Mohon tunggu...
Yudith Fitri Dewanty
Yudith Fitri Dewanty Mohon Tunggu... Penegak Hukum - back then

Seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang anti-mainstream. Saat mahasiswa lain seumuran saya berkeliaran di pusat perbelanjaan atau menggalaukan dunia percintaanya, saya sibuk mengamati dunia politik dan mengomentari para penguasa negeri ini. Tapi tenang saja, saya tidak suka berdemo, apalagi anarki.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berkendara Tanpa STNK

25 September 2013   23:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:23 5082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13801849541339385032

[caption id="attachment_281443" align="alignnone" width="600" caption="ilustrasi"][/caption]

Berkendara tanpa STNK? Wah mana bisa, anda pasti pelanggar hukum, begitu mungkin pikir sebagian besar orang saat membaca judul yang saya tulis. Atau mungkin ada Bapak atau Ibu Polisi Lalu Lintas yang membaca ini? Wah ampun Pak, Bu. Saya hanya berbagi pengalaman, saya bukan pelanggar hukum yang bangga dengan apa yang dilakukannya kemudian menyebarluaskan kisahnya. Saya adalah mahasiswa hukum yang paham betul maklumat dan intisari dari Undang-Undang Nomor  22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena saya pernah menjadikan undang-undang tersebut sebagai dasar analisis saya terhadap kasus kecelakaan yang menimpa anak seorang pejabat eksekutif negara. Tapi kali ini, saya tak akan melakukan bedah undang-undang atau sanksi, saya hanya akan membagi pengalaman pribadi saya yang harus main kucing-kucingan dengan polisi karena saya berkendara tanpa dilengkapi STNK.

STNK saya ke mana?

STNK saya ke mana ya? Wah, hilang. Simple, hilang.

Begini kisahnya, saya adalah seorang mahasiswa yang merantau antar provinsi. Saya berasal dari Provinsi Jawa Timur dan saat ini sedang menuntut ilmu di Provinsi Jawa Tengah. Otomatis saya memakai motor dengan plat nomor dari asal daerah saya, L. Sementara saya di kota dengan plat nomor AD.

Masalahnya, STNK saya hilang. Kelemahan saya, saya adalah anak yang cenderung sangat ceroboh. Ini adalah kasus ketiga hilangnya STNK saya. Pertama, saat SMA, STNK saya hilang dan bahkan saya tidak menyadarinya. Tau-tau ada orang yang datang ke rumah dan menyerahkan STNK atas nama orangtua saya, tentu saja itu STNK motor yang sehari-hari saya pakai untuk sekolah. Orang itu meminta tebusan sebesar 100riu rupiah. Jumlah yang relatif tidak besar. Masalah dnegan orang itu selesai, selanjutnya masalah dengan orang tua saya. Saya dimarahi habis-habisan karena tidak menyadari STNK saya hilang dan ditemukan orang lain. Untung ditemukan oleh orang baik yang mau mengantarkannya, kalau tidak? Oke kali ini saya memang harus banyak berterima kasih pada bapak-bapak apruh baya yang mengantarkan STNK saya.

Kasus kedua, hal serupa terulang lagi. Tetapi kali ini, tak ada orang berhati malaikat yang mengantarkan STNK saya ke rumah. Saya dimarahi lagi dan kali ini prosesnya lebih ribet karena yaha saya harus mengurus STNK yang hilang dengan segala prosedur ribetnya. Selesai. STNK duplikat saya pegang.

Kasus ketiga, saat saya menginjak bangku kuliah dan berganti kendaraan, tak lagi menggunakan motor yang sama saat SMA. Masalah muncul akrena saya kuliah lintas provinsi. Di awal kuliah, semester  1, motor saya terlalu sering kena razia karena berplat L, plat luar provinsi. Terlebih saya mempunya plat yang unik dan lucu, diawali huruf L dan diakhiri huruf L, jadi L xxxx L (jangan heran, saat kendaraan semakin membludak, kota Surabaya justru memberlakukan satu huruf di belakang plat nomor saat kota lain seperti Jakarta, Bandung, dan Semarang memberlakukan tiga huruf, unik bukan?). Seringkali plat nomor saya dikira plat nomor palsu karena unik, dan saya memang harus menjelaskan panjang lebar mengenai teori plat nomor kota Surabaya kepada bapak-bapak pollantas yang terhormat.

Kembali ke masalah, saat memasuki semester ke empat, STNK saya raib beserta raibnya kotak pensil saya di kampus. Iya, saya cukup ceroboh dengan menaruh STNK di dalam kotak pensil. Paniklah saya, tetapi saat itu kota Solo tengah dalam keadaan kondusif dan aman, sehingga nyaris tak pernah ada razia SIM-STNK. Polantas tak akan menilang kita, selama kita menaati dan tidak melanggar rambu-rambu lalu lintas. Cukup lama saya bertahan dengan keadaan tanpa STNK hingga anak musisi itu mengalami kecelakaan di jalan tol dan menewaskan 7 orang. Duh, saya benar-benar merutuk anak ini, bagaimana menyebutnya? AQJ?  Gara-gara dia, saat ini polantas kembali giat melakukan razia, tentu dengan maksud dan tujuan baik, mencegah terjadinya kecelakaan dengan merazia serta menilang anak-anak tanpa SIM membawa motor ke sekolah. Tapi bagi saya, ini momok. Motor saya tak ber-STNK dan sudah lebih dari dua minggu ini saya selalu main kucing-kucingan dengan polantas. Saya selamat tak kena razia hingga hari saya menulis ini, tapi saya tak bisa terus menerus seperti ini. Saya harus mengurus STNK saya yang hilang. Demi rasa nyaman saat berkendara, tak mungkin terus-menerus main kucing-kucingan dengan polantas. Ini menimbulkan ketakutan aneh bagi saya. Saya jadi phobia pada rompi hijau dengan aksen flourscent. Walaupun yang memakainya hanya tukang parkir, saya tetap takut dan memilih memutar-balik motor saya. Banyak kemungkinan akan terjadi. Mungkin saja suatu hari saya tertangkap  . Mungkin saja suatu hari saya terkena tilang. Mungkin saja polantas juga lelah main kucing-kucingan dan mereka merindukan saya (halah, ini mah kepedean). Dan mungkin saja STNK saya dibutuhkan untuk membayar pajak. Tidak ini bukan kemungkinan, motor saya memang telah memasuki waktu membayar pajak dan membayarnya membutuhkan STNK, sementara STNK saya raib entah ke mana.

Terpaksa saat insiden pembayaran pajak muncul, saya mengaku kepada ayah saya bahwa saya telah menghilangkan STNK untuk ketiga kalinya. Tidak dimarahi, sepertinya keluarga mulai hafal tabiat ceroboh saya. Tetapi, ayah saya membebani saya untuk mandiir mengurus kehilanganya sendiri.

Mampus, birokrasi pengurusan STNK hilang panjang sekali (bisa baca di http://riefsaz.blogspot.com/2012/01/tips-cara-mengurus-stnk-hilang.html , bagi anda yang mengalami kejadian hilang STNK seperti saya).Selain birokrasinya panjang, saya berada diluar kota, padahal pengurusan STNK hilang harus di kota di mana STNK dan BPKB diterbitkan.

Jadi, tujuan saya memposting ini, saya ingin bertanya, apakah di antara anda yang mengetahui prosedur pengurusan STNK yang hilang apabila itu antar kota, bahkan antar provinsi?

Kemudian, apakah saya seorang kriminil karena berkendara tanpa STNK? Toh saya bukan pencuri motor, walaupun plat luar daerah, motor saya adalah sah milik orangtua saya dan dibeli dengan uang yang halal.

Sampai kapan saya terus menerus main kucing-kucingan dengan polantas hingga menjadi police-o-phobia?

Wahai Pak dan Bu Polisi Lalu Lintas, saya bukan kriminil.

Saya bukan teroris yang melarikan diri sehingga perlu ditemukan dengan cara razia.

Saya bukan anak SMP atau SMA yang masih di bawah umur tetapi sudah berkendara tanpa SIM (btw, saya berusia 20tahun dan sudah memiliki SIM, but, oh wait, SIM saya mana ya? -__-)

Saya bukan anak menteri yang pantas diperlakukan istimewa apabila sama-sama melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009.

Saya juga bukan anak artis terkenal sehingga  berita pelanggaran saya beredar sangat heboh.

Saya hanya anak ceroboh yang seringkali menghilangkan dokumen seberharga STNK, maaf Pak, Bu.

Atau saya yang terlalu takut terhadap razia?

Monggo yang mau turut serta mencaci-maki kecerobohan saya, biar saya kapok sekalian dan tak ceroboh lagi.

STNK oh STNK....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun