Saya (penulis) pernah mengikuti ibadah gereja  di sebuah desa di Jawa Timur. Total kursi yang tersedia hanya 18 buah  kursi. Dalam hati saya berpikir, "kok sedikit sekali? Ini beneran ada ibadah?"
Penasaran,  saya bertanya langsung pada Hamba Tuhan di gereja itu. Beliau  menuturkan bahwa jumlah jemaat disana memang hanya berjumlah 5 KK  (Kepala Keluarga).
Betul saja, ibadah selesai dan saya hanya  melihat total 12 orang yang hadir, termasuk pendeta dan keluarganya  beserta beberapa orang tamu dan anak kecil. Sekolah minggu dimulai  setelahnya dengan 3 orang anak kecil yang rindu beribadah pada Tuhan.
Percayakah  kita bahwa gereja seperti ini tidak hanya satu di Indonesia, melainkan  sangat banyak? Bayangkan ketika syarat dalam RUU ini benar-benar  diterapkan, berapa banyak gereja yang akan menjadi mandul dalam  menjalankan fungsinya sebagai tempat beribadah yang aman, khususnya  dalam bentuk sekolah minggu dan katekisasi.
Padahal, esensi dari  sebuah gereja adalah ibadahnya, dimana setiap orang percaya memiliki hak  dan kebebasan untuk bertemu dengan Tuhannya, termasuk anak-anak, remaja  dan pemuda. Undang-Undang tidak berhak menghambat mereka datang pada  Tuhan.
Pelajaran untuk semua pihak
Tidak  ada yang salah dalam kontroversi ini. Kasus ini muncul jelas karena  ketidak-tahuan pembuat kebijakan akan konteks dan sistem dari topik yang  dibicarakan, dalam hal ini pendidikan keagamaan Kristen nonformal.
Namun,  dengan adanya masukkan dari PGI dan pihak-pihak lain, pemerintah  diharapkan mengkaji ulang persyaratan pendidikan keagamaan Kristen  nonformal dalam RUU bersama setiap instansi terkait.
Seperti yang  dinyatakan oleh Jusuf Nikolas, penggagas petisi terkait, jangan sampai  RUU ini pada akhirnya menjadi celah bagi kelompok-kelompok yang tidak  bertanggung jawab untuk menimbulkan perpecahan di negara ini.
Lebih dari itu, sesungguhnya ini adalah teguran bagi umat Kristiani.
Bagaimana  mungkin dua pasal yang vital tersebut bisa tercantum dalam RUU, walau  masih sebatas rancangan. Kalau dikatakan RUU tersebut tidak memahami  konsep pendidikan keagamaan Kristen, baik formal maupun nonformal, jelas  jawabannya: iya.
Kalau tidak ada orang Kristen yang benar-benar  paham yang juga duduk sebagai membuat RUU, pasal-pasal seperti ini akan  terus kita jumpai.