Tindakan Luis Suarez untuk menghalau bola menggunakan tangan dengan sengaja sehingga menggagalkan gol kemenangan Ghana pada menit terakhir perpanjangan waktu akan menimbulkan kontroversi tiada akhir, selayaknya gol Frank Lampard yang tidak disahkan oleh wasit. Hanya perbedaan mendasar kontroversi disini adalah apakah tindakan Luis Suarez tersebut dapat dibenarkan berdasarkan ‘a gentlemen conduct on sportsmanship' berdasarkan prinsip-prinsip sportivitas olahraga?
Benar bahwa atas tindakannya tersebut Luis Suarez ‘dihadiahi' kartu merah langsung oleh wasit sesuai statuta Kode Disiplin FIFA Pasal 47 tentang Pelanggaran Serius. Benar bahwa kemudian Ghana diberikan hadiah penalti yang merupakan konsekuensi langsung akibat pelanggaran tersebut.
Apa yang kemudian menggelitik saya adalah, ketika penalti tersebut gagal, dan kemudian Ghana kalah melalui drama adu penalti. Terbersitlah perandaian-perandaian liar di kepala, jika saja Luis Suarez sportif untuk tidak menggunakan tangannya saat bola sudah akan masuk ke gawang Uruguay, jika saja penalti Asamoah Gyan tidak gagal, dan banyak jika jika yang lain.
Tentu bagi pendukung Uruguay, Luis Suarez adalah pahlawan, karena dia mau berkorban dengan tidak akan bisa ikut pertandingan hingga final jiga memang Uruguay lolos sampai partai pemuncak. Tetapi bagi pendukung Ghana (dan kemungkinan seluruh Afrika), Luis Suarez adalah seorang pesakitan yang sangat tidak sportif, karena menggunakan apa saja untuk menggagalkan sebuah gol yang lahir dalam sebuah permainan.
Kaidah-kaidah ‘good sportsmanship' (ini saya ngga tau bahasa Indonesia-nya) memang tampaknya sudah mulai luntur di belantara dunia olahraga modern saat ini, dimana kemenangan adalah segalanya dan akan dibayar berapa pun diperlukan.
Saya ingin berikan dua contoh sportsmanship yang saling bertentangan dalam dunia olahraga khususnya sepakbola:
Paolo Di Canio - West Ham v. Everton. Saat kedua kesebelasan bertemu pada musim tahun 2000, Paolo Di Canio menunjukkan sikap ‘good sportmanship' (yang kebetulan kontras dengan sikap ‘bad boys' sepanjang karirnya), yaitu saat Paul Gerrard (kiper Everton saat itu) tergeletak di lapangan, sementara wasit memberikan sinyal pertandingan terus berlangsung (play on), Trevor Sinclair memberikan umpan silang pada Paolo di Canio, yang alih-alih tinggal menceploskan gol ke gawang yang kosong, malah kemudian memegang bola tersebut dan memberi sinyal kepada ofisial pertandingan untuk segera merawat Paul Gerrard. Tindakannya tersebut merupakan contoh ‘good sportmanship' yang selalu dikenang.
Sementara ‘bad sportsmanship' yang telah menjadi legenda adalah ‘Hand of God' Diego Maradona ketika melawan Inggris tahun 1986. Tentunya tidak dapat dipungkiri bahwa Maradona yang bertubuh gempal sanggup berduel udara dengan Peter Shilton yang jauh lebih tinggi, dan dalam tayang ulang jelas terlihat bahwa Maradona menggunakan tangannya. Walaupun kemudian Maradona ‘membalas' tindakannya dengan gol kedua yang sungguh-sungguh brilian, tetapi tidak menghapus sejarah atas perbuatan ‘bad sportsmanship'
Dari fakta sejarah tersebut dan atas dasar ‘a gentlemen conduct on sportsmanship', maka saya sangat menyesali tindakan Luis Suarez yang sengaja menggunakan tangannya untuk mengahalangi lawan mencetak gol. Semoga sepakbola indah yang tidak hanya menjunjung fair play, tetapi juga sportsmanship tetap ada dan terpelihara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H