Benar saja, ucapan Percassi itu manjur. Dengan penuh kesabaran, Atalanta akhirnya memperoleh kemenangan pertama mereka pada musim 2016-2017 saat bertandang ke markas Crotone di Stadion Adriatico pada pekan ke-5. Setelah hasil melawan Crotone itu, Atalanta mencatatkan delapan kemenangan dan satu hasil imbang pada sembilan laga selanjutnya.
Performa Atalanta pun terus menanjak, meskipun juga diselingi oleh kekalahan. Hasilnya, mereka mampu mengakhiri musim 2016-2017 dengan finis di posisi ke-4.
Musim selanjutnya, yakni 2017-2018 tidak terlalu mulus bagi Gasperini dan Atalanta. Meskipun begitu, mereka masih bisa finis di posisi ke-7 pada akhir musim. Kemudian beranjak ke musim 2018-2019 yang mungkin menjadi musim terbaik dan terindah bagi klub asal Bergamo itu.
Mereka dapat mengakhiri musim dengan finis di posisi ke-3 dan otomatis lolos ke Liga Champions 2019-2020. Untuk diketahui bahwa keberhasilan lolos ke kompetisi elit itu sebagai sejarah untuk kali pertama sejak klub berdiri pada 1907.
Pada musim ini sebelum kompetisi dihentikan akibat wabah virus Corona, pertunjukkan Gasperini bersama Atalanta kembali berlanjut. Kini, mereka berada di peringkat ke-3 dibawah Lazio dan Juventus yang memimpin klasemen.
Lantas apa rahasia Gasperini menjadi nakhoda Atalanta selain kesabaran? Baru-baru ini ia mengungkapkan rahasianya saat di wawancara oleh media ternama The Guardian, ternyata Gasperini suka menyiksa seluruh pemainnya di setiap sesi latihan.
Menurutnya, anak asuhnya memang harus berjuang dengan sangat keras di setiap sesi latihan. Karena hal ini merupakan cara yang ideal untuk menjadi juara. Bekerja keras di setiap sesi latihan merupakan satu-satunya cara agar Atalanta bisa meraih kesuksesan. Hal ini ia lakukan karena menyadari bahwa timnya tak akan mendapat investasi besar dari para investor.
Berkat kerja keras dan prestasi yang dicetak oleh Gasperini, maka tak salah sejumlah media di Eropa tak hentinya mengulas kepiawaian pelatih berusia 62 tahun ini. Bahkan, dikutip dari laman Goal.com, Gian Piero Gasperini, dijuluki sebagai "The Renaissance Man of Italian Football", selain itu ia pun memiliki julukan Alex Ferguson dari Bergamo.
Kita semua tahu Ferguson adalah manajer legendaris yang membuat Manchester United begitu dominan di persepakbolaan dunia dan prestasinya belum bisa disamai manajer United sampai sekarang.
Jika Serie A kembali berlanjut, masihkah Atalanta semakin moncer dan Gasperini layak disebut Ferguson dari Bergamo? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H