Chairil dan Balai Pustaka
Balai Pustaka adalah sebuah penerbit yang didirikan pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1905
Balai Pustaka disebut juga Kantor Bacaan Rakyat, lembaga p Aenerbitan yang didirikan oleh Belanda agar penulis atau penerbit tidak menerbitkan karya secara liar .
Ditahun menjelang kemerdekaan Sastrawan di Balai Pustaka tersebut adalah H B Jassin, Marah Rusli, Merari Siregar, Amir Hamzah, Armijn Pane, Asrul Sani, M Kasim, Nur Sutan Iskandar dan sebagainya.
Sastrawan era Balai Pustaka disebut juga Pujangga Baru.
Pada masa penjajahan Jepang yaitu tahun 1942 Balai Pustaka disebut  Gunseikanbu Kokumin Tosyokyoku yang artinya juga sama "Biro Pustaka Rakyat, Pemerintah Militer Jepang"
Penulis seperti,  M. Yamin, Agus Salim, Sutomo, Mariah Ulfah Santoso, Amir Syarifuddin, Mangunsarkoro, Margonohadikumo, Sumanang, dan Bahder Johan  mengangkat nilai sastra Indonesia.
Â
Di Balai Pustaka dibicarakan juga tentang kemunculan Chairil Anwar dalam dunia perpuisian. Ada diskusi dan perbincangan peminat sastra juga berlangsung disini.
Menurut Chairil Anwar, menulis sebuah sajak tidak dapat dilakukan dalam sekali jadi. Pemilihan diksi harus melalui tahap pencarian yang mendalam. Setiap kata dipertimbangkan, dipilih, dihapus, dan dibuang jika perlu. Kemudian, kata-kata itu dihimpun kembali untuk menghasilkan warna baru.
Chairil Anwar di Balai Pustaka memiliki  jalan cukup berliku. Tidak semua sajaknya dapat diterbitkan dengan mudah di Balai Pustaka.
 Sutan Takdir Alisjahbana bahkan pernah menolak penerbitan sajak Chairil di Balai Pustaka .
Tapi Sutan Takdir Alisjahbana mengakui  jika sajak-sajak Chairil Anwar sebagai menarik.