Mohon tunggu...
Yudianto Soeharli
Yudianto Soeharli Mohon Tunggu... -

beruangdekil.wordpress.com Sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

RUU Pesantren dan Pendidikan Agama untuk Sekolah Minggu dan Katekisasi, Tepat Sasarankah?

29 Oktober 2018   20:06 Diperbarui: 3 November 2018   07:22 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: liputan6.com

Saya (penulis) pernah mengikuti ibadah gereja  di sebuah desa di Jawa Timur. Total kursi yang tersedia hanya 18 buah  kursi. Dalam hati saya berpikir, "kok sedikit sekali? Ini beneran ada ibadah?"

Penasaran,  saya bertanya langsung pada Hamba Tuhan di gereja itu. Beliau  menuturkan bahwa jumlah jemaat disana memang hanya berjumlah 5 KK  (Kepala Keluarga).

Betul saja, ibadah selesai dan saya hanya  melihat total 12 orang yang hadir, termasuk pendeta dan keluarganya  beserta beberapa orang tamu dan anak kecil. Sekolah minggu dimulai  setelahnya dengan 3 orang anak kecil yang rindu beribadah pada Tuhan.

Percayakah  kita bahwa gereja seperti ini tidak hanya satu di Indonesia, melainkan  sangat banyak? Bayangkan ketika syarat dalam RUU ini benar-benar  diterapkan, berapa banyak gereja yang akan menjadi mandul dalam  menjalankan fungsinya sebagai tempat beribadah yang aman, khususnya  dalam bentuk sekolah minggu dan katekisasi.

Padahal, esensi dari  sebuah gereja adalah ibadahnya, dimana setiap orang percaya memiliki hak  dan kebebasan untuk bertemu dengan Tuhannya, termasuk anak-anak, remaja  dan pemuda. Undang-Undang tidak berhak menghambat mereka datang pada  Tuhan.

Pelajaran untuk semua pihak

Tidak  ada yang salah dalam kontroversi ini. Kasus ini muncul jelas karena  ketidak-tahuan pembuat kebijakan akan konteks dan sistem dari topik yang  dibicarakan, dalam hal ini pendidikan keagamaan Kristen nonformal.

Namun,  dengan adanya masukkan dari PGI dan pihak-pihak lain, pemerintah  diharapkan mengkaji ulang persyaratan pendidikan keagamaan Kristen  nonformal dalam RUU bersama setiap instansi terkait.

Seperti yang  dinyatakan oleh Jusuf Nikolas, penggagas petisi terkait, jangan sampai  RUU ini pada akhirnya menjadi celah bagi kelompok-kelompok yang tidak  bertanggung jawab untuk menimbulkan perpecahan di negara ini.

Lebih dari itu, sesungguhnya ini adalah teguran bagi umat Kristiani.

Bagaimana  mungkin dua pasal yang vital tersebut bisa tercantum dalam RUU, walau  masih sebatas rancangan. Kalau dikatakan RUU tersebut tidak memahami  konsep pendidikan keagamaan Kristen, baik formal maupun nonformal, jelas  jawabannya: iya.

Kalau tidak ada orang Kristen yang benar-benar  paham yang juga duduk sebagai membuat RUU, pasal-pasal seperti ini akan  terus kita jumpai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun