Rurouni Kenshin, atau di Indonesia lebih dikenal dengan judul samurai X, kisah seorang samurai berambut merah dengan bekas luka silang di pipnya  yang bertaubat dan berjanji tidak akan membunuh orang lagi,  adalah salah satu  contoh liveaction yang sukses.
 film yang awalnya hanya akan dibuat trilogy  saja, kemudian kembali akan diangkat ke layar lebar pada 2020 nanti. Jika dihitung  maka total ada 5 film untuk adaptasi liveaction dari samurai X ini, 3 seri awal mengikuti kisah dalam anime dan komik, dan 2 seri film mengikuti cerita original versi komik, dan tidak diangkat ke serial animasinya.
Live action sebenarnya adalah istilah untuk menyebutkan film yang merepresentasikan cerita manga (komik Jepang) atau anime (animasi Jepang), tidak sembarang manga  dan anime bisa diangkat menjadi liveaction, manga  atau anime tersebut haruslah punya tingkat kepopuleran yang tinggi , seperti rurouni kenshin atau samurai x ini, meskipuan animenya sudah ditayangkan sejak tahun 90an, masih banyak yang menggemari cerita anime tersebut.
 Ada fenomena aneh, yaitu tidak semua liveaction bisa sukses saat diangkat menjadi film layar lebar, padahal dari komik dan serial animenya, sudah sangat sukses, dan sangat menjanjikan untuk diangkat menjadi sebuah film layar lebar. Tetapi saat diangkat manjadi versi live action malah gagal.
Hal ini dikarenakan ada banyak hal yang dalam anime yang ternyata menjadi tidak sesuai saat dibawakan secara nyata dalam bentuk manusia, garis besarnya adalah di segi budaya, anime dan mangga jepang tidak sedikit yang mengangkat kisah dengan budaya luar Jepang dan melibatkan tokoh yang juga bukan orang jepang.
Tetapi dalam live action semuanya terkesan dipaksakan menjadi milik Jepang , sebagai contoh kisah manga dan anime  "Attack On Titan",  kisah mengenai sekelompok pasukan elit yang melawan monster raksasa yang dijuluki titan, serial ini mempunyai  2 seri film liveaction, dilihat dari komik dan animenya yang sukses besar, tentu rumah produksi pembuat  liveactionnya  berekspektasi tinggi untuk live action tersebut, tapi ternyata live actionya malah gagal.
Attack On Titan adalah kisah yang berlatar dari kehidupan bangsa eropa di abad pertengahan, dilihat dari penggambaran animenya juga orang orang yang ada dalam kisah tersebut adalah orang orang eropa bukan orang jepang, tetapi karena rumah produksinya berasal dari jepang, maka dipaksakan semua tokohnya adalah orang jepang, selain itu ada perubahan cerita dan penghilangan tokoh yang sangat penting.
Ada tokoh Levi, yang mwrupakan pemimpin pasukan pembasmi titan, tokoh tersebut dihilangkan karena  alasan jika nama tokoh tersebut terkesan terlalu kebarat-baratan, tdidak sesuai dengan budaya Jepang, terlebih  orang jepang tidak bisa mengucapkan huruf "L" sehingga nantinya akan membingungkan saat memanggil karakter tersebut. Akhirnya penghilangan satu karakter ini, malah membuat ceritanya menjadi jauh berbeda dengan versi manga dan animenya, yang pada akhirnya membuat pesan utama dari cerita tersebut tidak tersampaikan. Â
Manga dan anime memang sudah diklaim sebagai budaya nasional Jepang, tetapi tidak harus semua yang berkaitan dengan live action ini dikerjakan sendiri oleh  Jepang, juga dengan pemain yang semuanya orang jepang sendiri, penggambaran tokoh dan latar tempat dalam anime dan manga juga harusnya diperhatikan. Kenapa tidak mulai berbicara dengan rumah produksi Hollywood untuk serius mengerjakan live action supaya mendapatkan hasil yang maksimal dan memuaskan penggemar.
Apa sih susahnya berkomunikasi di zaman sekarang ?