BUMN 103 Bagian 2 ini menitikberatkan kepada hambatan terhadap langkah-langkah pembentukan BUMN Super Holding, termasuk penyajian ilustrasi perbandingan kinerja BUMN dengan Swasta di Indonesia dalam beberapa sektor industri sebagai gambaran seberapa baik(buruk) BUMN kita saat ini.
Kementrian BUMN mencoba untuk memetakan perusahaan BUMN atas dasar eksternalitas dan profitabilitas, dengan tidak melupakan dasar urgensi kepemilikan, yaitu perlu dimiliki negara secara mayoritas dan tidak perlu dimiliki negara secara mayoritas. Kementrian mentargetkan bawa skenario hasil rightsizing akan berjalan sebagai berikut: 2007 - 102 BUMN, 2008 - 87 BUMN, 2009 - 69 BUMN, 2012-2015 - 50 BUMN, setelah 2015 - 25 BUMN.
Bagaimana Kementrian BUMN sebagai pemilik kebijakan dan pengambil keputusan melakukan rightsizing tersebut? Kementrian memberikan 5 jalan, yaitu dengan stand alone (membiarkan BUMN tersebut tetap ada/exist), melalui merger/konsolidasi, melalui pembentukan holding, melalui divestasi dan melalui likuidasi.
Sebenarnya langkah-langkah yang ditempuh Kementrian BUMN ini bukanlah yang sama sekali baru yang ditempuh, mengingat saat kita menengok ke belakang, sebenarnya beberapa langkah telah dipraktekkan sebelumnya, sebagai contoh adalah pembentukan Holding Pupuk, yaitu menempatkan PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Kaltim dan PT Petrokimia Gresik di bawah naungan PT Pupuk Sriwidjaja, dengan melakukan metoda divestasi saham Pemerintah dengan mengalihkan kepada PT Pupuk Sriwidjaja. Likuidasi pun pernah dilakukan oleh Kementrian BUMN dengan membubarkan PT Bahana Prakarya Industri Strategis (BPIS) tahun 2002. Divestasi disini tidaklah selalu berarti pelepasan saham (baik private placement maupun IPO) kepada publik/pihak lain, tetapi dapat juga berarti akusisi horizontal maupun vertikal seperti yang dilakukan pada Indosat yang mengambil Satelindo, model divestasi lain adalah dengan melepas keseluruhan saham milik pemerintah seperti yang terjadi pada (lagi-lagi) Indosat. Model divestasi lain adalah dengan memindahkan seluruh pengelolaan kepada Departemen lain, seperti penyapihan TVRI dan RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik (LPP) tahun 2005 dengan Departemen teknis berada di bawah Depkominfo, tidak lagi pada Kementrian Negara BUMN. Jalan merger/konsolidasi merupakan jalan yang paling pertama dan paling umum ditempuh, seperti penggabungan PT Boma, PT Bisma dan PT Indra menjadi PT Boma Bisma Indra.
Sampai dengan tulisan ini dibuat terdapat 5 (lima) Holding yang telah siap dibentuk, yaitu: Holding perkebunan, holding pertambangan, holding konstruksi dan holding farmasi. Sementara rightsizing yang masih dalam kajian adalah: sektor kertas, pelabuhan, bandar udara dan pelayaran.
Rencana Rightsizing
Secara statistik rencana rightsizing dapat dijabarkan sebagai berikut:
Tahun 2007 dimulai mengurangi BUMN sejumlah 37 Perusahaan dengan rincian:
- sektor perikanan dari 5 (lima) menjadi 2 (dua) dengan model merger/konsolidasi;
- perkebunan dari 15 (lima belas) menjadi 3 (tiga) dengan model pembentukan holding;
- percetakan/penerbitan dari 6 (enam) menjadi 5 (lima) dengan model merger/konsolidasi;
- konstruksi dari 9 (sembilan) menjadi 3 (tiga) dengan model pembentukan holding;
- angkutan darat dari 2 (dua) menjadi 1 (satu) dengan model merger/konsolidasi;
- kehutanan dari 6 (enam) menjadi 2 (dua) dengan model merger/konsolidasi;
- pertambangan dari 3 (tiga) menjadi 1 (satu) dengan model pembentukan holding;
- farmasi dari 3 (tiga) menjadi 2 (dua) dengan model merger/konsolidasi;
- konsultan konstruksi dari 5 (lima) menjadi tidak ada dengan model divestasi (catatan: rencana yang diajukan adalah akuisisi oleh BUMN lainnya atau divestasi 100% dengan metode Employee & Management Buy Out/EMBO); dan
- aneka industri dari 5 (lima) menjadi 2 (dua) dengan beberapa model, likuidasi, divestasi dan merger/konsolidasi.
Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa rencana ini sudah gagal dilaksanakan mengingat saat ini saja jumlah perusahaan BUMN masih berjumlah 143. Menarik untuk dicermati 'kegagalan' ini, terlepas apakah jadwal ini dianggap terlalu ambisius, tetapi dengan melihat fakta di lapangan memang tidak semudah itu untuk melakukan rightsizing BUMN. Sebagai contoh: upaya untuk membentuk holding pertambangan, adalah suatu hal yang luar biasa mengingat dua perusahaan tambang adalah perusahan terbuka (Antam dan Timah), malah Antam tercatat dual-listed, alias tercatat di dua bursa, BEI dan ASX Australia. Sementara satu perusahaan lagi adalah Pertamina (sekedar catatan: PT Batubara Bukit Asam tidak dikelompokkan sebagai BUMN pertambangan, melainkan BUMN energi). Dapat dibayangkan pertentangan kepentingan, baik yang bersifat ekonomi (para pemegang saham publik) maupun kepentingan yang tersembunyi. Contoh lain adalah upaya untuk menghilangkan secara keseluruhan perusahaan konsultasi konstruksi, karena percayalah EMBO bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi terhadap sebuah BUMN yang mediocre.
Tahun 2008 (rencana awal setelah meneruskan rencana tahun 2007) adalah menciutkan lagi jumlah BUMN sebanyak 15 perusahaan, dengan rincian:
- industri strategis dari 9 (sembilan) menjadi 4 (empat) dengan beberapa model, likuidasi, pembentukan holding dan merger/konsolidasi;
- pertanian, dari 2 (dua) menjadi 1 (satu) dengan model merger/konsolidasi;
- perdagangan, dari 3 (tiga) menjadi 1 (satu) dengan model merger/konsolidasi (catatan penting: Kementrian BUMN memberikan arahan bahwa PT PPI akan direstrukturisasi terlebih dahulu, kemudian didivestasi atau dilikuidasi jika tidak dimungkinkan);
- dok & perkapalan, dari 3 (tiga) menjadi 1 (satu) dengan model pembentukan holding;
- kawasan, dari 4 (empat) menjadi 2 (dua) dengan model pembentukan holding;
- pengairan, dari 2 (dua) menjadi 1 (satu) dengan model merger/konsolidasi;
- pergudangan, dari 2 (dua) menjadi 1 (satu) dengan model merger/konsolidasi; dan
- hotel & pariwisata, dari 3 (tiga) menjadi 2 (dua) dengan model merger/konsolidasi.
Rencana yang merupakan terusan rencana tahun 2007 ini (apabila dijalankan) akan menghasilkan total jumlah BUMN menjadi 87 (delapan puluh tujuh), dibandingkan jumlah saat ini yaitu 143 (seratus empat puluh tiga), artinya terjadi kontraksi/penciutan jumlah perusahaan BUMN sampai dengan 49,42%. Jumlah ini merupakan jumlah yang luar biasa kecil, sehingga diharapkan bahwa efisiensi, jumlah karyawan, span of control menjadi lebih efektif dan optimal. Lagi-lagi penulis menyampaikan kekecewaan bahwa program ini tidak berhasil dijalankan. Mengapa hal tersebut terjadi? Alasannya bisa dilihat dari penjelasan kegagalan program tahun 2007 diatas. Same ol' same ol'.