Pendidikan merupakan suatu proses yang rumit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai filsafat yang mendasarinya. Di antara berbagai filsafat, realisme dan idealisme memiliki peran signifikan dalam membentuk pendekatan pembelajaran, termasuk dalam pengajaran sejarah. Filsafat pendidikan Realisme berfokus pada fakta dan kenyataan yang dapat dibuktikan, sedangkan filsafat pendidikan idealisme lebih menitikberatkan pada gagasan dan nilai-nilai yang bersifat abstrak. Dalam konteks pembelajaran sejarah, kedua filsafat tersebut dapat menawarkan pandangan yang berbeda namun saling melengkapi. Kombinasi antara kedua filsafat ini dapat membantu siswa memahami peristiwa sejarah secara lebih menyeluruh, baik dari segi fakta yang konkret maupun nilai-nilai yang relevan, sehingga memperkaya wawasan mereka tentang hubungan sejarah dengan kehidupan masa kini.
      Realisme dalam pendidikan menitikberatkan pada pentingnya observasi serta pengalaman langsung dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini mengutamakan fakta objektif dan data empiris, yang sangat relevan dalam pengajaran sejarah. Dalam penerapannya, guru dapat memanfaatkan dokumen asli, artefak, dan berbagai sumber sejarah lain untuk memberikan pemahaman yang lebih konkret kepada siswa. Filsafat pendidikan realisme ini tidak hanya menjadikan pembelajaran menjadi lebih menarik, tetapi juga membantu siswa mengerti dan memahami dampak dari suatu peristiwa sejarah secara mendalam. Salah satu metode yang efektif dalam pembelajaran sejarah dengan pendekatan realisme adalah studi kasus. Melalui analisis peristiwa sejarah tertentu, siswa dapat mempelajari berbagai aspek seperti penyebab, dampak, dan faktor-faktor yang memengaruhi peristiwa tersebut. Sebagai contoh, saat mempelajari Perang Dunia II, siswa dapat mengeksplorasi beragam sudut pandang dengan menggunakan dokumen militer, surat pribadi, serta laporan berita dari masa tersebut. Dengan cara ini, siswa dapat memahami lebih banyak perspektif tentang peristiwa tersebut, termasuk bagaimana berbagai faktor saling berkaitan. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya pengetahuan siswa tentang sejarah, tetapi juga mendorong mereka untuk mengembangkan keterampilan analitis dan berpikir kritis. Mereka diajak untuk mengevaluasi sumber, mengidentifikasi bias, serta menarik kesimpulan berdasarkan bukti nyata. Dengan demikian, pembelajaran sejarah tidak hanya menjadi proses menghafal fakta, tetapi juga sebuah pengalaman pembelajaran yang bermakna dan relevan dengan kehidupan mereka.
      Filsafat idealisme dalam pendidikan menitikberatkan pada pengembangan nilai-nilai moral dan etika sebagai bagian dari proses pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran sejarah, filsafat idealisme ini membantu siswa memahami makna mendalam di balik berbagai peristiwa sejarah, sekaligus bagaimana nilai-nilai tersebut membentuk identitas budaya dan nasional. Melalui diskusi mengenai konsep seperti kebebasan, keadilan, dan hak asasi manusia, siswa dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana sejarah memengaruhi perkembangan dunia hingga saat ini. Salah satu metode penerapan idealisme dalam pengajaran sejarah adalah melalui proyek berbasis nilai. Dalam kegiatan ini, siswa dapat diminta untuk meneliti tokoh-tokoh sejarah yang berpengaruh dan menggali nilai-nilai yang mereka perjuangkan. Sebagai contoh, mereka dapat mempelajari pemimpin-pemimpin yang memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) atau keadilan sosial, seperti Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, atau R.A. Kartini. Proyek ini tidak hanya membantu siswa memahami peristiwa dan fakta sejarah, tetapi juga mengajarkan prinsip-prinsip moral yang terkandung dalam perjuangan tokoh-tokoh tersebut. Hasil dari penelitian tersebut dapat dipresentasikan dalam bentuk laporan atau diskusi kelompok, di mana siswa berbagi pandangan mereka tentang relevansi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan modern. Dengan cara ini, pembelajaran sejarah menjadi lebih dari sekadar mempelajari peristiwa masa lalu, tetapi juga sebuah proses pembentukan karakter, yang mendorong siswa untuk mengadopsi nilai-nilai positif dalam kehidupan mereka sehari-hari.
      Meskipun filsafat pendidikan realisme dan filsafat pendidikan idealisme memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya dapat digabungkan untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih menyeluruh. Dengan memadukan fakta-fakta konkret dari filsafat realisme dengan nilai-nilai serta ide-ide dari filsafat idealisme, guru dapat membantu siswa membangun pemahaman sejarah yang lebih mendalam dan bermakna. Sebagai contoh, dalam mempelajari Revolusi Prancis, guru dapat memulai dengan menyampaikan fakta-fakta historis, seperti penyebab revolusi, peristiwa penting, dan hasil akhirnya. Setelah itu, pembelajaran dapat dilanjutkan dengan diskusi mengenai nilai-nilai yang lahir dari revolusi tersebut, seperti demokrasi, kebebasan, dan kesetaraan. Pendekatan ini memungkinkan siswa tidak hanya mengetahui peristiwa sejarah secara kronologis, tetapi juga memahami makna dan relevansi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka. Dengan integrasi ini, pembelajaran sejarah menjadi lebih kaya, membantu siswa mengembangkan pengetahuan faktual sekaligus kesadaran moral yang relevan dengan konteks modern.
      Penerapan filsafat pendidikan realisme dan filsafat pendidikan idealisme dalam pembelajaran sejarah memberikan pendekatan yang saling melengkapi. Filsafat realisme membantu siswa memahami fakta-fakta sejarah secara objektif, sedangkan filsafat idealisme mengajarkan mereka untuk mengaitkan peristiwa sejarah dengan nilai-nilai yang lebih mendalam. Kombinasi kedua filsafat pendidikan ini membuat pembelajaran sejarah menjadi lebih menarik dan relevan. Dalam era globalisasi dan perubahan informasi yang begitu cepat, penting bagi generasi muda untuk tidak hanya mengenal peristiwa sejarah, tetapi juga memahami nilai-nilai yang dapat mereka ambil sebagai pelajaran untuk membentuk masa depan yang lebih baik dan bermakna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H