Angin berhembus menembus dinding kamarku yang terbuat dari bambu.Â
Lamunanku tentang cita-cita kuliah di luar negeri buyar, suara emak memanggil dengan nada yang semakin tinggi, rupanya sudah beberapa kali panggilan.
"Sebentar, Mak. Nuni segera kesana." Aku setengah berlari menghampiri emak yang sedang menuangkan air panas ke dalam empat gelas yang biasanya diperuntukkan bila ada tamu.
"Nun, tolong bawakan minuman ini ke ruang tamu ya. Ada kawan akrab Bapakmu dari kecil, baru datang dari luar negeri. Anaknya dulu sering main denganmu waktu kecil. Inget si gendut, Ardi gak? Coba sana temui,"kata Emak dengan semangat setengah memaksa aku menemui Ardi.
Ardi. Ya. Ardi. Sambil membawa minuman teh panas yang dibuat Emak, aku bayangkan sosok Ardi yang gendut, hitam karena sering main layang-layang dan baju kumal setelah berlari-lari bekejaran di halaman. Ya ingatanku tentang Ardi dahulu kala masih jelas karena memang dia teman bermainku saat kecil.
"Hai Nuni, apa kabar?". Aku terkejut pemuda yang menyapaku barusan suaranya tak asing. Tapi perawakan dan penampilannya begitu berbeda.
"Ardi??"tanyaku dengan sekenanya menebak. Aku pun melirik Bapak seolah minta persetujuan. Bapak pun memberi isyarat setuju dan meminta aku ikut dalam perbincangan di ruang tamu malam itu.
Hari ini, 2 tahun setelah pertemuan itu.Â
Aku baru mendarat di Bandara Internasional Don Mueang, Bangkok, Thailand. Hati sudah tidak sabar untuk menembus kerumunan orang-orang di depan. Tekad bulat yang telah tertanam begitu kuat untuk menaklukkan tetesan ilmu di kota yang tak pernah mati ini.Â
"Nunii, aku disiniii."
Ahh rupanya Ardi telah menungguku.