Mohon tunggu...
YUDI M RAMID
YUDI M RAMID Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Dari pekerja medis ke Asuransi dan BUMN....

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Jangan Takut Untuk Berubah, Meski Sebelumnya Sulit.

20 Maret 2022   10:00 Diperbarui: 20 Maret 2022   11:25 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika hidup ini diputar kembali dan kita punya kesempatan, apa yang harus dilakukan?

Entahlah saya tidak dapat menjawabnya. 

Pengalaman hidup saya ini mungkin dapat ditertawakan oleh pembaca, mungkin saja.

Sejak kecil saya dianggap tidak bisa meneruskan ke sekolah yang tinggi karena saya tidak pintar "ilmu pasti"  yang ketika itu adalah Aljabar ( sekarang matematika) Ilmu Ukur atau Ilmu alam ( sekarang fisika)

Meskipun waktu smp saya mulai menulis dan tulisan kecil saya dimuat dikoran itu tidak cukup untuk menaikkan nama saya dikeluarga.

Kakak saya yang jago Ilmu pasti sampai mengetok meja, untuk mengajari saya Ilmu Pasti karena saya tidak pandai.

Kakak saya yang jago itu, dibanggakan ayah saya dulunya pernah dimasukkan di STM untuk  dipersiapkan jadi Insinyur di Bandung. 

Kepala STM melihat nilai Kakak saya yang semuanya hampir mendekati sempurna, lalu dijelaskan "rugi kalau anak sepintar ini masuk STM. Alasannya di sekolah itu banyak praktek dan itu menyebabkan anak menjadi jenuh."
Jadi kalau mau jadi Insinyur, masukan ke SMA saja itu lebih baik. 

Ayah menjalani petunjuk itu, jadilah ke SMA dan tugas kecilnya adalah mengajari saya yang tidak pintar Ilmu pasti sepulang sekolah.

Namun setelah tamat SMA  kakak saya tidak mau ke ITB karena itu membebani orang tua dan diam diam ikut test Akabri Angkatan Laut.

Ayah mengetahui hal itu dan dapat memaklumi  tapi untuk masuk Akabri Laut atau Udara tidak disetujui oleh orang tua.
"Setiap hari jadi  burung di udara, atau jadi ikan dilaut, tidak bisa," ujar ayah.

Akhirnya hanya diizinkan memilih untuk "masuk Akabri Kepolisian" yang diselesaikan kakak saya menjadi Taruna Akabri Kepolisian.

Kembali kepada cerita saya, kegemaran saya membaca dan jadi kutu buku menjadi perhatian orang tua. Mungkin dianggap tidak berguna atau apa, saya tidak boleh lanjut ke SMA  

Pilihannya sekolah kejuruan dimana tamatannya bisa langsung bekerja. Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) waktu itu ada ikatan dinasnya atau sekolah Pengatur Rawat di rumah sakit dan nanti bisa jadi "mantri"di kampung.

Pada waktu itu sekolah itu ada tingkatannya yaitu  Sekolah Juru Kesehatan hanya 1 tahun, Sekolah  Penjenang Kesehatan selama 2 tahun atau sekolah Pengatur Rawat selama 3 tahun.

Saya memilih sekolah Pengatur Rawat dimana tidak ada Ilmu pastinya. 

Saya memilih sekolah ini karena cuma ada tiga di Sumatera yaitu di Medan, Padang dan Palembang, teman saya ada dari Riau, Jambi dan Tapanuli Selatan. 

Saya mulai menulis di koran daerah, dan menulis cerita pendek dan setelah lulus hobi itu makin berlanjut dengan banyak tulisan di koran daerah, beberapa diantaranya di koran nasional, majalah anak anak Bobo dan Ananda, majalah D&R

Setiap bulan, saya dapat Honor yang biasanya sudah terkumpul di catatan redaksi beberapa tulisan, baik artikel, berita dan cerita pendek yang saya buat. Cukup lumayan juga.

Saya pernah ketiban apes, ketika tulisan seharusnya  dimuat "berita" dimuat di surat pembaca lengkap dengan identitas saya. Bayangkan saja apa yang terjadi pada instansi yang saya beritakan ada sedikit berita kritiknya.

Ayah saya membayangkan saya sebagai seorang mantri Kesehatan yang saya jalani dari mengobati orang, circumcici atau khitan dan sebagainya  mengobat orang sakit, karena dokter tidak banyak ketika itu. Saya menjalani hidup itu dan dapat uang apalagi kalau musim khitanan. 

Saya membayangkan jerih payah saya ketika sekolah di Pengatur Rawat praktek ditempat yang paling kotor yaitu 'spoelhoek' membereskan dan mencuci pispot selama 5 jam dan ketika bejana tersumbat memberanikan diri menyentuh lubang tempat "najis" ,kamar cuci dengan tangan (terpaksa) dikamar khusus cuci pispot atau membuat WC mengkilap dengan silet.

Mengepel lantai rumah sakit, dimana pada waktu itu belum ada cleaning service. 

Setelah tamat, saya dapat berlaku seperti senior dan menjadi penanggung jawab jaga malam atau sore dimana bawahan saya adalah para siswa dan pegawai yang lebih rendah dari saya. 

Tetap saja saya tidak betah, pekerjaan yang saya lakukan hanya selama 5 tahun bekerja di rumah sakit dan Poliklinik pasti tidak ada peningkatan karier.

Perawat tidak pernah akan menjadi dokter dan tetap seperti itu sampai pensiun.

Berhenti dari pegawai negeri merupakan perjuangan tersendiri bagi saya.

Semuanya kaget, ketika rekan dan atasan saya bertanya ingin kerja dimana?

Dengan bekal ijazah ujian persamaan atau sekarang kesetaraan dimana waktu itu dapat masuk ujan kalau punya ijazah setara dengan SLTA.

Teman, atasan saya cuma mengomel dengan pandangan merendahkan " o, asuransi..," mungkin membayangkan saya mencari nasabah kesana kemari. 

Bagaimana saya dapat menjelaskan karena tempat bekerja saya itu baru saja lahir dengan PP No.33 Tahun 1977.dan belum ada yang kenal. Tempat pekerjaan saya dimulai diruangan Depnaker tidak terpakai lalu pindah ke sebuah rumah sederhana yang disebut kantor di Jalan Veteran kota Propinsi.

Tapi saya yakin, suatu waktu perusahaan saya itu akan sama atau menyamai dengan Central Profident Fund Singapura, Kumpulan Wang Simpanan Pekerja, SOCSO Malaysia atau sejenisnya diluar negeri.

Pencapaian pekerjaan saya, ketika saya  dilantik menjadi Kepala Kantor oleh Bupati tingkat II dimana daerah kekuasaannya meliputi satu provinsi diluar Batam.

Kabupaten itu sekarang betul betul menjadi Propinsi yaitu provinsi Kepulauan Riau setelah sebelumnya disebut Kabupaten Kepulauan Riau.

Diumur yang sudah lanjut, saya dapat juga menyelesaikan kuliah dan Sarjana Ekonomi meski tidak ada pengaruhnya lagi dikarier saya. 

Sekarang saya menyaksikan perusahaan tempat saya bekerja itu dengan pandangan kagum dengan beberapa kantor yang disebut menara di Jalan Gatot Subroto. Karena saya telah pensiun. 

Artikel berkaitan,

https://www.kompasiana.com/yudiramid0862/622d4c3580a65a3b0b3956f3/kamu-dirumah-saja-biar-kami-yang-bekerja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun