Mohon tunggu...
Inovasi Pilihan

Ada Apa di Balik Pupuk Kimia?

4 Maret 2017   19:45 Diperbarui: 4 Maret 2017   20:05 7632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

{Dalam bab ini diulas jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan oleh para pembaca buku, oleh para peserta training dan seminar, maupun oleh sahabat-sahabat petani, yang pada intinya mempertanyakan tentang hakekat dan manfaat pupuk kimia (anorganik), pupuk organik, pupuk hayati, pupuk daun, zat pengatur tumbuh, dan kapur pertanian dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman sayuran}

(Pupuk dan Pemupukan Tanaman, Bagian 1)

Pada dasarnya semua unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman sudah tersedia di alam.  Unsur karbon tersedia di udara dalam jumlah yang melimpah.  Unsur hidrogen dikandung oleh air.  Unsur oksigen terdapat di udara dan dikandung oleh air.  Demikian juga unsur makro, unsur medium dan unsur mikro sudah dikandung oleh tanah.

Tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan sempurna jika ditanam pada tanah yang subur.  Suatu tanah dikatakan subur apabila sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah tersebut dalam kondisi yang sempurna untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 

Contoh tanah yang bisa dipastikan subur adalah tanah bukaan hutan perawan yang dimanfaatkan untuk pertanian tanaman sayuran maupun tanaman pangan.  Tanah semacam ini bisa dipastikan mengandung bahan organik dan mikroba tanah yang masih tinggi.  Dengan demikian unsur-unsur hara esensial dalam bentuk dan kondisi yang tersedia untuk diserap tanaman dengan mudah.  Granulasi tanah terbentuk dengan sempurna yang otomatis porositasnya baik.  Tanah tidak mudah kering, karena daya pegang airnya masih tinggi.  

Oleh karena itu nenek moyang dahulu hanya mengenal sistem pertanian “ladang berpindah”, yang hanya mengandalkan kesuburan alami tanahnya. Mereka membuka hutan untuk dimanfaatkan untuk pertanian hanya beberapa kali musim tanam.  Setelah tingkat kesuburan alaminya menurun, akan berpindah membuka hutan baru lainnya yang masih perawan.  Demikian seterusnya.

Dampak dari kepadatan jumlah penduduk dunia yang semakin tinggi sangat tidak memungkinkan diterapkannya sistem pertanian ladang berpindah. Pada akhirnya sistem pertanian yang dilakukan adalah memanfaatkan satu lahan secara terus-menerus untuk usaha pertanian, baik tanaman sayuran maupun tanaman pangan.  Akibatnya bisa dipastikan, tingkat kesuburan tanah tersebut akan semakin menurun.  

Sebab pada hakekatnya mengambil hasil panen tanaman dari satu lahan sama artinya dengan “menambang” unsur-unsur hara esensial dari dalam tanah lahan tersebut.  Sementara itu unsur hara esensial tersebut dalam jumlah terbatas di dalam tanah.  Artinya dalam waktu beberapa musim tanam, jumlah unsur hara esensial akan semakin berkurang di dalam tanah.

Fenomena tersebut yang mendorong manusia untuk mengembalikan sisa tanaman setelah panen dan kotoran ternak ke dalam tanah, dengan maksud untuk mengembalikan kesuburan tanahnya.  Pada awalnya tindakan tersebut masih dianggap mencukupi, karena sifat tanaman yang ditanam kala itu masih memerlukan energi yang relatif rendah per satuan waktu dan luas lahan (berumur panjang dengan produksi yang relatif rendah), yaitu tanaman jenis lokal.

Dengan pesatnya perkembangan teknologi benih, berhasil ditemukan benih bermacam-macam tanaman sayuran dengan umur yang lebih pendek (berumur genjah) dan dengan produktifitas yang justru lebih tinggi daripada jenis lokal.  Salah satunya adalah benih hibrida.  Akibatnya diperlukan energi yang tinggi per satuan waktu dan luas lahan, atau disebut “tanaman berenergi tinggi”.  Artinya jumlah unsur hara esensial yang diambil tanaman menjadi semakin besar per satuan waktu dan luas lahan.  Dengan demikian percepatan penurunan tingkat kesuburan tanahnya menjadi semakin cepat.

Pada akhirnya pengembalian sisa tanaman setelah panen dan kotoran ternak saja ke dalam tanah menjadi tidak seimbang lagi dengan yang diambil oleh tanaman.  Sebab kandungan unsur hara dalam sisa tanaman dan kotoran ternak terlalu rendah jika dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh tanaman berenergi tinggi.  Apalagi proses penguraiannya menjadi unsur hara yang siap diserap tanaman membutuhkan waktu yang lama (lambat), sementara umur tanamannya pendek.  Artinya gejala penurunan kesuburan tanah masih akan terjadi, jika tidak dilakukan penambahan sumber unsur hara lainnya dari luar ke dalam tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun