Bila nanti pada masanya
Aku kalah atau kau kalah
Aku tidak mau berpatah patah
Berjalan tak tentu arah
Seperti katamu,
Bumi, kamu tidak pernah akan sendiri
Aku disini selalu ada buatmu
Memelukmu, kata semesta
Yang kau lupa,
Bumi itu tinggal di dalam semesta.
Peluk yang meredup
Genggam tangan yang renggang
Senyum senyum yang kembali kaku
Canda canda yang tak riang
Dan kabar kabar yang entah
Semisal nanti aku tidak denganmu
Terimakasih telah menaruh namaku pada sebuah pinned di pesan text itu
Terimakasih telah memelukku hingga sesak namun senang
Terimakasih kau sudah menulis namaku pada sulamanmu yang sehari penuh kau kerjakan
Hingga lupa makan, waktu dan tidurmu kembali malam
Terimakasih pernah diberi kesempatan mencium punggung bapak ibumu
Terimakasih pernah masuk kedalam sebuah buku yang ada di balik bantalmu
Kenankan aku menjadi kekal didalammu
Entah tatto di badanmu
Entah menjadi ubur ubur
Entah apapun yang abadi
Semisal nanti kau kalah
Semoga aku masih bisa menjadi sebuah cahaya kala kau meredup dalam kisahmu
Semoga tanganku yang kau bilang lembut masih dapat mengelus rambutmu yang rontok
Semoga pundakku masih nyaman kau tempati
Semoga dadaku masih nyaman kau tiduri
Semoga juga aromaku juga masih tertinggal di pinggiran hidungmu
Semoga kain sulam yang kau buat masih bisa berfungsi untuk mengusap air matamu mataku
Yang sembab karna menangis sepanjang malam
Padahal sesederhana,
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan sederhanaku
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan sederhana, sesederhana kau tak menginginkanku dulu
Ah bangsat. Aku rindu kau hayati
Dan bajingan, ini benar benar menguras tenaga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H