Mohon tunggu...
Yudi Kurniawan
Yudi Kurniawan Mohon Tunggu... Administrasi - Psikolog Klinis, Dosen

Psikolog Klinis | Dosen Fakultas Psikologi Universitas Semarang | Ikatan Psikolog Klinis Indonesia | Contact at kurniawan.yudika@gmail.com | Berkicau di @yudikurniawan27 |

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cemas di Masa Pandemi, Wajarkah?

11 April 2020   13:02 Diperbarui: 11 April 2020   13:26 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pikiran-rakyat.com

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5 (DSM-5) memperkenalkan kategori diagnosis baru yang masuk pada kelompok gangguan simtom somatis, yaitu gangguan kecemasan terhadap penyakit (APA, 2013). Kriteria gangguan ini menekankan pada kecemasan terkait dengan penyakit tertentu daripada tekanan yang diakibatkan oleh gejala penyakit yang dirasakan. 

Menurut DSM-5 (APA, 2013), orang dengan gejala gangguan kecemasan terhadap penyakit hampir tidak ada yang memiliki gejala fisik terhadap penyakit yang mereka khawatirkan, tetapi mereka cemas terhadap kemungkinan memiliki gejala penyakit tersebut di tubuhnya. Situasi saat pandemi dapat memicu timbulnya gangguan kecemasan terhadap penyakit ini.

Wajarkah cemas dan takut di saat pendemi? Wajar sekali, karena pada dasarnya otak manusia terprogram untuk menghindari ancaman, termasuk penyakit, sehingga menjadi cemas adalah respons otak untuk membantu tubuh menghindari ancaman penyakit tersebut. 

Rasa cemas menjadi tak wajar bila sampai mengganggu aktivitas dan fungsi kehidupan sehari-hari kita. Misalnya, kita sampai tak bisa makan akibat terlalu khawatir, kita tak bisa tidur karena terlalu memikirkan pandemi, atau kita tak mampu bekerja karena terbayang dampak buruk dari pandemi. Artinya, kesehatan mental kita terganggu akibat pandemi ini.

Menurut WHO (2001; Herman & Jan-Llopis, 2005), kesehatan mental adalah kondisi psikologis di mana individu menyadari kemampuannya, mampu menghadapi stres dan menyelesaikan dengan cara positif, mampu bekerja produktif dan efisien, dan mampu memberikan kontribusi terhadap komunitas di mana dia berada. 

Kesehatan mental adalah dasar bagi individu untuk berfungsi optimal sebagai seorang manusia dan menjalankan perannya di keluarga, lingkungan kerja, dan komunitas. Makna kesehatan mental telah diperluas dari sekadar tidak memiliki penyakit fisik kepada keberfungsian psikologis manusia dalam banyak spektrum kehidupannya. Kesehatan mental dimaknai kembali sebagai keseimbangan antara kesehatan fisik, sosial, budaya, psikologis, dan faktor personal lainnya seperti pemahaman terhadap diri sendiri.

Bagaimana cara mengelola perasaan cemas di masa physical distancing ini? Simak beberapa tips berikut:

Kenali Sumber Kecemasan 

Kenali reaksi fisik dan emosi yang muncul dari tubuh kita. Kenali kapan kita merasa tidak nyaman terhadap satu informasi. Misalnya, kapan kita merasa deg-degan terkait Covid-19. Apakah saat melihat berita di televisi? Atau saat membicarakan terkait pandemi bersama teman? Bila ya, maka sebisa mungkin hindari sumber tersebut dan beralih pada kegiatan lain yang dapat meningkatkan emosi positif Anda.

Cari Aktivitas yang Dapat Mengalihkan Energi Kecemasan

Cemas pada dasarnya adalah perwujudan energi tubuh. Sesuai dengan hukum kekekalan energi, kecemasan dapat dialihkan pada aktivitas lain yang lebih produktif. Tiap orang punya cara khas untuk mengalihkan rasa cemas. Cara ini disebut dengan mekanisme koping. Bila sekarang Anda bekerja dari rumah, tak ada salahnya untuk lebih banyak melakukan kegiatan bersama keluarga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun