motif bunuh diri, menurut keluarga korban dilansir dari gobengkulu.com diduga kuat karena masalah sepele akibat kekecewaan korban yang tidak dibelikan handphone baru oleh orang tuanya.Â
Kejadian serupa juga pernah terjadi, dimana seorang remaja sekolah menengah pertama bunuh diri karena tidak dibelikan sepeda motor. Hal ini sangat memprihatinkan dan membutuhkan perhatian serius oleh berbagai pihak agar kejadian yang sama tidak terulang di masa yang akan datang.
Secara Nasional kasus bunuh diri pada anak dan remaja sering terjadi. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus bunuh diri sering terjadi pada anak usia 12-15 tahun. Pada rentang usia tersebut sangat rawan karena merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial.
Kasus bunuh diri pada pelajar umumnya disebabkan oleh pikiran negatif atau depresi berat karena beratnya masalah sehingga berbuat nekat membunuh dirinya sendiri dengan berbagai cara.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan penyebab seorang pelajar melakukan bunuh diri antara lain kondisi internal pribadi , kondisi biologis dan faktor lingkungan. Secara umum ada tiga masalah yang dihadapi oleh pelajar yang berniat untuk melakukan bunuh diri yaitu depresi, konsep diri dan hubungan dalam keluarga.
Masalah yang pertama adalah depresi yang apabila berlangsung lama dan serius dapat menjadi salah satu penyebab bunuh diri. Depresi adalah puncak dari semua perasaan bersalah, marah, merasa tidak berarti dan tidak diinginkan.
Masalah yang kedua adalah konsep diri. Pemahaman tentang konsep diri yang keliru oleh pelajar membuat mereka merasa tidak diinginkan, tidak berharga dan tidak seorang pun mengasihi mereka. Terkadang mereka berpikir nekat dan tidak logis serta tanpa pikir panjang dan berangan-angan bahwa masalahnya akan selesai bila melakukan bunuh diri.
Masalah yang ketiga adalah hubungan dalam keluarga. Masalah yang terakhir ini menyangkut hubungan atau komunikasi yang baik antara anggota keluarga. Adanya konflik internal keluarga seperti perceraian orang tua, keributan atau kekerasan dalam rumah tangga, konflik berkepanjangan di antara kedua orang tua menyebabkan anak frustasi dan depresi serta tidak kuat lagi menanggung rasa sedih dan penderitaan sehingga memutuskan untuk bunuh diri.
Pencegahan (prevensi) kasus bunuh diri pada pelajar dapat dilakukan antara lain dengan memberikan perhatian khusus dan waktu luang yang lebih oleh orang tua. Selain itu orang tua harus memperhatikan setiap kondisi psikologis anak baik saat di rumah maupun di luar rumah. Orang tua juga harus selalu waspada dan pro-aktif dalam mengawasi anak yang sedang mengalami depresi berat atau pernah menyatakan niat untuk bunuh diri.
Pembekalan ilmu agama juga perlu ditingkatkan oleh orang tua dan guru agama di sekolah. Serta bimbingan dan konseling oleh wali kelas atau guru konselor terhadap murid yang memiliki masalah serius..Â