Mohon tunggu...
YUDI WIJANARKO
YUDI WIJANARKO Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar segala hal

Seorang Fasilitator, yang berusaha mempermudah yang susah, menghubungkan yang terpisah

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Para Kepala Daerah, Ayolah...

26 Januari 2020   08:14 Diperbarui: 26 Januari 2020   20:39 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Advokasi peningkatan pembangunan dan layanan sanitasi kepada Bupati Soppeng, Andi Kaswadi Razak | dokpri

Tulisan ini hendak menyarankan kepada para Kepala Daerah untuk mulai peduli dan mengurusi sanitasi. Yah, sekedar saran. Karena ini tulisan dari orang yang biasa saja, saya yang tak punya kuasa memerintah Kepala Daerah itu. Jika punya kuasa, pasti akan saya perintah!

Karena apa? Karena kondisi sanitasi kita sudah darurat. Kepala Daerah perlu bangun segera dari tidur dan mimpi-mimpinya. Mereka selama ini bermimpi, bahwa warga sudah cukup hanya dilayani dengan pembangunan fisik semacam trotoar, destinasi wisata, atau dibiayai pendidikan dasar dan pengobatannya. Tidak, tidak cukup itu. Warga perlu kebutuhan dasarnya; sanitasi.

Apakah para Kepala Daerah itu akan terus membiarkan kondisi sanitasi Indonesia seperti sekarang ini. Sanitasi kita tetap menjadi terburuk kedua di dunia. Jumlah warga kita yang masih buang air besar sembarangan (BABS) tetap 25 juta orang atau bertambah? Akankah hal itu akan dibiarkan saja? Seharusnya tidak, jika para Kepala Daerah berpikir. Karena apa? Sebab kondisi yang terjadi saat ini adalah juga buah ketidakpedulian para Kepala Daerah!

Kita hidup di negeri yang kurang teladan. Ada yang sudah baik, tapi itu sedikit. Kepala Daerah ibaratnya adalah seorang Ayah, Kepala Keluarga. Idealnya, ia tak hanya mampu membangnkan rumah indah untuk istri dan anak-anaknya. 

Ia tak cukup hanya membiayai pendidikan dan kehidupan keseharian anggota keluarganya. Tapi juga harus memimpin anggota keluarga untuk menjaga rumah selalu bersih dan sehat. Mengelola sampah rumah tangganya, menjaga saluran pembuangan rumah tidak mampet atau selalu rutin memanggil truk tinja untuk menyedot tinja rumah tangganya. Itulah Kepala Rumah Tangga yang bertangungjawab.

Kepala Daerah yang bertangungjawab tidak hanya gemar mempercantik trotoar kota. Tidak cukup hanya membangun kampung-kampung dengan mewarnai dinding dan jalan kampung beraneka rupa. Atau hanya rajin membuka festival jajanan atau festival wisata. Kepala Daerah, sekali lagi, harus peduli pada kondisi sanitasi warganya.

Tontonan yang kita saksikan selama ini, sedikit sekali Kepala Daerah yang peduli sanitasi. Sanitasi adalah urusan dasar wajib bagi kabupaten/kota. Klausul ini sudah baku tercantum dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Meski sudah ada regulasi tertinggi, toh tak membuat para Kepala Daerah peduli. Sanitasi tetap tidak diurus. Sanitasi bukan program prioritas dan tidak penting dilaksanakan. Jadi jelas, kan? Sudah diatur regulasi setingkat Undang-Undang pun tetap tidak peduli.

Sejatinya sanitasi itu berat, tak mudah mengelolanya. Ia tak saja soal membangun infrastruktur, namun juga menyiapkan suprastrukturnya. Sanitasi tidak cukup hanya membangun sarana, tapi juga mengajak dan mendidik warga yang akan menerima manfaatnya. Deretan kebutuhan lainnya masih ada, seperti regulasi/aturan untuk mengelolanya. Pendanaan atau anggaran untuk operasional dan perawatannya pun harus sedia. Rumit ya?

Sudah sedemikian rumit, hasil kerja membangun sanitasi baru bisa dilihat hasilnya dalam waktu yang lama. Tak bisa sekejap mata. Tak cukup dalam setahun dua tahun anggaran. Sejumlah tahapan sebelum dan sesudahnya memerlukan upaya dan ikhtiar serta agenda kegiatan yang tak sederhana. Sanitasi adalah soal proses. Ia tentang membangun manusia agar bisa memiliki dan merasa beradab kembali. Sanitasi itu membangun dalam arti sesungguhnya; peradaban manusia.

Sulit ya? Terlebih sanitasi adalah kerja kolaborasi. Berbagai pihak harus memiliki cara pandang yang sama dan harus terlibat di dalamnya. Pemerintah Daerah menjadi pemimpin, inisiator dan teladan gerakan pembangunannya. Jajaran Organisasi Pemerintah Daerah (OPD), baik OPD teknis maupun non teknis, harus sedia kerja bersama. Dinding sektoral dirobohkan, agar kesatupaduan semangat untuk memicu dan memacu serta memotivasi warga untuk sadar sanitasi terjaga.

Setidaknya ada dua langkah awal yang harus diselesaikan. Pertama kesamaan pandang atau persepsi yang sama di internal pemerintah daerah. Kedua, memberikan pemahaman dan mengubah pola pikir masyarakat terkait sanitasi. Kedua tahap ini harus dijalankan, baik sebelum ataupun paralel dengan proses pembangunan sarana. Boleh dibilang, kedua menjadi syarat wajib, agar sarana dan prasarana sanitasi tidak menjadi monumen mati seperti yang selama ini terjadi.

Dua hal itu sulit, setidaknya dalam kacamata para pemimpin daerah kita. Itulah kenapa, banyak sekali (sekali lagi, banyak sekali!) pemimpin kita di daerah (Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, Kepala Desa/Lurah) yang belum peduli pada sanitasi. Sanitasi bukan sektor pembangunan yang diidolakan. Data masih sedikitnya kabupaten/kota di Indonesia yang bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah potret nyata ketakpedulian Kepala Daerah kita.

Mari simak data Bappenas ini. Sampai dengan akhir tahun 2018 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, baru ada 23 yang telah bebas BABS. Di level provinsi, malah baru ada 1 provinsi yang bebas BABS, yakni DI Yogyakarta. Tuh kan? Nyata benar, sanitasi selama ini tidak atau belum diurus.

Kepala Daerah di banyak wilayah negeri ini beserta jajaran Dinas/OPD lebih menyukai  pekerjaan yang lebih mudah daripada sanitasi. Mereka lebih suka pada program atau kegiatan yang "itu-itu saja" yang lebih nampak dan cepat dilihat hasilnya. Fakta yang ada sekarang, banyak Kepala Daerah lebih mendukung jajaran di pemerintahannya membangun trotoar, misalnya, daripada membangun sebuah Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).

Dinas atau OPD terkait sanitasi di banyak Pemerintah Kabupaten/Kota lebih bergairah memperbaiki jalan-jalan di perkampungan dan mengecat kampung warna-warni daripada membenahi sanitasi warga di permukiman itu.  Bupati/walikota lebih senang mengadakan aneka rupa festival atau membangun pusat-pusat jajanan dan kuliner daripada menyediakan Tempat Pengolahan Sampah 3R atau Bank Sampah bagi warganya. Begitu kan faktanya?

Ini juga adalah fakta, bahwa ratusan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah dikelola tak sesuai regulasi. Pun meski telah ada undang-undang yang mengaturnya. Ratusan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di berbagai kabupaten/kota mangkrak tak terpakai. Di sisi lain, banyak pula proyek-proyek sanitasi meninggalkan monument-monumen. Mati dan tak terpakai.

Para Kepala Daerah, Ayolah....

Pemerintah Pusat melalui banyak kementerian, seperti Kementerian PPN/Bappenas, Kesehatan, PUPR, Dalam Negeri, Keuangan dan lainnya, tak kurang-kurangnya memberikan suntikan program sanitasi. Program yang digulirkan ke kabupaten/kota bukan saja program fisik pembangunan sarana, namun juga program bantuan teknis dan advokasi sanitasi. 

Salah satu program yang fenomenal adalah Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Program yang digagas Nugroho Tri Utomo (almarhum) ini mewajibkan setiap kabupaten/kota di Indonesia membangun sanitasi secara integral dan berkelanjutan dan berskala kota/kabupaten.

Program yang mulai diluncurkan tahun 2010 ini menyentuh semua aspek dan berjalan dari hulu ke hilir. Tidak itu saja, program juga membongkar dinding sektoral dan harus dikerjakan bersama melalui Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Linkungan (Pokja AMPL) atau Pokja Sanitasi. 

Boleh dikatakan, mulai tahun 2010 itu, program sanitasi di Indonesia mengalami puncaknya. Gairah menyala-nyala hampir di semua kabupaten/kota pesertanya. Program ini sangat ideal, karena dimulai dengan perencanaan yang komprehensif melalui dokumen perencanaan sanitasi bernama Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Sampai akhir tahun 2019, menurut data Bappenas, sebanyak 460 kabupaten/kota telah mengikuti program ini dan memiliki dokumen SSK.

Pertanyaanya kemudian, apakah sanitasi kita telah terbangun dengan baik? Apakah para Bupati/Walikota telah peduli sanitasi? Apakah sanitasi telah menjadi program prioritas di daerah? Jawabannya, belum!

Program PPSP yang ditujukan sebagai daya ungkit pembangunan sanitasi menemui banyak tantangan. Di samping pendanaan, faktor terbesar dan menentukan kemajuan pembangunan sanitasi adalah masih minimnya dukungan Kepala Daerah. Harus diakui, program mulia seperti PPSP berakhir di tangan Kepala Daerah yang kurang peduli. 

Pokja AMPL/Sanitasi di banyak kabupaten/kota telah melakukan berbagai langkah advokasi sanitasi kepada Kepala Daerahnya. Ada yang berhasil, namun lebih banyak lagi yang gagal. Akhirnya, masalah kembali pada jantung persoalannya, yakni Kepala Daerah yang tidak atau kurang peduli.

Dari ratusan Kepala Daerah (BupatiWalikota) di Indonesia yang sadar dan teradvokasi sanitasi, kemudian "berjuang" membentuk organisasi Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI). Ini forum pejuang sanitasi tingkat Kepala Daerah untuk menggugah Kepala Daerah di kabupaten/kota yang belum tergerak. Pembentukan dan pergerakan AKKOPSI pada intinya menyasar pada satu target; Kepala Daerah.

Kepala Daerah menjadi sumbu utama berputarnya roda pembangunan sanitasi di daerah. Sedikit contoh yang sudah ada, tampilnya Kepala Daerah memimpin langsung Gerakan Sanitasi mampu membereskan problem sanitasi di daerahnya. 

Sekali lagi jumlah Bupati/Walikota yang demikian sayangnya tidak banyak. Untuk menyebut sejumlah nama yang sedikit itu misalnya Bupati Soppeng, Sulawesi Selatan Andi Kaswadi Razak, Bupati Karanganyar Jawa Tengah Juliyatmono atau Bupati Pringsewu Lampung, H. Sujadi Saddat. Bupati/Walikota yang seperti itu masih perlu diciptakan lebih banyak lagi, agar pembangunan sanitasi di Indonesia tidak lagi seperti saat ini.

Para Kepala Daerah, Ayolah.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun