Mohon tunggu...
Yudhistira Mukti Wicaksana
Yudhistira Mukti Wicaksana Mohon Tunggu... -

Berusaha menjadi manusia yang bermanfaat bagi masyarakat banyak dengan tanpa henti belajar dan berbagi hal-hal positif untuk bersama-sama membangun dan mencerdaskan bangsa dengan menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Kenakan “Kacamata Kuda” Wahai Presidenku

14 Februari 2014   16:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:49 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13923950171809436081



Mimpi menjadi seorang Presiden RI???

Tentu lumrah dan wajar, apalagi disertai dengan suatu niatan yang mulia dari seorang anak bangsa. Walau peluang itu semakin tipis seiring berjalannya waktu.

Di tahun 1960, peluang menjadi presiden Indonesia sekitar satu per 97 juta. Di tahun 1990 tinggal satu per 180 juta. Dan, kini bahkan sungguh bak “liliput”, mendekati seper-250 juta.

Anomali berkaitan dengan membesarnya peluang ibarat “mimpi di siang bolong”. Kecil kemungkinan penduduk Indonesia berkurang dan hampir mustahil jumlah presiden bertambah di negeri ini.

Berkaitan dengan ambisi, semakin tipisnya peluang tentu bukan penghalang bagi segelintir orang yang siap mengerahkan segenap daya, upaya, melalui segala cara untuk meraih mimpi yang indah itu. Sungguh memabukkan khayalan khusuk mereka untuk “Menjadi presiden dan tercatat dalam sejarah peradaban bangsa ini.”

Mendongkrak “popularitas” seolah menjadi prasyarat mutlak pemulus langkah.

Satu kelompok berusaha menggelontorkan “Retorika Nasionalisme Sempit” untuk meraih simpati. Seolah kita hidup sendiri di planet antah berantah. Yang ada hanya kepentingan kita belaka, tanpa peduli adanya beragam kepentingan dari umat manusia lainnya di dunia ini.

Kelompok lainnya dengan bekal wawasan dan pengetahuannya yang sempit sehingga hanya fokus kepada politik domestik dan canggung atau meremehkan pentingnya kerjasama dan pergaulan dengan seluruh bangsa-bangsa yang ada di dunia ini.

Kedua kelompok tersebut ibarat memakai “Kacamata Kuda.” Slogan atau retorika yang mereka kumandangkan sungguh membuai rakyat, bak mimpi indah di siang bolong.

Namun, apabila kita jeli dalam mencermatinya, mereka justru menyesatkan rakyat banyak. Bukan hanya jauh dari realitas dan keniscayaan di era globalisasi ini, mereka juga menutup peluang berharga dibalik kompleksnya pergaulan maupun kerjasama internasional untuk memperjuangkan dan memajukan kepentingan Nasional kita dalam lingkup yang luas.

Yang sangat menghawatirkan adalah saat rakyat tersadar dari buaian mimpi indah, ketika melihat kenyataan yang ada. Hati mereka dipenuhi dengan luapan amarah, kekecewaan, dan penyesalan. Namun, sungguh terlambat ibarat “nasi sudah menjadi bubur.”

Kita bisa memilih menjadi semacam Korea Utara yang menjadi primadona perpolitikan dunia. Walau rakyatnya rela kelaparan dan terjebak dalam kemiskinan, demi memenuhi ambisi pemimpinnya. Bahkan, lebih dari seperempat balitanya yang tidak berdosa mengalami gizi buruk yang sangat kronis.

Kita juga bisa memilih seperti Jepang yang menjadi negara maju dan disegani setelah membuka dirinya melalui “Restorasi Meiji.” Atau China yang menjadi raksasa ekonomi dunia, setelah membuka akses ekonominya bak negara Kapitalis. Walau sekilas bertolak belakang dengan Ideologi Komunis yang mereka anut.

Mimpi indah dan retorika “Nasionalisme Sempit” itu sering mengaburkan kesadaran sehingga kiita lupa keniscayaan untuk harus melangkah ke depan, semakin maju, dan lebih baik. Bukan, justru mundur ke belakang.

Tanpa kita sadari pula, kita sering merendahkan diri kita sendiri. Sungguh aneh memang, karena justru ketika bangsa-bangsa lain membanggakan Indonesia.

Saat ini, Indonesia sungguh dihormati dalam tataran politik dunia. Peran penting Indonesia tidak dapat dianggap sebelah mata oleh negara manapun di dunia. Peran sentral Indonesia dalam berbagai forum internasional, baik dalam lingkup regional maupun global, patut kita banggakan.

Indonesia merupakan anggota G-20 atau negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Memiliki ekonomi yang relatif stabil dan kuat dibalik deraan krisis ekonomi dunia yang datang silih berganti, mungkin hanya sekedar mimpi di siang bolong satu dekade lampau.

Hal ini bukan suatu kebetulan belaka, apalagi hasil “menutup diri” dari pergaulan dengan bangsa lain. Justru sebaliknya, Indonesia berhasil memanfaatkan peluang serta kerjasama dengan negara-negara lain demi memajukan kepentingan nasional kita.

Dapat dikatakan, kebijakan luar negeri “all directions foreigh policy” dan “million friends and zero enemy” yang diterapkan oleh pemerintahan kita dibawah Presiden Yudhoyono merupakan salah satu kunci sukses dibalik kemajuan Indonesia.

Kebijakan ini selaras pula dengan kata-kata bijak dan pemikiran proklamator –proklamator kemerdekaan Indonesia.

“Soekarno” dengan pemikirannya bahwa “internasionalisme tidak akan subur bila tidak berakar pada buminya nasionalisme” dan “nasionalisme-pun tidak akan subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme.”

Begitu pula “Muhammad Hatta,” dengan dasar politik luar negeri “bebas aktif” yang dicanangkannya di tahun 1948, melalui slogan “mendayung di antara dua karang.”

Karenanya, banggalah wahai saudaraku sebangsa dan setanah air!

Saat ini kita “BEBAS” dari peran sebagai “sumber permasalahan dunia” dan senantiasa “AKTIF” dalam “memberikan solusi bagi permasalahan dunia.”

“Kacamata Kuda” hanya pantas dikenakan seekor kuda agar menuruti perintah sang Kusir.

“Kacamata Kuda” tidak pantas menjadi mimpi, kepribadian, maupun pemikiran pemimpin Bangsa kita dimasa mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun