Mohon tunggu...
Wahyudi
Wahyudi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Sewa Menyewa Menurut Islam

26 Desember 2016   17:18 Diperbarui: 26 Desember 2016   17:32 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewa menyewa adalah pertukaran kepentingan antara pemilik barang dan yang mempunyai barang sehingga kedua pihak sama-sama dapat keuntungan masing-masing. Adapun barang yang menjadi objek akat sewa, yaitu bermacam-macam yang pertama kita bias menyewakan barang berupa sepeda motor atau tanah.

Sewa menyewa mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat dalam sehari-hari dari jaman dulu hingga jaman sekarang. Apabila sewa menyewa tidak diperbolehkan dalam Islam, maka akan banyak menimbulkan berbagai kesulitan-kesulitan. Dalam hal sewa menyewa ini hanya mengambil manfaatnya saja dalam artian sewa dengan yang menyewakan tidak ada ketidaknyamanan, contoh : ketika itu ada seseorang yang ingin menyewakan barangnya berupa sepeda motor dan waktu itu  saya mempunyai uang lalu orang yang ingin menyewakan barang tersebut haruslah tidak kurang atau bermanfaat pada saya yang ingin menyewa barang tersebut.

Karena menyewakan barang yang kurang atau tidak bermanfaat itu tidak boleh karena bermanfaat pada satu pihak, misalnya kita menyewakan barang yang tidak bermanfaat seperti motor yang sudah rusak itu sudah merugikan satu pihak dan itu dilarang karena merugikan satu pihak.

Sewa menyewa yang tidak boleh menyewakan, diantaranya : pohon yang hanya diambil buahnya saja, sapi perah yang hanya diambil susunya saja dan lebih jelasnya lagi, mengapa sapi tidak boleh disewakan? Karena sapi mendapat keturunan.

Sudah dijelaskan dalam hadits :

Diriwaatkan dari Handolah bin Qois Al Anshori bahwa dia berkata : “Aku bertanya kepada Rafi’ bin Khudaij tentang sewa menyewa tanah dengan emas dan perak. Maka dia berkata : “Tidak apa-apa. Dahulu para manusia saling menyewakan tanah pada masa sebelum Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan hasil tanah pada bagian yang dekat dengan air dan bendungan dan dengan bagian tertentu dari hasil tanam, sehingga bagian di sini binasa dan di bagian lain selamat, dan bagian ini selamat dan bagian lainnya binasa. Dan manusia tidak melakukan sewa menyewa kecuali dengan model ini. Karena itulah hal ini dilarang. adapun sewa menyewa dengan sesuatu yang jelas diketahui, maka tidak apa-apa.

Sudah dijelaskan dalam hadits diatas bahwa sewa menyewa yang diketahui tidak apa-apa tetapi sewa menyewa yang tidak diketahui itu haram.

Kita mengatakan bahwa akad itu sudah sempurna ketika pihak pemilik lahan menyerahkan tanahnya dan penyewa sudah membayar uang sewanya, adapun hal-hal yang terjadi di kemudian hari, maka itu adalah sesuatu yang diluar kemampuan manusia untuk mengetahui dan mengontrolnya. Itu adalah murni milik Allah subhaanahu wa ta’ala. 

Seperti seseorang yang menyewa rumah dan sudah membayar uang sewa, kemudian dia menempati rumah itu, lalu baru beberapa hari kemudian terjadi sesuatu di luar kehendaknya, misalnya dia tidak kerasan di rumah itu atau terjadi bencana alam yang memporakporandakan semua, bahkan sampai rumah tempat tinggal pemilik rumah yang disewa juga hancur, apakah kemudian kita akan mengatakan bahwa pihak penyewa didzalimi, karena dia belum mendapatkan manfaat sesuatu yang disewa, kecuali hanya beberapa hari saja? Tentu saja tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun