[caption id="attachment_345396" align="alignnone" width="550" caption="Foto Ilustrasi (Sumber: zimbio.com)"][/caption]
Sejak malam tadi, media-media internasional dan nasional diramaikan dengan pemberitaan akan adanya aksi teror dan pembunuhan yang dilakukan oleh dua orang tak dikenal terhadap para karyawan Majalah Charlie Hebdo di Paris, Prancis pada Rabu (7/01). Belakangan diketahui bahwa aksi tersebut merupakan serangan balasan terhadap majalah yang selama ini diketahui kerap memuat karikatur penghinaan terhadap Rasulullah Saw. Sosok yang paling dihormati dan dicintai oleh umat Islam di seluruh dunia.
Seperti dikutip Republika dari Dailymail, dilaporkan, 12 orang meninggal, empat dalam kondisi kritis, dan 10 lainnya luka-luka. Mereka termasuk wartawan, staf administrasi, dan petugas polisi yang hadir di lokasi.
Penjelasan
Di dalam Islam, mencintai Rasulullah Saw merupakan salah satu bukti keimanan seorang Muslim kepada Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya. Salah seorang di antara kalian tidak beriman sehingga aku lebih ia cintai daripada bapaknya dan anaknya sendiri,” (HR. Bukhari no. 14).
Jadi, semakin kuat keimanan seseorang, niscaya semakin kuat pula rasa cintanya terhadap Rasulullah Saw., manusia termulia sepanjang zaman.
Sebagai penjelasan lengkap, berikut adalah tulisan Habib Muhammad Rizieq Syihab
Ketua Umum DPP FPI yang dikutip dari suara-islam.com.
Sejak Rasulullah SAW mengajak umat manusia untuk beriman kepada Allah SWT, maka sejak itu pula caci maki dan hinaan datang bertubi-tubi menghampiri Nabi SAW. Bahkan hinaan tersebut tidak berhenti dengan wafatnya Nabi SAW, melainkan terus berlanjut hingga saat ini.
Hinaan terhadap Nabi SAW bukan karena beliau rendah dan hina, bukan juga karena beliau salah dan berdosa, bukan pula karena beliau menyakiti dan menganiaya, pun bukan karena beliau merampas dan memaksa, karena Nabi SAW sangat mulia daripada sifat-sifat tercela macam itu. Akan tetapi hinaan terhadap Nabi SAW hanya karena beliau berda'wah di jalan Allah SWT dan mengajak umat manusia untuk beriman kepada-Nya.
Cara Rasulullah SAW dalam menyikapi aneka penghinaan pun beragam. Ada yang beliau diamkan. Ada juga yang beliau doakan. Ada pula yang beliau nasihati atau peringatkan. Dan ada juga yang beliau beri hukuman. Bahkan ada yang dibunuh akibat penghinaannya yang sudah kelewat batas. Semua itu melalui pertimbangan khusus Rasulullah SAW.
Periode Mekkah
Saat di Mekkah, tak satu pun penghinaan yang dibalas oleh Rasulullah SAW. Beliau tak membalas bukan karena tak mampu membalas. Jika Nabi SAW mau membalas, maka beliau hanya tinggal angkat tangan berdoa kepada Allah SWT untuk menghukum segera musuhnya.
Akan tetapi beliau tak membalas karena sejumlah alasan, antara lain : Pertama, beliau sabar dan tegar dalam da'wah. Kedua, beliau berada di permulaan jalan da'wah Islam, sehingga harus ditata dengan tenang dan penuh kesejukan. Ketiga, di permulaan Islam jumlah umat Islam masih sangat sedikit, sehingga Nabi SAW harus lebih hati-hati melindungi umatnya agar tak jadi korban perlawanan terhadap penghinaan tersebut. Keempat, Rasulullah SAW sedang mendidik umat tentang bagaimana sikap yang betul terhadap penghinaan pada saat menjadi minoritas tertindas. Kelima, Rasulullah SAW seorang yang sangat cerdas, sehingga tahu betul kapan harus ikut arus dan kapan harus melawan arus, serta beliau paham betul kapan harus diam dan kapan harus mengambil tindakan.
Bahkan saat beliau diusir dari kota Thoif dengan penghinaan dan penganiayaan, ketika Malaikat datang meminta izin untuk menghancurkan kota Thoif karena peristiwa keji tersebut, beliau langsung mencegah seraya berkata : "Jangan ! Bahkan aku berharap agar lahir dari keturunan mereka generasi yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
Dalam peristiwa tersebut bukan saja menunjukkan kesabaran dan ketabahan Nabi SAW yang luar biasa, namun juga kearifan dan kebijakan Nabi SAW. Perlakuan penduduk Thoif terhadap Nabi SAW merupakan akibat dari propaganda Kafir Quraisy Mekkah, sehingga mereka hanya merupakan korban provokasi. Karenanya, mereka tak layak dibalas atau dihukum, bahkan patut dikasihani. Itulah sebabnya, Rasulullah SAW mencegah Malaikat agar tidak menghancurkan mereka, bahkan dengan air mata Nabi SAW berdoa untuk agar keturunan mereka kelak menjadi generasi orang yang beriman. Dan begitulah faktanya, hingga kini tak satu pun penduduk kota Thoif yang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Periode Madinah
Pada periode Madinah, ada sejumlah penghina Nabi SAW dibiarkan tanpa dibalas atau dihukum, namun tidak sedikit para penghina Nabi SAW yang dibunuh atau dihukum mati atas perintah beliau.
Abdullah bin Ubay bin Salul yang terkenal sebagai Biang Munafiqin di Madinah, sering sekali menghina Nabi SAW dan kaum muslimin. Hinaannya dinilai banyak Shahabat sudah kelewat batas, sehingga mereka minta izin Nabi SAW untuk membunuhnya. Namun permintaan tersebut ditolak Nabi SAW seraya berkata : "Agar supaya tidak ada orang yang berkata Muhammad membunuh para Shahabatnya". Disini, Rasulullah SAW tidak membalas atau menghukum Si Biang Munafiqin melalui "pertimbangan khusus" untuk "siasat da'wah" dan "meredam fitnah".
Selain itu, ada seorang kafir yang sering meludahi Nabi SAW saat beliau melewati rumahnya, namun tak dibalas oleh Nabi SAW, karena dianggap semata-mata hanya urusan pribadi, bukan urusan agama. Bahkan ketika si kafir tersebut sakit, justru Nabi SAW membesuknya. Masalah pribadi tak layak dihadapi dengan kemarahan, tapi sudah semestinya dihadapi dengan kesabaran.
Ada lagi seorang pengemis buta di pasar yang setiap hari mengumpat Nabi SAW, namun setiap hari pula Nabi SAW berderma untuk si pemgemis tersebut. Rasulullah SAW tidak mengambil peduli dengan umpatan si pengemis, karena dianggap hanya merupakan luapan emosi akibat kebodohannya. Orang bodoh tak pantas dihukum, tapi sepatutnya dida'wahkan.
Atas Perintah Rasulullah Saw.
Mereka yang dibunuh atas perintah atau izin dari Nabi SAW, karena penghinaannya terhadap beliau atau terhadap ajaran Islam, yang sudah tidak bisa ditolerir lagi, antara lain : Pertama, Nabi Palsu Abhalah ibnu Ka'ab ibnu 'Auf Al-Aswad Al-Ansi di Yaman yang dibunuh oleh seorang pemuda bernama Fairuz atas dasar surat Nabi SAW untuk kaum muslimin Yaman.
Kedua, Nabi Palsu Musailamah Al-Kadzdzab dari Najed, yang diancam Nabi SAW untuk diperangi. Lalu baru pada zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ancaman Rasulullah SAW tersebut bisa dilaksanakan melalui pengiriman pasukan Islam di bawah pimpinan Sayyiduna Khalid ibnu Al-Walid RA. Akhirnya, Musailamah Al-Kadzdzab dan pengikutnya berhasil dibasmi.
Ketiga, Ka'ab ibnu Al-Asyraf yang selalu menghina Nabi SAW di berbagai kesempatan. Ia dibunuh oleh Muhammad bin Maslamah RA atas perintah Nabi SAW, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari rhm hadits ke-4.037 dan Shahih Muslim rhm hadits ke-1.801, yang bersumber dari Jabir bin Abdillah RA. Hal ini diriwayatkan juga oleh Abu Daud, An-Nasai dan Al-Humaidi, rohimahumullah.
Keempat, Abu Rafi' Abdullah ibnu Abi Al-Huqaiq yang sering menghina dan menista Nabi SAW di berbagai tempat. Ia dibunuh oleh beberapa orang Anshor atas perintah Nabi SAW, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari rhm hadits ke-4.038 s/d 4.040 yang bersumber dari Al-Barra bin 'Azib RA. Dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Ishaq, Ibnu Hisyam, Al-Waqidi, Ibnu Sa'ad, Ath-Thabari dan Ad-Dimyathi, rohimahumullah.
Kelima, seorang musyrik yang dibunuh Sayyiduna Zubair ibnu 'Awwam RA dan seorang kafir yang dibunuh Sayyiduna Khalid ibnu Al-Walid RA. Keduanya dibunuh atas perintah Nabi SAW karena penghinaan keduanya terhadap beliau. Kedua kejadian diriwayatkan oleh Imam Abdurrazaq rhm dalam kitab Mushonnaf. Kisah Zubair RA diriwayatkan juga oleh Abu Nu'aim Al-Ishfahani rhm dalam kitab Al-Hilyah. Sedang kisah Khalid RA diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqi rhm dalam Sunannya dan Ibnu Hazm rhm dalam kitab Al-Muhalla.
Meraih Restu Rasulullah Saw.
Mereka yang dibunuh para Shahabat karena penghinaannya terhadap Nabi SAW, lalu Shahabat yang membunuh dibebaskan oleh Nabi SAW dari tuntutan, bahkan direstui oleh beliau, antara lain : Pertama, Abu 'Afak yang dibunuh oleh Salim ibnu 'Umair An-Najjar RA karena menghina dan mencemooh Nabi SAW. Lalu beliau tidak menghukumnya, bahkan membebaskannya tanpa syarat, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Waqidi, Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, rohimahumullah.
Kedua, Ashma' binti Marwan yang dibunuh oleh 'Umair ibnu 'Adi Al-Khatmi RA karena menghina Nabi SAW dan menista Islam. Lalu Rasulullah SAW memujinya dan menyatakan bahwasanya 'Umair telah membela Allah SWT dan Rasul-Nya, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Waqidi rhm dalam Tarikhnya dan Ibnu Hajar rhm dalam kitab Al-Ishobah.
Ketiga, seorang hamba sahaya yang dibunuh tuannya yang tunanetra karena selalu menghina Nabi SAW. Lalu beliau mengumumkan di depan para Shahabat bahwa wanita tersebut layak dan pantas dibunuh, sehingga si pembunuh dibebaskan. Kisah ini diceritakan oleh Abdullah ibnu 'Abbas RA, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud rhm dalam Sunannya hadits ke-4.361. Dan diriwayatkan juga oleh An-Nasai, Al-Hakim, Ad-Daraquthni dan Al-Baihaqi, rohimahumullah.
Keempat, seorang wanita Yahudi yang dicekik hingga mati oleh seorang muslim karena menghina Rasulullah SAW, lalu beliau menyatakan kehalalan darah wanita tersebut untuk ditumpahkan. Kisah ini diceritakan oleh Sayyiduna Ali ibnu Abi Thalib krw, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud rhm dalam Sunannya hadits ke-4.362. Dan diriwayatkan juga oleh Ahmad rhm dan Baihaqi rhm.
Kelima, Jin Kafir yang bernama Mis'ar dibunuh oleh Jin Muslim yang bernama Samhaj karena telah melecehkan yang haq dan menistakan Rasulullah SAW. Samhaj pun dipuji oleh Nabi SAW dan diganti namanya menjadi Abdullah. Kisah ini diceritakan langsung oleh Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu'aim Al-Ishfahani rhm dalam kitab Ad-Dalail dan Al-Fakihi rhm dalam kitab Akhbar Mekkah yang bersumber dari Abdullah ibnu Abbas RA. Jin Muslim tersebut dikatagorikan Shahabat Nabi SAW oleh Ibnu Hajar dalam kitab Al-Ishobah dan Ibnu Al-Atsir dalam kitab Usud Al-Ghobah.
Ijma' Shahabat
Diriwayatkan oleh Al-Qodhi 'Iyadh rhm dalam kitab Asy-Syifa' dan Ath-Thabrani rhm dalam Al-Mu'jam Al-Ausath dan Al-Mu'jam Ash-Shoghir, sebuah hadits dengan Silsilah Sanad Emas yang bersumber dari Ali Ar-Ridho dari Musa Al-Kazhim dari Ja'far Ash-Shodiq dari Muhammad Al-Baqir dari Ali Zainal Abidin dari Al-Husain dari Ali ibnu Abi Thalib, rodhiyallahu 'anhum, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa yang mencerca Nabi maka bunuhlah ia, dan barangsiapa yang mencerca Shahabatku maka pukullah ia".
Karenanya, tidak ada perbedaan pendapat di antara para Shahabat, rodhiyallahu 'anhum, tentang Hukum Mati Penghina Nabi. Sejumlah riwayat menceritakan dengan tegas dan jelas tentang sikap para Shahabat terhadap para penghina Nabi SAW, antara lain : Pertama, Sayyiduna Abu Bakar Ash-Shiddiq RA melarang Abu Barzah RA membunuh penghina beliau, tapi memerintahkannya untuk membunuh penghina Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud rhm dalam Sunannya hadits ke-4.363. Dan kisah ini diriwayatkan juga oleh An-Nasai, Al-Hakim, Ahmad, Al-Baihaqi, Al-Humaidi dan Abu Ya'la, rohimahumullah.
Kedua, Sayyiduna Umar ibnu Al-Khaththab RA yang terkenal sebagai Shahabat Nabi SAW yang tegas dan pemberani, serta sebagai Khalifah yang adil. Beliau pernah mengatakan : "Barangsiapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia !". Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Karmani rhm yang bersumber dari Mujahid rhm.
Ketiga, Sayyiduna Abdullah ibnu Umar RA tatkala mendengar kabar tentang seorang kafir dzimmi yang menghina Rasulullah SAW, maka beliau pun berkata dengan lantang : "Jika aku mendengarnya, niscaya aku bunuh dia ! Tidaklah kami berdamai dengan mereka untuk mencerca Nabi kami !". Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Khollal dalam kitab Jami'nya,
Keempat, Sayyiduna Khalid ibnu Al-Walid RA pernah membunuh Malik ibnu Nuwairoh karena ia menyebut nama Rasulullah SAW dengan ungkapan "Shahabat kalian !" yang mengandung unsur penghinaan, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Qodhi 'Iyadh rhm dalam kitab Asy-Syifa'. Lalu ketika peristiwa itu dilaporkan ke Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, beliau pun membenarkan tindakan Khalid RA. Bahkan Adh-Shiddiq RA menyatakan bahwasanya jika beliau yang mendengar ungkapan tersebut,
niscaya beliau yang akan membunuhnya.
Kelima, Sayyiduna Abdullah ibnu Abbas RA yang terkenal dengan keluasan ilmu dan kepandaiannya, pernah menyatakan bahwasanya seorang muslim yang mencerca Rasulullah SAW mesti dituntut bertaubat, jika menolak maka dibunuh, sedang seorang kafir yang mencaci Rasulullah SAW maka ia dibunuh. Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Karmani rhm yang bersumber dari Laits rhm.
I'tibar
Dari semua riwayat Hadits mau pun Atsar yang telah dipaparkan di atas, maka kita mendapatkan pelajaran yang amat berharga dalam penyikapan terhadap penghinaan dalam aneka ragam situasi dan kondisi.
Pertama, Sikap Rasulullah SAW terhadap hinaan orang mengandung dua kemungkinan, yaitu : hinaan terhadap beliau sebagai seorang manusia sehingga menjadi "Urusan Pribadi", atau hinaan terhadap beliau sebagai seorang nabi utusan Allah SWT sehingga menjadi "Urusan Agama". Jika hinaan tersebut hanya sebatas "Urusan Prinadi", maka dengan mudah Nabi SAW memaafkan atau tidak mempedulikannya. Namun jika hinaan tersebut menjadi "Urusan Agama", maka niscaya Nabi SAW menghukumnya, kecuali apabila ada pertimbangan khusus tertentu sebagai Strategi Da'wah untuk meredam fitnah.
Kedua, Sikap Para Shahabat, rodhiyallahu 'anhum, terhadap para penghina. Jika diri mereka yang dihina, maka mereka menahan diri dan banyak memaklumi karena itu hanya "Urusan Pribadi", sebagaimana dicontohkan Nabi SAW. Namun jika Rasulullah SAW yang dihina, maka mereka sepakat bahwasanya hinaan terhadap Nabi SAW di hadapan mereka bukan lagi "Urusan Pribadi", melainkan sudah jadi "Urusan Agama". Karenanya, para Shahabat Nabi SAW bersikap tegas dan keras terhadap siapa saja yang menghina Rasulullah SAW, baik semasa hidup Nabi SAW mau pun setelah wafatnya.
Ketiga, Sikap Umat Islam terhadap hinaan orang. Jika diri pribadi yang dihina orang, maka harus bisa menahan diri dan banyak memaklumi, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan para Shahabatnya. Namun jika Rasulullah SAW yang dihina, maka itu bukan lagi "Urusan Pribadi", tapi sudah jadi "Urusan Agama", maka wajib disikapi dengan tegas, sebagaimana dicontohkan Nabi SAW dan para Shahabatnya, kecuali ada pertimbangan khusus yang dibenarkan Syariat. Bahkan hinaan terhadap para Shahabat pun, teristimewanya Muhajirin dan Anshor serta yang mengikutinya dengan Ihsan, wajib disikapi dengan tegas, karena hinaan terhadap mereka di hadapan umat Islam bukan lagi "Urusan Pribadi", melainkan sudah menjadi "Urusan Agama".
Kepanikan Barat
Di zaman modern sekarang ini, tatkala Islam makin menyebar ke seantero dunia, maka musuh-musuh Islam menjadi "panik" menghadapi kenyataan tersebut. Akibatnya, kebencian musuh-musuh Islam terhadap Islam semakin menjadi-jadi. Penghinaan terhadap Rasulullah SAW pun terjadi hampir setiap hari di seluruh negara Barat. Penghinaan tersebut dilakukan dengan berbagai macam cara melalui penggunaan aneka media modern dan sarana canggih.
Dari kalangan atas sampai bawah, para musuh Islam berlomba-lomba menghujat Rasulullah SAW. Di kalangan cendikiawan dan akademisi mereka, penghinaan terhadap Nabi SAW dilakukan atas nama penelitian dan tesis ilmiah. Di kalangan seniman dan budayawan mereka, penghinaan terhadap Nabi SAW dilakukan atas nama kebebasan berekspresi. Di kalangan politisi dan praktisi hukum mereka, penghinaan terhadap Nabi SAW dilakukan atas nama HAM.
Setiap hari dengan mudah didapatkan penghinaan terhadap Nabi SAW melalui hampir semua jejaring sosial dan jaringan internet, mulai dari hinaan halus terselubung hingga hinaan kasar dan kotor. Dari karikatur hingga komik, dari koran hingga majalah, dari theatrikal hingga film, semuanya menjadi media penghinaan terhadap Nabi SAW.
Selama ini, secara umum negara-negara Barat tidak pernah mengambil tindakan apa pun terhadap para penghina Nabi SAW di negeri mereka. Bahkan para penghina Nabi SAW tersebut dilindungi dan dibela, seperti Salman Rushdi yang selalu dijaga agen rahasia Inggris dan AS serta Israel. Selama ini juga, Umat Islam pun belum terlalu kompak untuk marah dan melakukan perlawanan terhadap kebijakan Barat yang selalu memberi ruang untuk penghinaan terhadap Nabi SAW.
Menariknya, semakin Islam dihujat, maka semakin banyak masyarakat Barat yang ingin mempelajari Islam. Semakin Nabi SAW dihina, maka semakin banyak pula masyarakat Barat yang ingin mengenalnya lebih mendalam. Keadaan ini telah membuat Barat semakin "panik" menghadapi perkembangan Islam di seluruh dunia.
Tatkala negara-negara Islam yang tergabung di dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam) pada tanggal 26 Maret 2009 menyepakati Konvensi PBB di Jeneva - Swiss tentang pengkatagorian penistaan agama sebagai pelanggaran HAM, maka kala itu negara-negara Barat kompak menolaknya.
UU Penistaan Agama
Kini, tatkala bermunculan film-film penghinaan terhadap Nabi SAW secara gencar di laman Youtube, seperti "Muhammad Movie Trailer" dengan durasi 13 menit 51 detik, dan "The Real Life of Muhammad" dengan durasi 13 menit 3 detik, serta yang paling anyar yaitu film "The Innocence of Muslims" yang telah memicu kemarahan umat Islam di berbagai negara. Bahkan di Libia, Duta Besar AS terbunuh bersama tiga stafnya dalam aksi protes terhadap film tersebut. Maka, "kepanikan" negara-negara Barat mulai mencapai puncaknya.
Pemerintah AS untuk meredam kemarahan umat Islam mulai memeriksa dan menahan semua yang terlibat dalam pembuatan film penghinaan terhadap Nabi SAW tersebut. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan AS selama ini. Bahkan pemerintah AS mulai sibuk memasang iklan tentang seruan anti penistaan agama yang menelan biaya puluhan ribu dolar AS. Lain lagi dengan pemerintah Perancis yang terpaksa harus menutup kedutaannya di 20 negara akibat pemuatan gambar penghinaan terhadap Nabi SAW di sebuah majalah Perancis yang bernama Charlie Hebdo.
Kepanikan negara-negara Barat menjadi peluang bagi negara-negara Islam untuk mendorong PBB mengeluarkan putusan Konvensi PBB tentang Pelarangan Penistaan Agama. Di akhir September 2012, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya di Majelis Umum PBB menyerukan tentang perlunya Konvensi dan Protokol PBB tentang Pelarangan Penistaan Agama. Seruan SBY tersebut disambut hangat oleh negara-negara OKI. Sementara negara-negara Barat masih kebingungan di tengah persimpangan, apakah tetap mempertahankan kebebasan penistaan agama dengan dalih HAM, ataukah menyetujui pelarangan penistaan agama dengan argumentasi untuk melindungi semua agama dari penistaan, sekaligus untuk menumbuh-suburkan keharmonisan hubungan antar umat beragama.
Sebagai umat Islam Indonesia tentu sangat bangga dengan Presidennya yang secara lantang menyerukan PBB membuat Konvensi dan Protokolnya tentang Pelarangan Penistaan Agama. Namun pada saat yang sama, umat Islam Indonesia sangat kecewa terhadap sang Presiden, karena hingga saat ini tak sudi mengeluarkan Keppres Pelarangan dan Pembubaran Ahmadiyah mau pun Liberal. Padahal Ahmadiyah dan Liberal itu aliran sesat menyesatkan yang telah menodai dan menistakan agama Islam. Ironis, sikap lunak SBY tehadap Ahmadiyah dan Liberal, justru bertolak belakang dengan apa yang diserukannya di Majelis Umum PBB tentang Pelarangan Penistaan Agama.
Kesimpulan
Islam melarang keras penistaan dan penodaan terhadap agama apa pun. Agama mana pun tidak boleh dinistakan dengan cacian dan cercaan, sebagaimana amanat Allah SWT dalam Surat Al-An'am ayat 108. Apalagi penistaan dan penodaan terhadap agama Islam.
Penghinaan terhadap seseorang yang dimuliakan oleh suatu agama berarti menista agama itu sendiri. Dengan demikian, bahwasanya penghinaan terhadap Rasulullah SAW berarti menistakan dan menodai ajaran agama Islam.
Bagi umat Islam sudah jelas bahwasanya siapa saja yang menyakiti Rasulullah SAW akan mendapat azab yang pedih, dan masuk Neraka serta kekal di dalamnya (QS.9.At-Taubah : 61-63). Para Penghina Nabi SAW dilaknat dunia dan akhirat, serta dapat azab yang menghinakan, lalu jika mereka tidak mau bertobat maka mereka terlaknat dimana saja mereka berada, dan mesti ditangkap serta dibunuh. (QS.9.Al-Ahzab : 57-61).
Karenanya, bagi umat Islam juga sudah jelas bahwa segala bentuk penghinaan terhadap Rasulullah SAW harus disikapi dengan tegas dan jelas sesuai kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu melakukan perlawanan diplomatik, maka lawanlah secara diplomatik. Bagi yang mampu melawan dengan pena, maka sebar luaskanlah tulisannya yang membela Nabi SAW.
Bagi yang mampu aksi turun ke jalan berdemonstrasi untuk mengutuk penghinaan terhadap Nabi SAW, maka segera lakukan.
Dan bagi mereka yang mampu mencari, memburu, menangkap dan membunuh para penghina Nabi SAW, maka lakukanlah. Bahkan bagi mereka yang hanya mampu berdoa sekali pun, maka bangunlah di tengah malam bermunajat kepada Allah SWT, mohon pertolongan-Nya untuk menghancurkan para penghina Rasulullah SAW. Yang penting adalah bagaimana pun bentuk perlawanan umat Islam menentang penghinaan terhadap Nabi SAW, maka wajib dilakukan dengan tulus dan ikhlas, serta ditujukan hanya untuk meninggikan Kalimat Allah SWT demi meraih RidhoNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H