Mohon tunggu...
yudiantoro
yudiantoro Mohon Tunggu... -

Orang jawa yang lebih merasa Sunda, karena lahir-besar-menikah di tatar sunda. Pokona mah, Bobotoh Pisan! Hidup Persib!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BUMN 103: Menuju BUMN Super-Holding, Harapan dan Kenyataan (Bagian Pertama)

17 Agustus 2009   06:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:49 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbandingan BUMN dengan Temasek dan Khazanah

Sebelum bercerita mengenai Kajian Pembentukan BUMN Super-Holding, baiknya kita kupas dulu apa yang tertinggal dari BUMN 101 dan BUMN 102.

Kategorisasi BUMN

Untuk mendapatkan pemahaman mengapa dilakukan sebuah upaya pembentukan super-holding, patut kita cermati model dan/atau jenis dari perusahaan-perusahaan BUMN itu sendiri, secara prinsip perusahaan-perusahaan BUMN dapat dibagi dalam beberapa kategori (selain bidang usaha sebagaimana telah dijelaskan dalam Artikel BUMN 101), yaitu:

Kategori Industri Strategis

Jangan persepsikan BUMN ini adalah BUMN yang dulu ada di bawah naungan BPIS jaman Habibie, maksud dari industri strategis adalah industri yang dinilai harus dikuasai oleh negara karena menyangkut hajat hidup orang banyak dan/atau dengan alasan pertahanan, bisa juga disebut sebagai industri terproteksi. BUMN yang termasuk kategori ini diantaranya adalah PLN, Pupuk Sriwidjaja dan Jamsostek (protected industries), serta Dahana dan Pindad (defense industries).

PLN masih dianggap industri yang diproteksi, karena walaupun telah ada perusahaan pembangkit listrik swasta (Independent Power Producer/IPP), tetapi mereka masih bermain di hulu dan tidak diperkenankan bermain di hilir, atau dikenal dengan istilah ‘single buyer, multi seller’.

Sementara Jamsostek, karena memang diproteksi oleh Undang-Undang sebagai satu-satunya perusahaan yang ‘mengurusi’ jaminan sosial untuk tenaga kerja. Sebuah catatan ringan, apabila anda ditanya siapa BUMN yang memiliki kekayaan likuid terbesar, maka apabila anda menjawab Pertamina, anda salah besar, karena BUMN yang likuiditasnya tertinggi adalah Jamsostek, dengan memiliki dana pekerja sebesar sekitar Rp 60 Triliun!

Alasan lain adalah karena BUMN yang bersangkutan memproduksi alat-alat terkait pertahanan negara (alutista), semacam Pindad yang memproduksi Senapan Serbu serta Kendaraan Militer, serta Dahana yang memperoduksi bahan peledak, walaupun kedua industri tersebut juga memperoduksi untuk alasan komersial, hanya tidak ada perusahaan/industri lain di Indonesia yang diberikan ijin untuk memproduksi hal tersebut di atas.

Karena alasan fokus kepada diskusi, latar belakang BPIS yang kemudian menjadi PT BPIS dilebur/dibubarkan tidak disajikan pada artikel ini, tapi sebagai bahan referensi dapat dibaca disini, disini dan disini.

Kategori Public Services Obligation

BUMN dalam kategori ini adalah BUMN yang masih mendapatkan subsidi dari Pemerintah karena memiliki unsur pelayanan publik. Bukan berarti bahwa BUMN dilarang untuk mencetak untung, tetapi BUMN kategori ini memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan yang tidak memiliki keuntungan atau nilai ekonomis. BUMN yang termasuk kategori ini diantaranya adalah (lagi-lagi) PLN, Pupuk, Pos&Giro, Perum Pegadaian, Pelindo, Pelni, Angkasa Pura dan Merpati Nusantara.

PLN masih mendapatkan subsidi dari Pemerintah karena dipatoknya harga jual listrik oleh pemerintah, sementara harga komponen pembangkitan listrik (investasi, teknologi dan bahan bakar) sebenarnya sudah tidak memadai dibandingkan dengan harga jual saat ini. Pelindo, Pelni, Angkasa Pura dan Merpati memiliki kesamaan jenis pelayanan publik, yaitu dengan model perintisan, artinya mereka harus membuat pelabuhan dan/atau bandar udara, serta harus berlayar dan/atau terbang ke tempat yang sebenarnya secara load factor sama sekali tidak menguntungkan, akan tetapi mengingat kondisi geografis kita yang berupa kepulauan, pelayaran/penerbangan perintis sangat diperlukan untuk membuka seluruh daerah di Indonesia.

Oh ya, hampir saja satu fakta penting terlupakan, ada satu jenis perusahaan yang khusus hanya dimiliki oleh BUMN yaitu Perum atau Perusahaan Umum. Jenis perusahaan ini dikhususkan untuk memberikan pelayanan umum (PSO) dan tidak didesain untuk mencetak laba. Contoh perusahaan ini adalah Perum Pegadaian (untuk jasa gadai), Perum Jasa Tirta (untuk pelayanan air), Perum Sarana Pengembangan Usaha (untuk jasa pemberian kredit mikro), dll.

Perlu dicatat bahwa total subsidi dari pemerintah kepada BUMN untuk tahun 2008 adalah sebesar Rp 298.6 Triliun.

Kategori Profit Oriented

BUMN kategori ini sejatinya memiliki setting untuk digenjot sebagai pencetak laba, baik karena terpaksa ataupun karena memang market-driven-competition, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian negara. BUMN yang termasuk kategori ini diantaranya adalah Telkom, Krakatau Steel, Semen Gresik, Garuda Indonesia, PGN, Bank Mandiri, dan masih banyak lagi.

Apakah Pertamina profit oriented atau PSO? Penulis berpendapat bahwa semenjak dipisahkannya fungsi regulator dari Pertamina, terutama semenjak lebih diperankannya BP Migas dan BPH Migas, Pertamina mulai ‘dipaksa’ menjadi perusahaan yang semata-mata mencetak untung. Akan tetapi memang diakui sebagian dari operasional Pertamina amsih bersifat PSO, yaitu penyaluran BBM ke end user melalui SPBU, dimana masih teradapat komponen subsidi dari pemerintah terutama untuk BBM Premium dan BBM Solar untuk Nelayan/Usaha Kecil.

Akan tetapi ada benang merah yang mengkaitkan keseluruhan kategori BUMN di atas, yaitu adanya kewajiban untuk menyisihkan sebagian keuntungan bersih untuk disalurkan dalam program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) yang merupakan program yang langsung akan dirasakan oleh masyarakat.

Gambar 1

Menuju BUMN Super-Holding

Pemerintah cq. Kementrian Negara BUMN rupanya memiliki mimpi untuk menjadikan BUMN sebagai sebuah Super-Holding, layaknya Temasek Singapura atau Khazanah Malaysia. Silahkan lihat Gambar 1. Patut dicermati bahwa dengan kondisi saat ini, dimana banyak pihak menilai bahwa BUMN lamban, tidak efisien, banyak kebocoran, rawan kroni, dsb, ternyata keseluruhan BUMN masih mampu mencatatkan laba bersih di atas Temasek dan Khazanah yang notabene dianggap lebih ‘mendunia’, hanya memang data tidak berbohong ketika aset BUMN yang jauh diatas kedua pembandingnya tersebut ternyata berbanding terbalik dengan ROA yang justru berada di bawah kedua pembandingnya tersebut.

Satu fakta penting terungkap, bahwa ternyata jumlah aset seluruh BUMN masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan (katakanlah) Temasek, termasuk laba bersih yang dihasilkan. Artinya sebenarnya BUMN masih memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan dan dioptimalkan pengelolaannya. Tugas kita untuk mengawasi dan memberikanmasukan dan kritikan, agar BUMN yang benar-benar berkelas dunia dan mampu membeli perusahaan asing layaknya IBM (divisi laptop) yang diakuisisi Lenovo-China, menjadi just around the corner.

Kementrian BUMN cq. Pemerintah (saat itu) menganggap penting persiapan pembentukan BUMN Super Holding, dengan dasar pertimbangan bahwa pengelolaan BUMN dengan Super Holding yang berlaku (hanya) sebagai investment holding dan berbentuk ramping (bandingkan bahwa super holding temasek hanya memiliki 300 orang karyawan dan khazanah dengan 228 orang karyawan), sehingga upaya intervensi dari pihak manapun yang sedianya akan mengganggu operasional perusahaan dapat ditekan seminimum mungkin, mengingat pemerintah telah mencoba membuat tirai berlapis (invisible veil) untuk mencapai perusahaan-perusahaan BUMN.

Road Map BUMN SUper Holding
Road Map BUMN SUper Holding

Gambar 2

Sementara pada Gambar.2 dapat dilihat ‘peta perjalanan (road map)’ dari proses pembentukan BUMN Super-Holding, yang terdiri atas dua tahap, yaitu Tahap I (2005-2009) dan Tahap II (2010-2014), dimana diharapkan dalam dua periode kepresidenan BUMN Super Holding dapat dibentuk

OOT. Menarik untuk dicermati panjang waktu pembentukan Super-Holding, karena harus diingat bahwa walaupun konsep awal datang semasa kepemimpinan BUMN ada di tangan Tanri Abeng, tetapi Sofyan Djalil (SD) sebagai Menteri BUMN saat ini notabene merupakan ‘anak didik’ Tanri Abeng. Harus pula dimengerti walaupun SD datang dari Lembang Sembilan saat Pemilu 2004, sehingga sejatinya beliau ‘dibawa’ oleh JK, akan tetapi akseptabilitas SD juga tinggi di mata SBY. Hal ini terbukti saat Pemilu Presiden kemarin, SD termasuk salah satu Menteri yang pasang badan, saat Tim Sukses SBY dipermasalahkan oleh Bawaslu, akan tetapi SD juga tetap mesra dengan JK, karena SD juga pasang badan untuk JK terhadap hal yang sama. Hal ini menunjukkan ‘optimisme’ sang Menteri BUMN, bahwa siapaun yang menjadi Presiden tahun 2009-2014 tetap akan bisa menjalankan program Super Holding karena nahkoda kepresidenan (diyakini tidak akan jauh) dari kedua orang tersebut. Hal ini terbukti benar dengan terpilih kembalinya SBY sebagai Presiden 2009-2014, tinggal dibuktikan apakah SD masih digunakan jasanya.

Kembali ke Gambar 2. Sebenarnya banyak hal sudah tidak tercapai masa 2007 dan 2008, setidaknya tercermin dari dua hal, yaitu penciutan jumlah BUMN yang belum tercapai (rencana 87 BUMN, saat ini masih 143 BUMN) dan rencana privatisasi (rencana 16 BUMN, realisasi tidak ada). Kegagalan memenuhi target waktu tersebut tentunya akan sangat mempengaruhi keberhasilan rencana pembentukan BUMN Super-Holding, mengingat bahwa skenario awal rightsizing bahwa diatas tahun 2015 tinggal terdapat 25 BUMN saja. Skenario ini (dinilai Penulis akan) semakin memburuk dengan diterimanya kabar bahwa jumlah BUMN justru akan ditambah dengan rencana menaikkan status Geodipa dari Anak Perusahaan BUMN menjadi BUMN dengan penyertaan langsung Pemerintah (melalui mekanisme PMP).

Kemudian bagaimana Road Map Super Holding tersebut diimplementasikan? Apa tantangannya? Penulis akan coba jawab dalam Bagian ke-2 BUMN 103 ini.

Bersambung ke Bagian 2.

Dalam Bagian 2 akan dipaparkan mengenai Pemetaan BUMN untuk Rightsizing Policy, ringkasan rencana rightsizing dan beberapa gambar perbandingan kinerja (current) BUMN dibandingkan dengan swasta (asing dan nasional) dalam sektor industri yang sama.

Artikel BUMN Series:

  1. BUMN 101: Mitos dan Fakta Seputar BUMN
  2. BUMN 102: Penciptaan Nilai dan Kontribusi kepada Perekonomian Negara
  3. BUMN 103: Menuju BUMN Super-Holding, Harapan dan Kenyataan

Daftar Pustaka:

  1. Presentasi Menteri BUMN: Peranan BUMN dalam Menunjang Perekonomian Nasional, 30 Oktober 2008
  2. Presentasi Dialog Interaktif KIBM di TVRI: Penguatan BUMN dalam Mendukung Target Pertumbuhan Ekonomi Nasional, 28 Agustus 2007
  3. Laporan Kinerja BUMN 2003-2007, Kementrian Badan Usaha Milik Negara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun