Beberapa waktu lalu saya begitu bersyukur ketika mendengar pemerintah menetapkan bahwa KTP berlaku seumur hidup. Entah ini karena efek samping dari kasus e-KTP yang sedang menjadi trending topic atau memang pemerintah telah melakukan pengkajian yang mendalam tentang masa berlaku KTP ini. Namun hemat saya, dengan nalar yang awam, seharusnya memang tidak perlu cetak ulang berkali-kali seperti sebelumnya, kecuali bila memang datanya yang tertera dalam kartu tersebut berubah dan menimbulkan aspek hukum dikemudian hari. Atau format yang ada dalam KTP seharusnya berubah lebih sederhana dan hanya berisi data yang tidak akan berubah saja yaitu nomor identitas, nama, tempat tanggal lahir dan nama orang tua.
Hal yang sama juga seharusnya berlaku untuk Surat Tanda Registrasi (STR) Apoteker yang lebih dikenal dengan nama STRA, yang dikeluarkan oleh Komite Farmasi Nasional (KFN) dan diberikan pertama kali setelah yang bersangkutan lulus dan telah disumpah sebagai Apoteker. Masa berlaku STRA ini adalah lima tahun dan dapat diperpanjang melalui website KFN dengan persyaratan-persyaratan data identitas yang juga notabene 'seumur hidup' seperti KTP, ijazah, dan ditambah sertifikat kompetensi yang masih berlaku.Â
Problem kemudian timbul, bila sertifikat kompetensi tidak diperpanjang sebelum pengurusan STRA, maka yang bersangkutan tidak akan bisa memperpanjang STRA. Bila STRA tidak diperpanjang, maka dia tidak bisa mendapatkan Surat Ijin Praktek Apoteker (SIPA) yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Bila SIPA tidak keluar, maka Apotek tidak boleh beroperasional. Jika Apotek tidak boleh buka, maka pelayanan kefarmasian dan modal yang ditanamkan pada sarana prasarananya akan terganggu likuiditasnya.Â
Yang menjadi pertanyaan dari teman-teman sejawat adalah apa urgensinya STRA diproses ulang setiap lima tahun. Bagi Apoteker, STRA adalah KTP nya profesi Apoteker. Sekali menjadi Apoteker, sekali terdaftar sebagai Apoteker, sekali mendapatkan STRA seharusnya masa berlakunya bisa seumur hidup. Bagaimana bila Apoteker yang sudah lama tidak praktik, terus kemudian ingin praktek? Nah ini baru gunanya sertifikat kompetensi, yang melihat ulang kompetensi profesi Apoteker sebelum berpraktik. Hal-hal yang mengenai tes kompetensi dan persyaratan keluarnya sertifikat kompetensi sudah berada di jalur yang benar selama ini. Apoteker yang melakukan praktik, mengikuti pembelajaran dan melaksanakan pengabdian sebelum dilakukan resertifikasi kembali. Sertifikat kompetensi sudah menggambarkan bahwa Apoteker tersebut sudah kompeten untuk melaksanakan praktik kefarmasian. Tentu dengan perbaikan dan konten yang lebih spesifik dalam proses resertifikasi ini, maka sertifikat kompetensi cukup menjadi persyaratan untuk memperoleh SIPA. Â
Lebih baik lagi bila data STRA ini kemudian sinkron dengan program "Single Identity" yang sedang dijalankan pemerintah. Bersama dengan data identitas yang lain, seperti NPWP, kartu peserta BPJS, kartu pegawai, kartu pensiun, surat ijin mengemudi, kartu anggota organisasi dan masih banyak lagi identitas yang dimiliki, perlu rasanya meniru jejak KTP yang berlaku seumur hidup. Semakin pendek prosedur, semakin efektif bagi dunia usaha dan akan memberi gairah yang tinggi bagi investor untuk menanamkan modal.Â
Tidak ada yang tidak mungkin bila tekad memperbaiki dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat benar-benar tulus. KTP dan STRA ini hanya salah satu contoh kecil dari masih banyaknya prosedur-prosedur dalam birokrasi baik itu dibidang kesehatan atau pun bidang lain yang masih perlu dievaluasi. Mungkin benar kata teman saya, barangkali karena sudah putus asa atau karena pusing mengurus dokumen dalam birokrasi ini, dia bergumam,"Dokumen yang pasti tidak perlu diperpanjang lagi selain KTP, yaitu surat kematian."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H