Mohon tunggu...
Yudi Hardi Susilo
Yudi Hardi Susilo Mohon Tunggu... Apoteker - Master of Clinical Pharmacy

Pernah belajar tentang obat dan racun

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengelolaan Obat di Rumah Sakit

11 Juni 2014   15:18 Diperbarui: 4 April 2017   16:49 5781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption] Seringkali terdengar keluhan pasien yang masuk rumah sakit, merasa kesulitan mendapatkan obat-obat yang diiinginkannya, bahkan banyak di antara mereka yang tidak mendapatkan obatnya. Masalah menjadi rumit saat kekosongan obat ini berdampak buruk pada pasien, selanjutnya menjadi konsumsi publik dan menyentuh ranah hukum pidana. Bila ini terjadi, bisa dipastikan berbagai pihak akan lepas tangan dan mencari kambing hitam terhadap masalah yang ada. Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu komponen penting dalam manajemen rumah sakit. Pengelolaan obat bertujuan agar obat yang diperlukan bisa selalu tersedia setiap saat diperlukan dalam jumlah yang cukup, tepat jenis, tepat waktu dan mutu yang terjamin serta digunakan secara rasional. Jika pengelolaan tidak efisien akan berdampak negatif terhadap rumah sakit secara medis maupun ekonomi (Quick et al, 1997). Salah satu tanda tidak efisiennya pengelolaan adalah obat kosong, saat diperlukan. Bagi konsumen, tidak ada kepentingan bagi mereka untuk mengetahui rumitnya permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan obat di rumah sakit ini. Namun begitu, yang perlu diketahui oleh masyarakat adalah bahwa pengelolaan obat di rumah sakit itu melibatkan banyak pihak, tidak hanya instalasi farmasi saja yang memang berwenang dalam pengelolaan obat. Bagaimana sebenarnya tahapan pengelolaan obat rumah sakit? Secara garis besar, tahapan pengelolaan obat meliputi: seleksi, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan obat. Setiap tahapan tidak mudah dan tidak sederhana. Seleksi misalnya, merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan di rumah sakit, mengidentifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial serta melakukan standarisasi, menjaga dan memperbaharui standar obat. Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat tidaklah sembarangan. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik. Begitu banyaknya obat yang beredar, tidaklah mungkin bagi rumah sakit untuk menyediakan semua obat yang ada. Tim di rumah sakit yang melibatkan berbagai macam profesi harus menyepakati dan menyeleksi obat-obat yang akan digunakan dan beredar di rumah sakit. Hasil kesepakatan tim ini sering disebut dengan Daftar Obat Rumah Sakit atau Formularium Obat Rumah Sakit. Pemerintah Republik Indonesia melalui kementerian kesehatannya juga telah menyusun Formularium Nasional (ForNas) yang berisi daftar obat-obatan yang dapat digunakan oleh rumah sakit pemerintah untuk mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai berlaku per 1 Januari 2014, meskipun sebenarnya ForNas tersebut masih perlu dilakukan evaluasi karena masih banyak kekurangannya. Apabila Formularium Rumah Sakit telah ada, maka penulisan resep dan obat yang tersedia harus mengikuti aturan seperti yang tercantum di dalamnya. Masalahnya adalah terkait dengan jenis dan jumlah obat yang harus disediakan. Kondisi pasien yang datang ke rumah sakit ada yang bisa diprediksi, namun ada juga yang tidak. Pasien dengan penyakit kronis atau menahun, biasanya mendapat obat rutin yang sama secara terus menerus. Jenis obat untuk pasien dengan penyakit kronis biasanya bisa diprediksi, termasuk jumlah yang diperlukan. Namun, pasien gawat darurat dan pasien dengan penyakit akut umumnya tidak bisa diperkirakan jenis dan jumlah obatnya. Instalasi farmasi mengatasi kondisi ini dengan melakukan tahapan berikutnya yaitu Perencanaan, yang tepat dan cermat. Perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit memerlukan komitmen dan keahlian tersendiri. Tidak sekedar karena adanya bujukan dan rayuan dari agen perusahaan farmasi yang datang. Bukan karena adanya bonus atau diskon besar yang begitu menggoda. Juga bukan karena kepentingan lain yang tidak ada hubungannya dengan kebutuhan pasien. Secara teori, perencanaan dapat menggunakan metode konsumsi, epidemiologi ataupun kombinasi keduanya yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Tujuan adalah untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan, menghindari terjadinya stock out dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional. Inti dari berhasilnya pengelolaan obat di rumah sakit adalah fokus pada pelayanan kepada pasien. Meskipun sudah dilakukan seleksi, perencanaan dan pengadaan obat sesuai dengan teori yang ada, namun apabila dalam pelaksanaannya tidak ada komitmen dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan obat ini, maka saya berani katakan kehancuran sistem akan segera terjadi. Bayangkan saja, bila obat yang sudah direncanakan bersama antara tenaga medis, manajemen, instalasi farmasi, kemudian diadakan dalam jumlah besar dengan biaya yang besar, namun ternyata dokternya tidak menuliskan obat-obatan sesuai daftar obat rumah sakit. Akibatnya obat menumpuk tidak jelas. Definisi stok kosong adalah jumlah stok akhir obat sama dengan nol. Stok gudang mengalami kekosongan dalam persediaannya sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi. Faktor-faktor penyebab terjadinya stok kosong, menurut pengalaman, adalah tidak terdeteksinya obat yang hampir habis, hanya ada persediaan yang kecil untuk obat-obat tertentu, barang yang dipesan belum datang, PBF (Pedagang Besar Farmasi) mengalami kekosongan atau pemesanannya ditunda oleh PBF. Selain itu, apabila terdapat kondisi yang luar biasa, yang menyebabkan pasien bertambah banyak luar biasa, juga bisa menyebabkan kekosongan stok obat. Berbagai cara perlu dicoba oleh manajemen rumah sakit agar kebutuhan obat pasien terpenuhi secara lengkap. Lengkap tidaklah berarti semua obat ada, namun lengkap berarti semua yang diperlukan pasien terpenuhi. Pengelolaan obat di rumah sakit sesuai peraturan perundangan yang berlaku dikelola oleh instalasi farmasi dengan sistem satu pintu. Tujuannya agar pengelolaan bisa efektif dan efisien. Namun yang perlu dipertimbangkan lagi adalah masalah kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang menanganinya. Undang-undang menyebutkan bahwa Apoteker-lah yang mempunyai kompetensi terhadap pekerjaan kefarmasian dan barang siapa yang melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa ada kewenangan maka akan berhadapan dengan hukum pidana. Banyak rumah sakit, yang tidak mematuhi hal ini, terutama bagian pengadaannya, bahkan ada surat pesanan obat yang tidak ditandatangani oleh Apoteker. Lebih parah lagi, pihak PBF melayani pesanan obat yang tidak sesuai dengan standar. Kekosongan obat akan bermasalah bagi pasien, namun kelebihan stok obat juga akan menimbulkan masalah bagi rumah sakit itu sendiri. Pengadaan obat yang tidak untuk kebutuhan pasien, misalnya hanya karena tergiur bonus dan diskon, akan menyebabkan stok obat menumpuk. Obat akan menjadi rusak dan kadaluarsa karena tidak dipakai. Akhirnya rumah sakit menanggung kerugian yang seharusnya bisa dicegah. Tanggung jawab pengelolaan obat adalah kompetensi farmasi, namun dasar seleksi dan pemilihannya merupakan hasil kesepakatan dengan dokter penulis resep. Oleh karena itu, rumah sakit seharusnya memang memiliki Komite Farmasi Terapi (KFT) yang anggotanya dokter, apoteker dan perawat. Adanya KFT ini juga merupakan syarat untuk akreditasi rumah sakit tentunya ini berarti penting bagi kepentingan keselamatan pasien (patient safety) .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun