Sepanjang tahun 2018 Direktorat Jenderal Imigasi telah melakukan penundaan 5.785 permohonan paspor yang diduga akan menjadi Tenaga Kerja Indonesia Non Prosedural (TKI NP) di 125 Kantor Imigrasi di seluruh Indonesia serta penundaan keberangkatan bagi calon TKI NP di 25 TPI seluruh Indonesia sebanyak 408 orang, hal ini terdapat pada Siaran Pers Capaian Kinerja Dan Isu Strategis Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi Tahun 2018. Capaian ini tentu sedikit banyak merefleksikan bahwa Direktorat Jenderal Imigrasi telah melaksanakan fungsi pengawasan bagi calon tenaga kerja Indonesia yang diduga akan menjadi TKI NP.Â
Tenaga Kerja Indonesia Non Prosedural dikhawatirkan merupakan pintu gerbang menuju praktik tindak pidana perdagangan orang. Menurut Pasal 1 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Menurut International Public Migrant Commission, para pelaku melakukan beberapa hal untuk menjerat korban, antara lain memberikan pinjaman sehingga korban terjerat hutang, menahan paspor agar korban tidak bisa melarikan diri, memberi tahu korban bahwa status mereka ilegal dan akan dipenjara sebelum dideportasi dan membuat korban bergantung pada pelaku.Â
Imigrasi memegang peranan penting dalam upaya pencegahan perekrutan Calon Tenaga Kerja Indonesia Non Prosedural (TKI NP), Kementerian Hukum dan HAM tergabung dalam gugus tugas penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Perpres No. 69 Tahun 2008 Tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Secara keimigrasian hal ini tertuang pada Pasal 89 Ayat (1), (2) dan (3) UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang berbunyi, Ayat 1, Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk melakukan upaya preventif dan represif dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia.Â
Ayat (2), Upaya preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. pertukaran informasi dengan negara lain dan instansi terkait di dalam negeri, meliputi modus operandi, pengawasan dan pengamanan Dokumen Perjalanan, serta legitimasi dan validitas dokumen; b. kerja sama teknis dan pelatihan dengan negara lain meliputi perlakuan yang berdasarkan peri kemanusiaan terhadap korban, pengamanan dan kualitas Dokumen Perjalanan, deteksi dokumen palsu, pertukaran informasi, serta pemantauan dan deteksi Penyelundupan Manusia dengan cara konvensional dan nonkonvensional; c. memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat bahwa perbuatan perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia merupakan tindak pidana agar orang tidak menjadi korban; d. menjamin bahwa Dokumen Perjalanan atau identitas yang dikeluarkan berkualitas sehingga dokumen tersebut tidak mudah disalahgunakan, Â dipalsukan, diubah, ditiru, atau diterbitkan secara melawan hukum; dan e. memastikan bahwa integritas dan pengamanan Dokumen Perjalanan yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh atau atas nama negara untuk mencegah pembuatan dokumen tersebut secara melawan hukum dalam hal penerbitan dan penggunaannya.Â
Ayat (3), Upaya represif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. penyidikan Keimigrasian terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia; b. Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia; dan c. kerja sama dalam bidang penyidikan dengan instansi penegak hukum lainnya.
 Permohonan paspor merupakan salah satu filter awal dalam mencegah Tenaga Kerja Indonesia Non Prosedural (TKI NP) selain tentunya Dinas Tenaga Kerja tingkat Provinsi ataupun Kabupaten/Kota selaku penerbit surat rekomendasi permohonan paspor. Menurut Pasal 3 dan 4 Permenkumham No. 9 Tahun 2012 Tentang Penerbitan Paspor Biasa Bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia, para calon tenaga kerja harus melakukan permohonan pada Kantor Imigrasi yang masih berada dalam provinsi yang sama dengan domisilinya serta melampirkan surat rekomendasi permohonan paspor calon tenaga kerja Indonesia yang diterbitkan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi atau Kabupaten/Kota yang sesuai dengan domisili. Dalam surat tersebut terdapat ID TKI dan nomor rekomendasi yang dapat di validasi lewat laman interkoneksi BNP2TKI dan Direktorat Jenderal Imigrasi. Hal tersebut dimaksudkan agar memudahkan pengawasan lapangan saat ditemukan keraguan terhadap keabsahan dokumen persyaratan maupun keterangan saat wawancara.Â
Dalam praktiknya, berbagai modus yang dilakukan oleh calon TKI NP ataupun perekrutnya antara lain fraudulent atau penipuan, pada modus ini yang bersangkutan memalsukan data persyaratan permohonan paspor, seperti KTP, KK ataupun Akta Kelahiran. Sering ditemui TKI NP atau perekrut memalsukan datanya untuk mengubah tahun lahirnya agar lebih tua karena sejatinya sang calon masih di bawah umur minimal untuk bekerja ataupun memalsukan KTP dan KK agar domisilinya sesuai dengan Kantor Imigrasi maka butuh ketelitian lebih bagi petugas imigrasi dalam memeriksa dokumen persyaratan.Â
Banyak cara yang dapat dilakukan mulai dari mengecek nomor Nomor Induk Kependudukan (NIK) melalui aplikasi pada Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang terkoneksi dengan basis data kependudukan dan catatan sipil hingga memperhatikan fitur-fitur pengaman dan spesifikasi yang terdapat pada KTP, KK dan Akta Kelahiran yang diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 94 Tahun 2003 Tentang Spesifikasi Pengadaan Dan Pengendalian Blangko Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Buku Register Akta Dan Kutipan Akta Catatan Sipil. Pemalsuan dokumen ini nantinya akan menyulitkan bagi pemilik paspor saat penggantian selanjutnya, seringkali ditemui para eks TKI NP saat penggantian paspor menggunakan dokumen kependudukan asli dan akhirnya terjadi perbedaan dengan data lama, karena data lama merupakan data yang dipalsukan oleh perekrut TKI saat mereka bekerja sebelumnya.Â
Modus lain yang mungkin ditemui adalah alteration atau perubahan, yakni pelaku mengubah data yang ada pada paspor lama, seperti mengganti biodata atapun mengganti foto, dengan sistem informasi keimigrasian yang terus diperbaiki modus ini sudah sangat sulit dilakukan, namun sebagai petugas imigrasi kita harus senantiasa memperhatikan secara detail terkait paspor penggantian.Â
Saat memberikan keterangan, biasanya calon TKI NP akan mengemukakan bermacam tujuan pembuatan paspor seperti umroh, magang, beasiswa ataupun mengunjungi sanak saudara. Terkadang mereka melampirkan paspor sanak saudara dan tiket kembali, untuk mengantisipasi hal ini petugas imigrasi harus memperhatikan gerak gerik dan gestur yang ditampilkan oleh pemohon, ajukanlah pertanyaan yang memaksa pemohon untuk mengingat, gali informasi sedalam mungkin mengenai tujuannya tersebut. Dalam setiap kesempatan, berikanlah edukasi bagi para calon tenaga kerja Indonesia maupun penyalur tenaga kerja, berikan informasi mengenai peraturan, regulasi internasional ataupun hal-hal yang timbul jika menjadi TKI NP dan berikan pengertian bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan internasional, karena hal tersebut merupakan bagian upaya preventif dari Direktorat Jenderal Imigrasi.
Tenaga Kerja Indonesia Non Prosedural, menurut hemat saya, merupakan sumber praktik TPPO dikarenakan pada praktiknya mereka sering diharuskan bekerja dalam keadaan yang sangat buruk, mendapat perlakuan kasar, tidak menerima upah secara penuh dan terkadang tidak memegang sendiri dokumen identitas dan dokumen perjalanannya serta ada beberapa kasus menggunakan paspor dengan identitas palsu yang disediakan pihak ketiga. Hal ini merupakan indikator-indikator dari Tindak Pidana Perdagangan Orang yang disebutkan oleh Sekretariat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang pada Laporan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang tahun 2015. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk kejahatan internasional yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia serta melanggar Hak Asasi Manusia sehingga dibutuhkan penanganan secara konkret, komperhensif serta keterlibatan seluruh unsur baik pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Direktorat Jenderal Imigrasi harus terus melakukan upaya preventif maupun represif untuk menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagai bagian dari upaya pemerintah dan melaksanakan amanat dari Undang-Undang Keimigrasian.