Mohon tunggu...
Yudi Husen
Yudi Husen Mohon Tunggu... profesional -

Saya adalah saya, bukan orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

History SBY Umumkan Perang Aceh, Terimas Kasih Badan Besar

20 Mei 2012   11:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:03 4508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Malam mencekam di Aceh, Pukul 00.00 WIB, 19 Mei 2003.  setelah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan pemberlakukan status Darurat Militer. Konsekuensi dari pemberlakuan status Darurat Militer, Presiden Megawati Sukarnoputri mengizinkan pengiriman 30.000 pasukan TNI dan 12.000 personel polisi ke Aceh. Ini merupakan pengerahan pasukan dan armada perang terbesar Indonesia sejak penempatan militer di Timor Timur pada 1976.

Sejak 19 Mei itu, hari-hari di Aceh menjadi kelam. Truk reo yang berisikan pasukan bersenjata tempur hilir-mudik di jalan. Pesawat Bronco tak ketinggalan. Mereka menggempur gunung dan perbukitan yang diklaim tempat bersembunyinya pasukan Gerakan Aceh Merdeka.

Aceh berubah jadi daerah perang! Aktivis mahasiswa dan sipil yang biasanya lantang berteriak menentang kebijakan militeristik, kali ini dipaksa tiarap. Tak sedikit di antara mereka yang ditangkap. Tak sedikit pula, aktivis harus mengungsi, keluar dari Aceh.

Pusat memberlakukan darurat militer sebagai jawaban atas gagalnya proses perundingan dengan Gerakan Aceh Merdeka. Pada 28 April 2003, Pemerintahan Megawati memberikan waktu dua pekan bagi GAM untuk mengakhiri perjuangan mereka menuntut merdeka dan menerima otonomi khusus. Namun, GAM menolak tawaran tersebut.

Perundingan kedua belah pihak pun memanas, karena tidak mencapai kata sepakat. Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa mendesak agar Indonesia dan GAM kembali ke meja perundingan.

Pertemuan Tokyo (Tokyo Meeting) yang akan digelar pada 17-18 Mei 2003 menjadi satusatunya harapan perdamaian Aceh. Namun, GAM tetap bersikeras tidak menerima otonomi khusus. Tawaran ini kembali dipertegas Pusat pada 16 Mei. “Otonomi khusus merupakan solusi akhir dan final bagi penyelesaian konflik Aceh. Jika tidak, GAM akan menghadapi penyerangan militer,” demikian ultimatum yang dikeluarkan Pusat.

Tentu saja, GAM tak menghiraukan ultimatum Indonesia. Lima juru runding GAM yang hendak menuju ke Bandara Sultan Iskandar Muda, ditangkap begitu keluar dari Hotel Kuala Tripa, tempat yang selama ini dijadikan markas para juru runding GAM dan Pemerintah Indonesia.

Kengototan GAM ini menelurkan Keputusan Presiden No 28/2003 yang mengizinkan Aceh menjadi daerah perang. Aceh berada di bawah kuasa militer. Saban hari, operasi militer digelar. Kantung-kantung persembunyian GAM diobrak-abrik. Tak hanya menyerbu melalui jalur darat, pasukan pemerintah juga membombardir pegununan dan bukit di kawasan Aceh Besar dan Aceh Utara dengan pesawat tempur.

Saya masih ingat betul ketika pesawat menjatuhkan bom di kawasan Cot Keu-eueng, Aceh Besar. Masih juga belum lekang di ingatan deru reo membelah kesunyian malam ketika kami tengah dikejar deadline di Tabloid Beudoh, sebuah tabloid yang dikelola aktivis mahasiswa. Belakangan, tabloid ini dibredel Penguasa Darurat Militer Daerah karena menurunkan laporan ajakan untuk menolak pemilihan umum yang akan digelar pada awal 2004.

Media dan wartawan kala itu tak leluasa menurunkan laporan apa adanya. Bahkan, Penguasa Darurat Militer Pusat Megawati Sukarnoputri mengeluarkan Keppres No 43/2003 yang membatasi ruang gerak wartawan.

Keputusan ini dijabarkan oleh Penguasa Darurat Militer Daerah Mayjen Endang Suwarya, yang melarang wartawan untuk memberitakan tentang: (1) Kode khusus atau sandi pasukan, pesawat, kapal serta kode atau sandi prosedur operasi tetap dan kode perhubungan; (2) Informasi rencana yang akan datang, (3) Instansi militer tertentu yang ditentukan oleh komando operasi; (4) Gambar daerah instalasi militer; (5) Informasi intelijen yang berkaitan dengan kegiatan teknis, taktis dan prosedur internal; (6) Informasi maupun propaganda musuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun