Mohon tunggu...
yudi howell
yudi howell Mohon Tunggu... Active Social Media User

Female, live in Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Chat yang Tak Berbalas

24 April 2020   00:39 Diperbarui: 24 April 2020   06:50 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menangis ketika kulihat hanya ada tanda centang dua  warna abu-abu bertahan sampai sehari di sebelah kanan teks chatting di WhatsAppku yang kukirim kepadanya. Itu artinya pesanku tersampaikan tetapi tidak dibacanya. Aku kehilangan nafsu makanku, tidak bisa tidur sepanjang hari, tidak bisa menikmati film dan musik yang jadi favoritku, tak minat posting 'tik tok' yang biasanya setiap hari aku lakukan. Hari-hariku hanya merenungi betapa teganya dia tidak membalas pesanku.

Padahal pesanku hanya sederhana. Kalau aku posting video lucu, sebetulnya kan dia cukup menjawab wah lucu...atau ikon tertawa, jika aku memberi info dia cukup menjawab terima kasih, jika aku pamer karyaku, entah foto, video, dia bisa jawab, "Wow...bagus. Mantaff".

Persoalannya bukan semata dia membiarkan pesanku tak berbalas, menjadi seperti anak ayam yang kehilangan induk, atau seperti judul sebuah lagu, "Nobody's Child", atau seperti layang-layang putus yang terbang sendirian gak jelas. Bukan. Bukan hanya itu. Tapi, pada saat bersamaan, ketika orang lain posting pesan yang sama, dia selalu tampil pertama memberi respon. Apa bedanya aku dengan orang-orang itu? Apa salahku? 

Dalam tidur yang sama sekali tak nyenyak, dan terbangun dengan wajah kusut dan jiwa yang tidak utuh, kucoba lagi membuka Whatsapp. Mungkin sudah ada sepotong kata..tertinggal di pesan yang sudah terkirim beberapa hari lalu. Tidak ada tetap centang dua yang tak berubah jadi biru. Seorang teman menghiburku, "Mungkin signalnya gak bagus. Atau quotanya habis...atau..".  

Kuputus kalimatnya, "Tapi dia online. Lihat ini." Kutunjukkan tulisan online di bawah namanya. Temanku terdiam. Mungkin dia gak tahu mau menghibur apa. Tapi kemudian dia berkata pelan dengan mengelus bahuku, "Mungkin dia sibuk. Kamu tahu kan...sekarang media komunikasi utama masyarakat di era pandemi Covid-19 ini kan internet. 

Media sosial. New media. Begitu kalau mahasiswa jurusan Komunikasi bilang. Karena itu media utama, lalulintas informasinya sangat crowded. Dia mungkin sampai harus buka WAG ini WAG itu, email ini email itu, skype, zoom, kuliah ini, kuliah itu. Terus punyamu terlewat." Aku diam. Temanku juga diam, mungkin dia sedang berpikir kalimat apa yang akan dia berikan kepadaku supaya aku tenang. 

"Bukannya kamu mesti lebih paham dari aku? Aku jurusan Sosiologi. Kamu komunikasi." katanya. 

"Ya aku tahu lebih banyak tahu daripada kamu soal itu. Tapi kenapa sampai terlewat?" tanyaku. "Atau memang sengaja dilewatkan? Tapi kenapa? Sesibuk apapun dia mestinya sempatlah respon pesanku." Temanku diam saja. Aku mulai sesenggukan. Air mulai mengalir di sudut mataku.  

"Mungkin karena isi pesannya." kata temanku pelan sekali seolah takut jawabannya salah.

"Memang pesanku bagaimana? " tanyaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun