Mohon tunggu...
YUDIANTO YUDIANTO
YUDIANTO YUDIANTO Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Abdi negara

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Antara Rupiah, Baht dan USD

22 Oktober 2014   17:27 Diperbarui: 4 April 2017   18:04 9611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman saya ini mungkin sudah sering dialami orang-orang yang bepergian ke luar negeri. Tapi bagi saya yang baru kedua kalinya ke luar negeri, itupun hanya negara ASEAN, tentu ini menjadi pengalaman berharga. Ya, ini terkait dengan rendahnya nilai Rupiah di luar negeri bahkan di negara ASEAN sendiri. Indonesia sebagai negara dengan luas wilayah terbesar, penduduk terbanyak dan PDB tertinggi di ASEAN ternyata mata rupiahnya masih kalah dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Sekitar pertengahan Agustus 2014, saya dan beberapa teman melakukan perjalanan ke Bangkok dalam rangka liburan. Sebelum berangkat saya menanyakan teman-teman yang sudah pergi kesana bagaimana cara mendapatkan Baht dengan nilai yang wajar. Apakah langsung membeli Baht di money changer atau membeli USD dulu baru ditukar Baht di Bangkok. Tapi teman-teman malah menyarankan langsung saja mengambil uang tunai di ATM di Bangkok yang ada logo Visa/Master Card, menyesuaikan dengan ATM kita. Kurs pun tidak jauh berbeda, biaya transaksi yang tidak mahal, lebih praktis dan aman karena kecil kemungkinan mendapat uang Baht palsu. Mengingat tempat tinggal saya di kota kecil di Kalimantan Selatan yang tidak ada money changer akhirnya saran ini saya coba praktekkan.

Selama di Bangkok saya pun beberapa kali mengambil uang tunai di beberapa ATM dari bank lokal yang berbeda yang mempunyai logo Visa/Master Card. Hal ini dapat dilihat dari warna dominan di mesin ATM itu sendiri. Ada yang biru muda, merah, hijau hingga ungu. Untuk nama Bank-nya saya sendiri tidak hafal karena saya tidak bisa membaca huruf Thai yang mendominasi di mesin ATM.

ATM di Bangkok sendiri sangat mudah ditemukan. Mulai dari bandara, pusat-pusat perbelanjaan, stasiun MRT dan BTS, tempat-tempat wisata hingga di deretan toko-toko. Yang agak menyusahkan rata-rata ATM di Thailand menggunakan pecahan 1000 Baht, nominal terbesar uang Baht. Jadi jika kita melakukan transaksi dengan nilai 100-300 Baht rata-rata penjualnya akan meminta uang dengan nominal yang lebih kecil karena mereka sulit memberikan kembalian. Jadi disini kita dituntut pintar-pintar memilih toko yang bisa memberikan uang kembalian dan mengelola uang kembalian tersebut. Sedikit saran, cobalah membeli barang di Seven-Eleven untuk mendapatkan pecahan Baht yang lebih kecil.

Ketika akan kembali ke Indonesia melalui Bandara Don Muang, saya masih mempunyai uang Baht sekitar 2000 Baht. Setelah membeli beberapa barang di duty-free bandara Don Muang, uang saya masih tersisa 1500 Baht. Saya pun mencoba menukar di money changer yang ada di area duty-free tersebut. Disinilah saya merasakan sendiri rendahnya nilai Rupiah di luar negeri. Jika ditukar dengan Rupiah, uang 1500 Baht saya senilai dengan sekitar Rp 300.000. Saya lupa persisnya. Jika ditukar dengan USD maka senilai dengan 46 USD. Saya pikir-pikir kok jauh sekali perbedaannya. Jika uang 46 USD itu saya tukar di Indonesia dengan kurs Rp 11.000 per USD maka nilainya sekitar Rp 506.000. Selisih Rp 206.000 atau 68% !!! Akhirnya saya memutuskan menukar dengan USD dan mendapat sekitar 46 USD dengan nominal 20 USD 2 lembar, 5 USD  1 lembar, 1 USD 1 lembar dan beberapa sen.

Tiba di Indonesia saya belum sempat menukarkan uang USD tersebut. Baru sekitar seminggu kemudian ketika ke Banjarmasin saya menukarkan uang USD tersebut. Dari 46 USD yang saya miliki saya menukar 45 USD saja karena yang 1 USD diminta teman untuk koleksi. Setelah dihitung oleh petugas money changer maka saya mendapat sekitar Rp 550.000 !! Jauh sekali bila saya menukar di bandara Don Muang. Menurut petugas money changer, uang USD yang saya miliki masih bagus kondisinya, tidak terlipat dan memiliki seri keluaran tahun 2004 jadi masih dihargai tinggi.

Iseng-iseng saya menanyakan berapa harga jual uang Baht dan dijawab Rp 400 per 1 Baht. Saya pun mencoba mengecek internet banking untuk mengetahui berapa uang yang terdebet ketika saya mengambil uang di ATM di Bangkok. Setelah dihitung-hitung ternyata 1 Baht berkisar Rp 390,- dan biaya penarikan Rp sekitar Rp 57.000 (150 Baht) per penarikan. Lebih murah daripada membeli di money changer.

Dari kejadian ini sangat terlihat betapa rendahnya nilai Rupiah kita di luar negeri. Tentunya banyak faktor yang menyebabkan hal ini. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah agar mampu menjaga dan menaikkan nilai tukar Rupiah agar sejajar dengan mata uang asing lainnya. Selain itu, kita sebagai warga negara Indonesia harus bisa memperlakukan uang Rupiah kita dengan baik seperti tidak melipat-lipat, mencoret atau tindakan lain yang menyebabkan uang tersebut menjadi cacat dan rusak. Siapa lagi yang akan menghargai Rupiah kalau bukan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun