Mohon tunggu...
Yudistira Putra
Yudistira Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa dengan minat tinggi dalam hal filsafat, musik, dunia medis, dan segala macam paradigma sosial-budaya yang menggatalkan telapak kaki peradaban kita.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Agama Boleh Diperdebatkan?

16 Oktober 2024   12:37 Diperbarui: 16 Oktober 2024   12:41 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring kita hidup dan berkembang di Indonesia, kita akan menyadari bahwa diskusi agama sering ditekan dan dianggap sebagai hal yang tidak perlu dilakukan, tidak berguna, dan bahkan tabu. Kerap kali ketika kita berusaha untuk memulai sebuah perbincangan yang kritis dan solutif mengenai validitas nilai kebenaran ajaran suatu agama, kita pasti sering dihadapkan dengan retorika seperti yang satu ini:

Udahlah, gausah dibicarain, keyakinan itu subjektif kan? Tergantung masing-masing orang ajalah..

Retorika ini terdengar cukup innocent dan sebenarnya berasal dari sebuah niat yang baik, niat yang berakar dari ketakutan terhadap munculnya pergesekan antaragama yang dapat muncul akibat pertidaksetujuan.

Namun, saya kurang setuju. Bagi saya, perbedaan pendapat bukanlah sebuah alasan untuk berselisih hebat. Alih-alih, diskusi dan debat beragama seperti inilah yang mampu menimbulkan pemahaman antara satu agama dengan yang lain. Kita menjadi lebih memahami perihal perbedaan antaragama, bahwa bukan kita sajalah yang memiliki argumen yang kuat mengenai iman kita, bahwa pihak sebelah juga memiliki argumen yang tentunya layak didengarkan.

Proses intelektual akan pemahaman inilah yang mampu menciptakan respect dan rasa hormat antara satu agama dengan yang lain.

Menurut saya, sebuah diskusi dan perdebatan yang dilakukan secara good faith bukannya akan meruntuhkan kepercayaan dan toleransi kita, namun malah akan meruntuhkan dinding ketidakpahaman kita antara satu sama lain, membuka sebuah jalur untuk pemahaman, toleransi, dan akhirnya kemampuan untuk dapat ber-coexist dengan satu sama lain dalam kedamaian.

Di samping itu, agama adalah sebuah cara untuk menuju ke kebenaran, maka tidaklah kita bijak untuk menghalangi proses pencarian kebenaran ini. Bilamana memang terdapat kesalahan dalam cara bernalar kita hingga menuju agama, alangkah baiknya bila kita berefleksi dan mengevaluasi diri. Kurangilah rasa gengsi dan ketersinggungan. Karena seperti kata psikolog asal Kanada, Jordan Peterson:

Untuk dapat berpikir, kamu harus merisikokan menyinggung orang-orang lain.

Maka kurangilah rasa ketersinggungan kita, tingkatkan dialog dan pembicaraan itu, bahwasannya the pursuit of truth harus selalu diletakkan di atas perasaan kita.

Tentunya, toleransi akan mengikuti mereka yang mengejar kebenaran dengan tulus. Bagi mereka, perbedaan cara pikir bukanlah sesuatu yang perlu diperselisihkan, namun malah menjadi sesuatu yang perlu dirayakan dengan perdebatan yang didampingi dengan secangkir kopi hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun