Mohon tunggu...
Yudi Surono
Yudi Surono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa doktoral ilmu syariah

mahasiswa program doktoral ilmu syariah di IAIN Metro Lampung

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Poligami Dalam Perspektif Syar'u Man Qoblana dan Pengaruhnya Dalam Pembaharuan Hukum Islam

12 Desember 2024   10:14 Diperbarui: 12 Desember 2024   10:14 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Poligami Dalam Perspektif Syar'u Man Qoblana dan Pengaruhnya Dalam Pembaharuan Hukum Islam

Poligami dalam Islam telah menjadi topik yang memicu banyak perdebatan, baik dalam konteks sosial maupun hukum. Sebagai salah satu bentuk institusi perkawinan yang diatur dalam Al-Qur'an, poligami memberikan ruang bagi seorang suami untuk menikahi lebih dari satu wanita dengan syarat dan ketentuan yang jelas. Namun, cara pandang terhadap poligami ini sangat dipengaruhi oleh penafsiran terhadap teks-teks agama, termasuk dalam perspektif syar'u man qoblana yang lebih mengarah pada penerimaan atau penolakan terhadap praktik poligami berdasarkan hukum dan norma-norma yang berlaku di masa lalu.

Syari'ah man qoblana atau "hukum yang berlaku sebelum kita" adalah pendekatan dalam menilai hukum Islam berdasarkan pemahaman dan praktik yang ada sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks ini, poligami sebagai bagian dari hukum Islam tidak bisa dipandang secara tunggal tanpa mempertimbangkan hukum-hukum yang ada sebelumnya, baik dalam masyarakat Arab pra-Islam maupun dalam peradaban-peradaban yang lebih awal.

Sebelum kedatangan Islam, poligami sudah ada dalam berbagai budaya dan agama. Namun, dalam banyak kasus, praktik ini tidak memiliki batasan yang jelas. Bahkan dalam masyarakat Jahiliyah, seorang pria bisa menikahi banyak wanita tanpa syarat keadilan. Islam datang dengan memberikan aturan yang tegas, yaitu seorang pria hanya boleh menikahi maksimal empat wanita, dengan syarat berlaku adil kepada mereka semua. Surah An-Nisa' ayat 3, menjadi dasar utama dalam pembahasan ini, yang menyatakan:

"Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja..."

Meski poligami dibolehkan Islam, hal tersebut bukanlah suatu kewajiban atau anjuran. Poligami hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, seperti untuk melindungi hak-hak wanita yang menjadi janda atau untuk mengatur keberlangsungan keturunan dengan cara yang lebih adil. Namun, jika keadilan tidak dapat ditegakkan, maka sebaiknya seorang suami memilih untuk menikahi hanya satu wanita.

Dalam pembaharuan hukum Islam, poligami tidak bisa dilepaskan dari reinterpretasi terhadap teks-teks agama, terutama dalam konteks modernitas dan kebutuhan sosial yang berkembang. Dalam banyak negara Muslim, poligami menjadi isu yang sensitif, terutama karena praktik ini sering kali dipandang sebagai bentuk ketidakadilan terhadap wanita.

Dalam perspektif pembaharuan hukum Islam, banyak ulama dan pemikir Islam yang berpendapat bahwa poligami perlu diatur lebih ketat, bahkan dibatasi atau dilarang. Mereka menganggap bahwa keadilan yang dimaksud dalam Al-Qur'an tidak hanya bersifat material, tetapi juga spiritual dan psikologis. Hal ini, jika seorang pria tidak mampu berlaku adil dalam hal materi dan emosi, maka poligami tidak seharusnya diperbolehkan.

Beberapa negara Muslim telah mengadopsi pembaharuan hukum yang membatasi praktik poligami, seperti mensyaratkan izin dari istri pertama atau menetapkan prosedur yang lebih ketat bagi yang ingin berpoligami. Hal ini mencerminkan upaya untuk menjaga hak-hak perempuan dan menciptakan keadilan dalam masyarakat.

Poligami dalam perspektif syar'u man qoblana mencerminkan bahwa praktik ini sudah ada sebelum datangnya Islam dan diatur dengan ketat oleh syariat. Namun, dalam dunia modern, poligami tetap menjadi topik yang kontroversial dan memerlukan peninjauan ulang, terutama dalam hal keadilan bagi perempuan. Pembaharuan hukum Islam dalam hal ini menunjukkan betapa pentingnya menyesuaikan antara teks-teks agama dan kebutuhan zaman. Pembaharuan ini berusaha menjaga prinsip keadilan, yang menjadi landasan utama hukum Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun