Belakangan ini publik kerap kali membicarakan hubungan Surya Paloh dengan Megawati yang dianggap mulai tidak harmonis, apalagi beredar video dimana Megawati cuek terhadap Surya Paloh, terakhir pada saat pelantikan Presiden Jokowi, dalam video terlihat bahwa Megawati tidak menyalami Surya Paloh. Perbicangan tidak harmonisnya hubungan Surya Paloh dengan Megawati mulai terendus ke publik pasca Prabowo melakukan silaturrahmi kerumah Megawati yang dikenal dengan "diplomasi makan siang", dimana kemudian dibalas oleh Surya Paloh pertemuan dengan Anies Baswedan di Gondangdia, yang juga diawali dengan acara makan siang bersama.
Pasca pertemuan dua pihak tokoh itu, Partai NasDem memang kerap kali melontarkan kritik terhadap PDI Perjuangan yang berencana untuk mengajak Partai Gerindra bergabung dalam koalisi Pemerintahan, bagi NasDem koalisi Jokowi yang ada saat ini dipandang sudah cukup dan menganggap tidak perlu lagi untuk menambah koalisi dari partai lain, apalagi mengingat Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto adalah rival Jokowi dalam dua periode pemilihan Presiden. Kritik NasDem terhadap rencana tersebut bahkan di iringi dengan pernyataan kesiapan Partai NasDem untuk menjadi oposisi jika partai lain bergabung semua dalam pemerintahan, Surya Paloh berpendapat bahwa oposisi penting untuk menjaga keseimbangan iklim demokrasi.
Jika kita menarik jauh kebelakang, sebenarnya bisa dikatakan bahwa hubungan Megawati dengan Surya Paloh sudah mulai tidak harmonis sejak Pilkada 2018, dimana Partai NasDem dianggap banyak membajak kader-kader PDI Perjuangan. Hal tersebut pernah diungkapkan oleh pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio, yang menyebutkan banyak kepala daerah kader PDI Perjuangan berpindah ke Partai NasDem, yang juga disebut-sebut ada perang dingin kedua Ketua Umum Parpol tersebut.
Kemudian, posisi Jaksa Agung yang dipegang oleh kader NasDem dianggap sebuah kecolongan besar oleh PDI Perjuangan, yang kemudian bermuara banyaknya kader PDI Perjuangan bermasalah dengan hukum, belum lagi desas-desus yang terdengar bahwa banyak kader PDI Perjuangan yang takut dan kemudian loncat ke Partai NasDem, belum lagi hasil Pilkada 2018 dimana Partai NasDem menjadi partai paling banyak memenangkan Pilkada, yang juga ditambah dengan hasil Pileg 2019, Partai NasDem menjadi partai paling signifikan perolehan suara dibanding dengan Pemilu 2014, hasil tersebut menjadikan NasDem sebagai Partai 5 besar, satu-satunya partai dalam koalisi Jokowi yang memperoleh hasil Pilkada maupun Pemilu yang naik cukup signifikan dan mengalahkan presentasi partai-partai dalam koalisinya.
Sebenarnya, kader yang berpindah ke Partai NasDem bukan hanya dari partai PDI Perjuangan, banyak kader-kader potensial dari partai lain kemudian memilih berpindah ke Partai NasDem, sebuh saja misalnya contoh Syahrul Yasin Limpo, kader potensial Partai Golkar yang kemudian memilih berpindah ke Partai NasDem. Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dari PDI Perjuangan yang kemudian juga berpindah ke Partai NasDem, lalu ada Venna Melinda kader Partai Demokrat yang berpindah ke Partai NasDem. Publik mungkin sudah lupa, bahwa data Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan dari 31 caleg petahana pada Pileg 2019 yang pindah partai, 20 diantaranya berpindah ke Partai NasDem yang artinya 62% dan itu hanya dari caleg pertahana saja.
Maka tak mengherankan, jika posisi Jaksa Agung dalam periode kedua Pemerintahan Jokowi begitu di proteksi oleh PDI Perjuangan, yang kemudian di berikan kepada ST Burhanuddin adik dari politikus PDI Perjuangan TB Hasanuddin. Penunjukan Burhanudding yang kemudian juga disentil oleh Ketua DPP Partai NasDem Irma Suryani Chaniago "Enggak ada yang profesional saat ini, semua kepentingan politik"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H