Aku mengenalnya sebagai perempuan pemburu wangi hujan. Awal musim hujan adalah anugrah, bibit wangi hujan masih perawan. Baginya waktu waktu ini wanginya masih segar dan memberi kesan dibanding hujan-hujan lainnya.Â
Mengalah wajahnya tertumbuk air hujan, berbasah. Penting dia merasakan yang pertama setelah kemarau yang melanda. Â Wajah yang makin ayu ketika air menghias wajahnya, menjernihkan matanya, menyegarkan porinya dan tiap kali bulirnya menyentuh titik diwajahnya, hatinya menjadi sejuk dan tenang.Â
Setauku dia merasa gersang, selama ini kemarau selalu melanda. Hatinya seperti musim musim tanpa hujan. Tika pun mendung hadir bukan membawa hujan, tapi membawa petir dan badai yang merusaknya. Hanya gelap yang pekat, mematikan api dan lentera.Â
Dia tipikal petarung mati matian, tak sejengkal mundur meski hati sedang payah. Menanggung rasa gundah dan resah. Tiap kali bertemu, senyum selalu tersemat diwajah, seakan gersang ia simpan di lumbung jauh di padang gersang. semangat hidup yang anti mati, anti padam dan anti kering.Â
kamu selalu indah seperti hujan hujan yang tiap hari menjumpaimu di musimnya. kamu selalu wangi diantara bulir air yang jatuh ke bumi. Perempuan pemburu wangi hujan. Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI