[caption caption="retak"][/caption]
Menunggu...
Kursi kayu panjang berwarna putih yang aku duduki ini semakin tidak nyaman rasanya. Keras. Aku pun sesekali berdiri dan melemaskan kaki yang kaku dan pegal.
"Dapat antrian nomor berapa mbak?" tanya wanita yang tadi duduk di sebelahku.
"Mmm... nomor lima empat, dik. Dua orang lagi giliran saya sepertinya."jawabku sambil berdiri.
Sudah ketiga kalinya aku datang ke tempat ini. Rumah praktek dokter spesialis kulit dan kelamin yang cukup jauh dari pusat kota, namun banyak pasiennya. Dokternya ramah dan bayarnya murah buat pekerja tidak tetap seperti aku.
"Ibu Eli?" suara perawat dokter sambil menghampiriku. "Silakan masuk bu, pak dokter sudah menunggu di dalam."kata perawat lagi.
"Terima kasih mbak."aku pun segera masuk ruangan dengan penuh cemas. Penyakitku ini sudah sering kambuh dan dokter juga sudah sering memarahiku karena aku tidak patuh minum obat dan tidak juga mengubah gaya hidupku. Kedatanganku cuma ingin dapat resep dokter agar aku bisa menebus obat di apotek dan supaya rasa sakit sedikit berkurang.
**
Sejak retaknya rumah tanggaku, hidupku jadi tak menentu. Pria yang kunikahi dulu lebih memilih selingkuhannya yang sekantor dengannya. Aku pun kalah terusir dari kehidupan yang dulu pernah jadi mimpi indahku. Alasannya sederhana yaitu SEKS. Katanya sih aku tidak bisa melayani suami dengan baik, gaya seks aku payah dan banyak lagi alasan yang konon membuat suamiku selingkuh. Aku tidak ambil pusing. Sendiri bukan berarti tidak bisa hidup. Di depan suamiku, aku bersumpah, akan kubuat sebanyak mungkin lelaki yang kutemui menjadi puas saat bermain seks denganku. Dan semenjak itu, nama Sri Asmah pemberian orang tuaku, telah terkubur dalam bumi. Kini aku dikenal, dalam pergaulan malam yang tak pernah terbayang sebelumnya, dengan nama Eli. Tepatnya Miss Eli.Â
**