Skizofrenia merupakan salah satu gangguan mental yang cukup luas dialami oleh di Indonesia, dengan prevalensi sekitar 11% dari total penduduk dewasa dan biasanya mulai dialami pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Profil di salah satu RSUD di Kalimantan Selatan, dalam satu bulan, pasien laki-laki yang terdiagnosis skizofrenia sebanyak 14 orang dari 27 pasien rawat inap (51,85%), sedangkan pasien wanita sebanyak 8 orang dari 13 pasien rawat inap (61,54%).
Obat-obat antipsikotik merupakan terapi utama untuk pasien skizofrenia dengan tujuan penyembuhan pada episode akut maupun pencegahan kekambuhan. Namun ada masalah lain yang timbul, yaitu sekitar 20%-40% pengguna memberikan respon yang kurang baik terhadap obat-obatan antipsikotik konvensional(tipikal) dan terus menunjukkan gejala-gejala skizofrenia tingkat menengah sampai parah dan bila tidak digunakan dengan secara tepat, terapi dengan antipsikotik dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya.
Hasil penelitian Rachmawati (2007) secara retrospektif mendapatkan bahwa pada tahun 2006 terdapat 2 pasien yang bunuh diri saat di rawat inap di RSUD dr Moch Ansari Saleh setelah diterapi dengan antipsikotik tipikal seperti haloperidol, chlorpromazine dan trifluorperazine.
Terdapat evidence perihal khasiat obat yang optimal dengan efek samping yang minimal. Antipsikotik generasi kedua seperti Risperidon ternyata mempunyai keuntungan dalam terapi pasien skizofrenia. Dua penelitian mengenai manfaat risperidon dalam mengurangi efek ekstrapiramidal dan nocturnal enuresis pada pasien skizofrenia telah dipublikasikan berdasarkan data dari Manitoba Centre for Health Policy di Kanada pada tanggal 16 Mei 2013 dan The British Journal of Psychiatry pada tahun 2011.
Kedua penelitian ini didesain dengan baik, dengan jumlah sampel yang besar, metode pengukuran yang akurat dan jangka waktu penelitian yang panjang untuk melihat efek risperidon. Hasil penelitian dari Kanada dan Inggris ini menurut penelitinya bisa digeneralisasi pada populasi yang lain. Secara konteks mirip seperti di Indonesia, pasien dengan diagnosis skizofrenia cukup banyak terdapat di rumah sakit dan obat risperidon sudah masuk dalam daftar Formularium Nasional sehingga ketersediaannya di instalasi rumah sakit tercukupi.
Risperidon dan Efek Ekstrapiramidal
Penelitian tentang hubungan risperidon dengan efek ekstrapiramidal telah dilakukan pada populasi orang Kanada yang tinggal di Provinsi Manitoba dengan umur di atas 65 tahun. Desain penelitian menggunakan metode retrospektif kohort, untuk waktu yang panjang yaitu 7 tahun.
Efek risperidon terhadap gejala ekstrapiramidal dibandingkan dengan obat antipsikotik generasi pertama diuji dengan model cox proporsional hazard dengan adjustment beberapa confounders yang potensial seperti demografi, komorbiditas dan riwayat pengobatan. Peneliti menganalisis dari awal pengamatan sampai timbulnya outcome yang diteliti.
Sampel yang diteliti untuk risperidon sebanyak 4.643 dan pembandingnya (FGA) sebanyak 4.242. HAsilnya diperoleh bahwa penggunaan risperidon menunjukkan resiko ekstrapiramidal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan antipsikotik generasi pertama (FGA) pada 30, 60, 90, 180 hari (adjusted hazard ratio[HR] 0,38. 95%CI:0,22-0,67 ; 0,45 95%CI:0,28-0,73 ; 0,50 95%CI:0,33-0,77 ; 0,65 95%CI:0,45-0,94. Pada 360 hari kekuatan melemah dengan adjusted HR 0,75Â 95%CI:0,54-1,05.
Kesimpulannya bahwa risperidon memiliki resiko efek ekstrapiramidal lebih kecil dibandingkan antipsikotik generasi pertama.
Risperidon dan Nocturnal Enuresis
Penelitian mengenai efek risperidon terhadap aktivitas nocturnal enuresis ini dilakukan pada 606 sampel pasien yang konsisten menerima antipsikotik generasi kedua yaitu clozapin, olanzapin, quetiapin dan risperidon. Metode yang digunakan adalah observatorial cohort study diteruskan dengan kuisioner yang dikirim oleh praktisi kesehatan yang merawat pasien.
Meskipun nocturnal enuresis bukan kondisi yang membahayakan, namun keadaan ini mempengaruhi dalam keberhasilan perawatan pasien skizofrenia. Keadaan enuresis di malam hari sering mengganggu pasien dan membuat kerepotan perawat, baik di rumah maupun di klinik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang diberi obat risperidon mempunyai persentasi kecil dalam kejadian nocturnal enuresis dibanding bila diberi obat generasi kedua lainnya. Berikut data dari hasil penelitian ini : Nocturnal Enuresis dilaporkan 17 dari 82 (20,7%) pasien yang diberi clozapine, 11 dari 115 (9,6%) pasien olanzapine, 7 dari 105 (6,7%) pasien quentiapine dan 12 dari 195 (6,2%) diberi risperidone. Dibandingkan dengan clozapine, resiko terjadinya nocturnal enuresis berbeda bermakna pada pasien yang diberi risperidon OR = 0,27 95%CI 0,12-0,59 dengan odds ratios adjusted untuk umur, jenis kelamin dan durasi pemberian. Artinya bahwa resiko terjadinya nocturnal enuris pada pasien yang diberi rsiperidon adalah sekitar 3x lebih rendah, dengan kisaran antara 1,5-8kali lebih rendah. Hal ini menunjukkan penurunan yang bermakna secara klinis maupun secara statistik.
Kesimpulannya bahwa risperidon juga bermanfaat dalam mengurangi kejadian nocturnal enuresis pada penderita skizofrenia.
Rekomendasi
Penatalaksanaan terapi untuk penyakit skizofrenia tidak hanya bertujuan menghilangkan gejalanya namun juga meminimalkan efek samping dari penggunaan obat. Risperidon merupakan obat antipsikotik generasi kedua yang direkomendasikan untuk pasien skizofrenia baik itu yang rawat jalan maupun rawat inap.
Evidence menyebutkan hasil yang bermakna bahwa risperidon dibandingkan antipsikotik generasi pertama mempunyai efek lebih kecil terkait dengan resiko efek ekstrapiramidal. Selain itu, risperidon juga mempunyai efek dengan persentase terkecil pada kejadian nocturnal enuresis dibandingkan antipsikotik generasi kedua lainnya.
Hasil dari evidence ini bisa diadopsi dalam pedoman terapi dan formularium di rumah sakit yang merawat pasien skizofrenia. Ketersediaan obat di instalasi farmasi dipastikan cukup dengan dukungan bahwa obat risperidon merupakan obat pilihan yang masuk daftar Formularium Nasional dalam era Jaminan Kesehatan Nasional.
Pustaka
- Hawari, Dadang H. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007
- Profil Pasien Rawat Inap Jiwa RSUD dr Moch Ansari Saleh Banjarmasin
- Setiadi, Iman, Skizofrenia : Memahami Dinamika Keluarga Pasien, Bandung : PT Refika Aditama; 2006
- Rachmawati, Pola Penggunaan Obat Antipsikotik dan Antidepresan Pasien Rawat Inap di RSUD dr Moch Ansari Saleh Banjarmasin, 2007
- Vasilyeva I, Biscontri RG, Enns MW, Metge CJ, Alessi-Severini S (2013) Movement Disorders in Elderly USers of Risperidone and First GFenration Antipsychotic Agents : A Canadian Population-Base Study. PloS ONE8(5):e64217. Doi:10.1371/journal.pone.0064217
- Mira Harisson-Woolrych, Keren Skegg, Janel Ashton, Peter Herbison and David C : Nocturnal enuresis ini patients taking clozapine, risperidone, olanzapine and quetiapine; comparative cohort study ; 2011
Penyusun Policy Brief : Yudi Hardi Susilo, S.Si., Apt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H